Mereka para calon pemimpin di Tangsel yang secara usia masih tergolong muda dan enerjik serta memiliki gagasan visioner yang progressif dan militan dalam membangun Kota Tangsel diharapkan bisa memberdayakan kelompok milenial dari berbagai kalangan dan profesi.
Anak muda harus diberikan ruang berinovasi agar dapat memberikan gagasannya untuk pembangunan Tangsel. Harus ada ruang untuk pemuda, bagaimanapun juga, tonggak kemajuan peradaban ada di pundak pemuda.
Yang mahal dari Pemuda itu ide dan gagasannya. Mereka bisa menjual idenya dan menjadikannya karya.
Hal itu yang harus diakomodir oleh pemerintah ke depannya. Pemuda harus jadi pelaku utama dalam pembangunan. Ini waktunya pemuda memegang peran.
Dalam konteks barkontribusi untuk pembangunan nasional, para Pemuda Tangsel saat ini bisa melihat yang ada di depan mata yaitu agenda nasional: Pilkada Serentak Lanjutan Tahun 2020.
Para pemuda bisa turut berperan membela negara dengan menyukseskan Pilkada. Karena bagaimanapun, Pilkada adalah medium sirkulasi kepemimpinan di daerah.
Dari Pilkada lahir pemimpin baru yang akan membangun dan memajukan daerahnya. Selain itu, di tengah pandemi seperti ini, tentu saja para pemilih punya harapan yang sangat besar kepada para Kepala Daerah yang terpilih nanti bisa menangani COVID-19 dan dampak sosial ekonominya.
Karena itu, di sinilah peran pemuda dibutuhkan untuk menyukseskan Pilkada. Mengingat belakangan ada segelintir kelompok yang memprovokasi untuk menunda Pilkada dengan alasan penyebaran COVID-19 masih sangat tinggi.
Alasan tersebut dirasa tidak mendasar mengingat seluruh dunia dan Indonesia sendiri sudah menjalani fase tatanan kehidupan baru atau new normal life.Â
New normal bukan berarti keadaan kembali normal. Namun kita semua beradaptasi dengan kebiasaan baru yaitu menjalani kehidupan dengan tetap disiplin mengikuti protokol kesehatan 4 M: Memakai masker, Mencuci tangan dengan air bersih mengalir, Menjaga jarak minimal 1,5 meter, Menjauhi kerumunan.
Begitu pun dengan Pilkada. Jika ngopi di kafe, ngemall, belanja di pasar, beribadah di masjid, gereja, dan rumah ibadah lain, serta bekerja di kantor saja bisa, kenapa Pilkada yang juga akan diatur seluruh proses tahapannya dengan protokol kesehatan malah ditolak dan ngotot untuk ditunda? Ini kan jadi pertanyaan besar. Ada siapa di balik kampanye menolak dan menunda Pilkada ini?