Mohon tunggu...
Affendra Firmansyah
Affendra Firmansyah Mohon Tunggu... lainnya -

mahasiswa; pengamat politik; pekerja sosial; mengabdikan diri untuk masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ramadhan, Sistem Pemecahan Masalah Sosial

2 Oktober 2014   23:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:36 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa, pada bulan inilah umat islam diseluruh penjuru dunia melaksanakan ibadah puasa dan menunaikan kewajiban atas zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal. Di moment sekali dalam setahun inilah akan berkumandang alunan ayat-ayat suci Al Quran di setiap masjid di malam hari selama 30 hari penuh. Di moment ini juga berbuka bersama seluruh anggota keluarga menjadi hal yang istimewa. Dan semua keistimewaan ini ditutup dengan perayaan bersahaja namun sarat akan makna yakni Hari Raya Idul Fitri.

Kepala Kantor Kemenag Kab. Bulungan, Drs.H.A.Nabhan dalam suatu kegiatan pernah mengatakan bahwa ibadah di bulan ramadhan memiliki fungsi secara vertikal dan horizontal karena sebagai wujud ketaatan agama kepada Allah namun juga sebagai wujud kepedulian sosial untuk sesamanya.

Ibadah puasa dan zakat merupakan komponen penting dalam sistem pemecahan masalah sosial, khususnya realitas ketimpangan sosial yang semakin hari semakin tinggi. Seperti yang dikutip dari Fokusmedan.com, Bank Indonesia (BI) menyatakan ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin parah tahun lalu. Hal itu terbukti dari angka tingkat kesenjangan ekonomi (gini rasio). BI mencatat gini rasio pada 2013 lebih tinggi dibandingkan di 2012 sebesar 0,41 persen. Menurut bank sentral, laju kenaikan pendapatan kelompok menengah atas lebih cepat daripada menengah bawah.

Memang betul pada tahun ini pemerintah mengumumkan bila pertumbuhan ekonomi negara ini naik dari tahun sebelumnya. Namun bila diteliti lebih lanjut, rupanya kenaikan angka pertumbuhan ekonomi ini ditopang oleh para pemilik modal, para konglomerat, para pengusaha raksasa di negara ini. Atau warga negara kelas menengah keatas. Pada suarapembaruan.com bahwa dari total penduduk indonesia, hanya sekita 20% penduduk yang dikatakan menengah keatas dengan pendapatan 120 juta per tahun, sedangkan 40% warga negara menempati kelas menengah, dan 40% sisanya menempati kelas menengah kebawah.

Data diatas menunjukkan kepada kita betapa tingginya tingkat kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Hal ini diperparah dengan menurunnya kepedulian kalangan menengah atas kepada kalangan menengah bawah. Karena memang kalangan menengah atas mayoritas berada di kota industri, sehingga terpengaruh budaya individualisme yang merupakan ciri khas masyaraat industri. Sehingga banyak orang yang mengatakan di tahun ini orang yang kaya semakin kaya sedangkan orang yang miskin semakin miskin.

Hal ini tentu menjadi masalah yang bisa berdampak besar. Selain berdampak pada perekonomian negara, kesenjangan yang semakin tinggi juga berdampak pada meningkatnya kriminalitas. Masyarakat miskin yang tidak memiliki penghasilan akibat sulitnya mencari lahan pekerjaan. Sedangkan kebutuhan untuk hidup mutlak harus dipenuhi oleh mereka, hal ini diperparah dengan ketidak pedulian kalangan menengah atas terhadap mereka, tentunya rasa iri baik karena merasa tidak dipedulikan oleh kalangan menengah atas atau semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup akan muncul dalam hati mereka. dorongan inilah yang membuat mereka tergerak melakukan tindak kriminalitas terhadap orang kaya, seperti merampok, mencuri, bahkan hingga terpaksa membunuh. Bila ini terus berlanjut maka kehidupan negara ini akan kacau balau.

