Tidak Ekstrem
Sesuatu hal yang keterlaluan tentu saya tidak baik. Sebab bisa menimbulkan kefanatikan buta. Bersikap ekstrem bisa dalam hal kepada seseorang yang diidolakan, gaya hidup, agama dll.
Ketika kita bersikap ekstrem dalam mengidolakan seseorang, maka bisa terjadi siapa pun yang menjelekkan idola kita akan dianggap musuh. Bisa membuat kita memjadi arogan dan membela mati - matian. Kalaupun apa yang dibela benar, maka kita sudah melakukan dengan cara yang tidak benar.
Begitu juga dalam hal agama. Mungkin kita pernah menemukan fakta dan kita sendiri yang menjadi pelakunya. Banyak belajar agama dan taat. Tapi selalu menutup diri untuk berhubungan dengan sesama selain yang seagama.
Untuk tidak bersikap ekstrem, tentu diperlukan kedewasaan rohani menggunakan kearifan dan akal sehat. Dalam agama pun ada ajaran untuk bersikap fleksibel. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan dalam keadaan darurat diperkenankan. Tentu kita bisa menemukan contoh - contohnya dalam praktik.
Seperti saya pernah mengalami, saat itu di tempat ibadah ada seorang ibu yang jatuh pingsan. Para pria yang melihat semuanya bingung, karena ada aturan antara pria dan wanita jangan bersentuhan. Wah, gawat. Melihat keadaan itu spontan saya berusaha memberikan pertolongan pertama. Biarlah kalau pun nanti disalahkan oleh para senior, yang penting apa yang dilakukan adalah untuk menolong. Mana sempat lagi merasakan sensasi bersentuhan dengan wanita?
Tidak Mengungguli Orang Lain
Dalam banyak kesempatan kita yang masih dikuasai keegoan akan selalu merasa lebih baik dan benar dari orang lain. Kita yang cuma bisa menendang bola pun akan mengatakan pemain bola kelas dunia itu bodoh ketika gagal mencetak gol, padahal tinggal berhadapan dengan penjaga gawang.
Merasa paling baik dan benar boleh dikatakan masih merupakan penyakit kronis manusia sejak dahulu sampai kini. dari perdebatan di warung kopi sampai ruang diskusi elite selalu terjadi. Kita kukuh bahwa kitalah yang paling benar dan orang lain salah atau cuma setengah benar.
Soal sikap mengungguli orang lain secara transparan dan terjadi di mana - mana. Sebab ini memang penyakit yang sangat sulit untuk disembuhkan. Ada pemeluk agama saling merendahkan demi untuk menunjukkan keunggulannya. Bila ada konflik atau perselisihan pendapat, kebanyakan akan merasa dirinyalah yang benar dan yang berbeda dengannya itu salah.
Bila berdiskusi, ujung - ujungnya kita akan gatal memamerkan gelar akademis atau pengalaman hidup kita yang tentu tujuannya untuk menunjukkan keunggulan kita kepada lawan diskusi. Padahal semua itu tidak secara otomatis membuat kita lebih unggul. Tapi bagaimana pun klaim itu sudah ada di dalam diri kita.