Aku adalah sumber kemarahan. Aku adalah sumber kekecewaan. Namun kita begitu suka akan ke - aku - an itu. Aku adalah sumber penderitaan, tetapi kita suka memilikinya. Aku adalah penyebab kita jatuh dalam kesombongan. Aku adalah sumber dari pertikaian. Namun kita masih memegang erat ke - aku - an seakan enggan melepaskan.
Aku yang kita bangga - banggakan sesungguhnya adalah palsu. Tetapi karena sedemikian berkuasanya, Aku yang sejati pun tak berdaya untuk berkuasa atas hidup kita. Begitulah aku yang palsu itu sepanjang waktu menjadi tuan atas diri kita.
Aku adalah Sumber Kemarahan dan Kekecewaan
Sepatah kata 'monyet' pun bisa membuat si aku marah besar. Padahal kata 'monyet' itu tak mungkin akan menjadikan kita seekor monyet. Itu kalau akal sehat yang bekerja. Tetapi karena si aku yang berkuasa, maka amarahlah yang bekerja dan akhirnya membuat kita tak ubahnya teman monyet.
Karena menganggap semua yang dimiliki sebagai miliki si aku, maka akan begitu marahnya kita bila ada yang mengambilnya. Coba mobil kita yang masih mulus tiba - tiba ditabrak orang lain.
Apa yang terjadi? Marah! Ini milikku. Tak rela jadi rusak. Kita lupa bahwa semua yang ada pada kita cuma titipan semata. Apa yang bisa kita bawa? Begitu mati tak ada satu pun bisa kita bawa serta. Bahkan tubuh yang begitu kita sayang pada waktunya akan hancur kembali ke asalnya.
Ketika ada ke - aku - an, maka kehilangan barang yang kita miliki akan menjadi sumber kekecewaan. Pada saat kita sudah melakukan kebaikan namun tak mendapat penghargaan, maka hadir kekecewaan. Sebab si aku memang rindu dengan puja - puji.
Begitu juga mana kalau kita berniat menolong atas nama aku tetapi disalah pahami, si aku akan menjadi kecewa. Namun bila niat itu tulus dan berasal dari aku yang sejati, pasti tidak akan ada kekecewaan apapun reaksi yang diterima.
Ada kecewa karena si aku butuh penghargaan tapi tak mendapatkannya. Aku penuh dengan keinginan, tetapi pasti semua keinginan tak akan jadi kenyataan. Adanya keinginan aku, pastinya akan menerima kecewa.
Aku adalah Sumber Jatuh dalam Kesombongan
Pada saat kita melakukan hal yang baik dan mendapat penghargaan tentu menyenangkan. Siapa yang tidak bangga? Bahkan kita akan menceritakan dan menyebarkan ke mana - mana. Apa tujuannya? Bukankah untuk mendapat pujian?