Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan kondisi masyarakat yang ingin diraih dalam rencana pembangunan kesehatan, yang dirumuskan sebagai: "Indonesia Sehat 2025". Dalam rancangan "Indonesia Sehat 2025" masyarakat diharapkan mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas serta juga mendapatkan jaminan kesehatan yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Pandemi Covid-19 mengubah pola perilaku masyarakat secara langsung dan tidak langsung di berbagai bidang yang membutuhkan penggunaan teknologi digital dalam operasional sehari-hari.
Pesatnya perkembangan teknologi mampu mempengaruhi sektor pelayanan kesehatan, salah satunya adalah berkembangnya telehealth sebagai layanan kesehatan yang mampu mengatasi berbagai hambatan akses pelayanan kesehatan terutama di masa pandemi, serta meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas di rumah sakit. Bagi masyarakat, telehealth memiliki manfaat yang dapat mempermudah mengontrol kesehatan tanpa harus mendatangi klinik atau rumah sakit secara terus menerus. Hal ini dapat dilihat dari segi penggunaan telehealth yang mampu digunakan pada smartphone atau komputer sehingga dapat diakses dari rumah masing-masing pasien.Â
Selain itu, telehealth juga dapat menghemat waktu untuk perjalanan pasien menuju rumah sakit atau klinik. Telehealth juga dapat membantu mengurangi penumpukan pasien pada rumah sakit dan klinik, terutama pada pasien yang masih bisa dapat ditangani menggunakan telehealth tanpa harus ke rumah sakit dan klinik. Selanjutnya, telehealth juga dapat mengurangi kontak fisik, apalagi saat ini masih terdapat kasus Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk menghindari kontak fisik.Â
Seiring berjalannya waktu, Â biaya kesehatan, rumah sakit, serta asuransi kesehatan terus meningkat. Hal ini mendorong pemerintah menerapkan BPJS sebagai alat bantu bagi masyarakat untuk meringankan biaya pengobatan. Beberapa kelebihan dari BPJS sendiri adalah memiliki harga pembayaran yang terjangkau, bebas akan medical check-up, jaminan seumur hidup, dan tidak ada pengecualian. Namun, terdapat pula kekurangan dari BPJS itu sendiri, antara lain memiliki sistem rujukan yang berjenjang dan hanya bisa digunakan di Indonesia. BPJS menjadi salah satu pendukung masyarakat terutama menengah kebawah untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak.Â
Lantas, bagaimana dengan penggunaan BPJS pada layanan telehealth dan penerapannya pada sistem di rumah sakit. Apakah dapat digunakan dan diterapkan?
Â
Untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan wawancara terhadap 6 dokter dan penyebaran kuesioner dengan total responden 205 orang. Berdasarkan hasil survei, mayoritas responden setuju jika BPJS diterapkan ke dalam telehealth. Karena dapat membantu masyarakat untuk meringankan biaya yang pasien keluarkan dalam proses pengobatan, mengurangi masa tunggu pendaftaran pada sistem rumah sakit, serta meningkatkan efisiensi waktu.Â
Adapun hasil wawancara dengan para dokter, terdapat adanya pro dan kontra. Para dokter yang setuju apabila sistem ini dibuat secara jelas dan terintegrasi dengan baik mulai dari yang paling bawah hingga dokter spesialis maupun profesor, agar kedepannya rujukan dan konsultasi antar sejawat dapat terlaksana dengan baik, dan pasien dapat dengan mudah mengaksesnya. Sedangkan, dokter yang menolak kebijakan ini mempertimbangkan terkait dengan beban kerja dokter yang terlalu berat serta adanya kekhawatiran terhadap pasien yang memiliki gejala ringan yang kemungkinan menjadi penanda penyakit kronis.Â
Selain itu, para dokter juga tidak setuju atas penerapan BPJS pada telehealth dikarenakan tidak sesuai dan menambah beban kerja serta konsultasi melalui telehealth tidak dapat dihitung.Â
Berdasarkan hasil survei, penerapan telehealth di rumah sakit memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dengan adanya integrasi telehealth akan membantu mengurangi penumpukan pasien pada rumah sakit. Integrasi telehealth pada rumah sakit lebih berfokus kepada pengontrolan rutin pasien yang telah melakukan pemeriksaan lengkap pada rumah sakit dan mendapatkan diagnosa dokter.Â