Pilkada merupakan salah satu produk Reformasi. Di mana saat itu, isu utama gerakan Reformasi ialah kritik terhadap sentralisasi politik.
Perlawanan itu dilakukan karena dinamika politik di daerah ditentukan segelintir elite di Jakarta.
Sebagai sebuah manifestasi bersama yang tertuang dalam amanat Reformasi, untuk membongkar kejumudan mayoritas rakyat saat itu terhadap sebuah rezim otoritarian selama 32 tahun, Pilkada harus dimaknai sebagai sebuah pesta demokrasi lokal tanpa kepalsuan dan intimidasi.
Transformasi ketatanegaraan di awal Reformasi setelah sekian lama didominasi rezim 'tangan besi' yang memanipulasi demokrasi turut merestorasi sistem Kepemiluan saat itu.
Pada akhirnya, sejak 2004, Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) yang sebelumnya dipilih oleh DPRD berganti dipilih langsung oleh rakyat.
Sejak Reformasi bergulir dan dimulainya rezim otonomi daerah itulah yang membuat keran desentralisasi terbuka lebar: rakyat diberikan peluang luas untuk menentukan masa depan daerahnya melalui Pilkada.
Tantangan hari ini adalah Pilkada di tengah pandemi COVID-19. Berbagai persoalan atau benang kusut yang harus dievaluasi sejak Pilkada berlangsung tahun 2004 harus ditambah dengan permasalahan baru: menjalani Pilkada di tengah Pandemi.
Berbagai ketakutan terjadinya penyebaran COVID-19 karena Pilkada akan mengundang orang banyak ke TPS dan akan terjadi kerumunan bukanlah alasan fundamental untuk menunda Pilkada 2020.
Harus diketahui, kerumunan yang terjadi saat pemungutan suara atau selama tahapan kampanye sudah diatur dalam sejumlah Peraturan KPU (PKPU). Para pemilih yang minimal berusia 17 tahun bukanlah kerumunan anak sekolah yang sulit diatur.
Dengan berbagai metode, penyelenggara Pemilu tentu sudah merancang bagaimana skenario Pilkada 2020 akan berjalan. Mulai dari diatur jam kedatangan agar tidak terjadi kerumunan, kemudian diwajibkan menggunakan masker dan sarung tangan plastik sekali pakai saat mencoblos.Â
Selain itu, saat masuk TPS harus dicek suhu, setiap paku yang digunakan akan disterilisasi dan tinta bukti mencoblos bukan dicelupkan melainkan diteteskan.