Mohon tunggu...
Bunga Riska
Bunga Riska Mohon Tunggu... -

Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Salju di Bulan Juni

11 Juli 2012   03:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:05 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Sebuah karya idealnya akan mewakili zamannya” -Christina T. Suprihatin-

Jauh sebelum film SnowWhite and The Huntsman diputar, saya sudah mendapat ajakan dari rekan kerja yang membuat diri ini tereservasi secara otomatis dan penantian akan  tanggal 1 Juni ini terasa sangat mendebarkan sama halnya seperti menunggu waktu gajian. Bukan hanya Kristen Stewart dan pentingnya memegang sebuah janji, tetapi memang dari dulu, kisah-kisah dongeng dalam format apapun selalu berhasil menarik  perhatian saya. Bahkan untuk meraih gelar sarjana pun saya dengan senang hati mengutak-atik tujuh dongeng populer yang ditulis oleh seorang sastrawan Belanda., Naima Taher Ada sebuah alasan tersendiri mengapa saya selalu terkesan dengan  cerita-cerita yang berlatar negeri indah penuh keajaiban, kisah putri cantik yang dipersunting pangeran tampan, binatang-binatang yang berbicara serta penjahat -penjahat licik namun seketika sirna ditelan kebaikan. Sampai sekarang pun saya masih sering  berandai-andai hidup di negeri antah berantah tersebut. Dongeng bagi saya adalah salah satu modul kehidupan yang bernas karena di dalamnya terdapat pelajaran mengenai  nilai moral, pentingnya perjuangan, berharganya sebuah pengorbanan hingga kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang amat sederhana seperti mencium orang tua sebelum pergi, makan bersama, berpakaian rapi  dan lain sebagainya. Hal yang tidak kalah penting saya pelajari dari dongeng adalah harapan-harapan positif yang selalu tersisip di setiap ceritanya.

Sebagai perempuan penikmat dongeng, kekaguman utama saya pun tertuju pada  tokoh-tokoh perempuannya meski terkadang kelemahan kaum saya tersebut tetap terekspos. Sebagian besar dongeng yang dilisankan maupun dituliskan pasti memiliki unsur cerita mengenai kecantikan yang dikagumi seluruh negeri, kelembutan yang mendampingi kaum lelaki yang kuat dan keras, sosok keibuan yang selalu mengalah sehingga dan pada akhirnya supremasi laki-laki terasa menindas potensi kaum perempuan. Pendek kata, perempuan diluar urusan rumah tangga seolah tidak diperhitungkan keterlibatannya. Alih-alih untuk berperang, saat rapat untuk menata kerajaan saja ruang rapatnya miskin dengan kehadiran perempuan.
Sebagai contoh, kisah Snow White yang dipopulerkan oleh Grimms bersaudara (1812).  Kedua bersaudara asal Jerman ini menceritakan betapa sengsaranya Snow White yang teraniaya oleh ibu tiri karena  sirik dengan kecantikannya. Snow White yang cantik, baik dan masih polos akhirnya berhasil dikelabuhi agar memakan apel beracun dan membuatnya mati suri. Tidak ada yang dapat dilakukan Snow White untuk mengalahkan ibu tirinya, sampai akhirnya ciuman seorang pangeran menghapus mantera sihir yang membuatnya terbaring di peti kaca. Bagaimana kekuasaan ratu jahat itu tumbang juga tidak melibatkan campur tangan Snow White. Kemudian 200 tahun berselang, kisah Snow White datang kembali dengan sentuhan yang berbeda. Snow White and  the Huntsman yang dibintangi Kristen Stewart tidak hanya berkosentrasi pada kecantikan kulitnya yang seputih salju, bibir semerah darah dan rambutnya yang sehitam bulu gagak tetapi juga keberanian dan kekuatan yang muncul untuk mengakhiri perlakuan jahat ibu tirinya. Dalam  film garapan Rupert Sanders itu Snow White bahkan memimpin pasukan perang untuk menumpas segala keangkuhan Ratu jahat yang dimainkan oleh Charlize Theron meskipun dirinya sempat dibuat berhenti bernafas karena memakan apel beracun yang legendaris tersebut.
Perubahan karakter tokoh utama si Putri Salju itu seketika  mengantarkan saya kembali pada penjelasan dosen pembimbing skripsi saya yang mengatakan bahwa sebuah karya itu idealnya akan mewakili zamannya. Dengan demikian kedua kisah yang sama dari era yang berbeda itu memang tidak dapat disandingkan apalagi dibandingkan untuk dicari yang mana yang paling terbaik. Menurut saya pada jaman dahulu, peran perempuan memang tidak seluas saat ini. Adanya pemikiran turun-temurun mengenai peran lelaki sebagai pelindung perempuan memang masih dijunjung tinggi bahkan hingga sekarang ini.
Seiring perkembangan zaman, akhirnya di tahun 2012 Snow White datang dengan karakter yang sangat masa kini tanpa mengurangi peran penting seorang lelaki yang tangguh, melindungi dan melibatkannya dalam hal-hal krusial dan bahkan berbahaya. keterlibatan penuh dirinya untuk membawa rakyat bekas kepemimpinan ayahnya tersebut kembali tentram tentu menjadi indikator bahwa Snow White and The Hunstman berhasil mewakili zamannya. Saat ini peran perempuan tidak hanya terbatas dalam koridor rumah tangga melainkan memainkan fungsi penting di berbagai bidang. Kini tidak sedikit perusahaan atau bahkan negara yang dipimpin oleh seorang perempuan. Akhirnya Snow White and The Huntsman berhasil memuaskan kami bahkan lebih puas dari sekedar melihat saldo rekening  yang numpang lewat setiap tanggal 25 datang menjelang. We heart you K-Stew

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun