Â
Aku suka suara daun kering yang terinjak. Seperti berteriak marah, sekaligus pasrah tanpa daya. Aku suka melihat daun yang berguguran. Menerbitkan rasa romantis yang norak dari seorang perempuan yang hidup di negeri tropis, tidak tahu seperti apa bentuk musim gugur di negari empat musim. Aku suka keduanya. Melihat pepohonan menggugurkan daunnya; dan menginjak-injak daunnya.
Â
Dan hanya ada satu tempat yang sempurna untuk itu. Tapi aku tidak akan mengatakannya kepadamu. Aku hanya akan membiarkanmu menebak-nebaknya. Hanya aku dan Tuhan saja yang tahu, betapa aku menyukai berjalan di setapaknya yang dipenuhi dedaunan kering sekaligus dihujani guguran daun. Indah sekali.
Â
Apakah ini rasanya musim gugur?
Â
Saat berbilang tahun aku absen mendatanginya, mereka, pepohonan tua dan besar-besar itu sudah tidak lagi mengenaliku. Mungkin berat badanku bertambah sehingga aku tampak gemuk sekali. Atau memang aku hanya satu dari ribuan penikmat guguran daun dan bunyi 'gemeresek' saat ia diinjak? Atau...ah...mungkin aku memang tidak layak diingat-ingat. Toh aku sendiri sudah mencoba melupakan tempat ini. Hanya saja... terkadang suara 'gemeresek' itu begitu menggoda...
Â
"Hei kamu...datang lagi!"
Â