Islam adalah agama rahmatan lil alamin, agama yang membawa rahmat bagi alam semesta beserta isinya. Di dalam ajaran islam sebenarnya Allah sudah mengingatkan kepada kita semua mengenai kewajiban untuk membantu masyarakat yang miskin. Melalui firmanNya pada surat Adz Dzaariyaat : 19

"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian."

Melalui ayat tersebut Allah menegur para orang kaya agar tidak berlaku individualis sehingga tidak memperdulikan saudaranya yang memiliki kekurangan dalam hal finansial. Sehingga kehidupan yang tercipta antara si kaya dan si miskin bisa harmonis. Karena kita tidak bisa membuat semua orang menjadi orang kaya, karena hidup ini harus seimbang artinya ada kaya ada miskin, ibarat bos dan pegawai, bila semuanya bos maka siapa pegawainya? Dampaknya perusahaan tidak akan berproduksi, ini adalah hukum yang berlaku secara universal di masyarakat. Sehingga perubahan bukan ada pada membuat semuanya kaya namun membuat keharmonisan hidup antara si kaya dan si miskin, dan syaratnya adalah ketimpangan sosial harus menurun.

Islam memberikan konsep pemecahan masalah mengenai ketimpangan sosial ini dalam surat Adz Dzaariyaat ayat 19 tersebut. dalam hal aplikasi teknisnya bisa kita lihat pada ibadah puasa dan zakat. Kedua bentuk ibadah tersebut selain sebagai wujud penghambaan kita kepada Allah, Tuhan semesta alam, juga sebagai sistem pemecahan masalah ketimpangan sosial. Puasa secara teknis memanglah menahan lapar, dahaga serta hawa nafsu birahi mulai dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Namun dalam puasa ada hikmah khusus yang bisa kita dapatkan yakni kita diperintahkan untuk bisa merasakan bagaimana penderitaan saudara miskin kita ketika ia tidak memiliki apapun untuk bisa dimakan. Sehingga orang yang berhasil puasanya dalam segi sosial akan tercipta rasa empati yang tinggi terhadap penderitaan orang miskin. Nah bila output dari puasa berada ditataran afeksi dan konasi sehingga memunculkan dorongan untuk membantu orang miskin, maka dalam zakat dorongan tersebut diaktuskan. Baik melalui zakat fitrah maupun zakat maal. Hal ini seperti yang diwahyukan oleh Allah pada surat At Taubah : 60

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"

Bila kita menanyakan seberapa besar hal yang bisa dibangun hanya dengan zakat 2,7 kg per orang ini, maka jawabannya adalah sangat besar sekali efeknya bagi penurunan ketimpangan sosial. Karena salah seorang pengurus Forum Zakat Indonesia, Sri Adi Bramasetia, di Jakarta, menyatakan bahwa potensi zakat Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia mencapay Rp 300 Triliun setiap tahunnya. Hal tersebut bisa membuat ketimpangan sosial menurun bila dikelola dengan benar. Di negara-negara tetangga sudah banyak yang menerapkan sistem ini dan dampaknya ketimpangan sosial bisa diturunkan. Sejumlah riset telah membuktikan pengaruh zakat dalam perekonomian, terutama terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. Kita bisa melihat program zakat di Pakistan mampu menurunkan kesenjangan kemiskinan dari 11,2 persen menjadi 8 persen. Begitupula peran zakat dalam mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di Malaysia. Dengan mengambil sampel negara bagian Selangor. Hal Ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat yang baik dan terencana mampu mengentaskan kemiskinan, paling tidak menguranginya.

Sekali lagi karena negara ini adalah milik kita semua, oleh karena itu permasalahan ketimpangan sosial ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Sudah sewajarnya kita mengeluarkan hak orang miskin dari harta kita kepada pengelola yang bertanggung jawab sehingga ketimpangan sosial bisa teratasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun