Mohon tunggu...
Kavin Ashfiya
Kavin Ashfiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

pengkaji filsafat, bahasa, dan agama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cacat Logika Demonstran: Kritik Nalar Demonstrasi dan Terminologi Anarkisme

10 April 2023   20:53 Diperbarui: 10 April 2023   21:32 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa istilah demonstrasi anarkis konotasinya merujuk pada makna pemberontakan atau penolakan yang mengandung kekerasan fisik. Namun istilah anarkis, saya kira selama ini kurang cocok dan mengalami penyalahgunaan. Karena jika kita telaah historisitas genesis dari anarkisme adalah sebuah istilah teori filsafat yang menggambarkan anti kepemimpinan atau anti hierarkis dari suatu wilayah dan kelompok, teori ini berpendapat bahwa manusia secara alamiah dapat menciptakan harmonisasi sosial tanpa penindasan dengan tanpa aturan dari otoritas apapun. Artinya seorang anarkis tidak akan menghendaki adanya otoritas kepemimpinan dalam bentuk dan sistem apapun. Anarkisme sangat menjunjung tinggi kebebasan individual tanpa suatu batasan apapun, karena suatu batasan merupakan tanda akan adanya determinasi dari otoritas hierarkis yang lebih tinggi.

Anarkisme sangat mengandaikan sebuah sistem kebebasan tanpa aturan dari bentuk otoritas apapun, hal ini tentunya disebabkan pandangan mereka terhadap manusia yang sangat berbeda jika kita bandingkan dengan pelbagai perspektif. Kaum anarkis cukup radikal dalam memandang sifat alamiah manusia yang dianggap mampu mendatangkan kebaikan kebaikan sosial, meskipun pada faktanya pengandaian pengandaian tersebut sangat jauh dari fakta sosial. Anarkisme dalam politik, ekonomi, dan administrasi memang sangat utopis. Dilihat dari historisitas kemanusiaan pun sangat sulit ditemui, mungkin bisa ditemukan pada khayalan platon tentang Atlantik. Keduanya seakan tidak puas dan muak dengan sistem pemerintahan apapun sehingga terlalu dalam menyelami pengandaian pengandaian sempurna tanpa melihat kompleksitas manusia yang sulit diidentifikasi.

Anarkisme yang muncul di Indonesia secara paradigmatik bergandengan dengan kekerasan fisik yang menjadi representasi dari gagasan anarkisme. Tentunya hal itu adalah penyelewengan terminologi yang diakibatkan oleh ketidakpahaman beberapa penggunanya. Seakan selama ini tidak ditemukan distingsi antara anarkisme dan kekerasan. Padahal jika kita lihat sejarahnya anarkisme merupakan gagasan perlawanan melawan eksploitasi manusia dalam bentuk apapun, dan tentunya bukan sebuah gerakan perlawanan dengan kekerasan yang menentang hierarki.

Anarkisme yang sebenarnya menentang dehumanisasi seperti penindasan manusia, eksploitasi, dan ketidakadilan, demi mewujudkan kehidupan emansipatoris sosial tanpa hierarki. Tentunya berbeda dengan anarkisme di Indonesia yang masih berharap pada hierarki lalu menginginkan dan menuntut koherensi kebijakan atau regenerasi pemerintahan. Tentu sangat kontras jika kita mengerti genesis dari anarkisme.

kekerasan sebenarnya bukanlah postulat dasar dari anarkisme, dan konotasi tersebut mengkaburkan gagasan murni dari anarkisme. Seorang pemikir anarkis yang bernama Alexander Berkman dalam bukunya what is communist anarchist bersuara dan menentang kekerasan yang waktu itu menjadi paradigmatik istilah anarkisme. Menurutnya anarkisme bukan suatu peperangan satu melawan semua, bukanlah gerakan kekacauan dan huru hara, bukan suatu tindakan kekerasan seperti kaum barbarisme. Anarkisme adalah lawan dari itu semua, ia merupakan gagasan tentang perlawanan terhadap eksploitasi dan tentunya perlawanan terhadap dehumanisasi. Sehingga kebebasan manusia menjadi faktor utama dalam merealisasikan kehidupan sosial yang emansipatoris dan lebih sejahtera. Di dalamnya tidak ada penindasan, kekerasan, kemiskinan, dan monopoli, semuanya sama dalam kehidupannya. Mereka memiliki kesetaraan hak harmoni dan kesejahteraan.

Jelaslah dari pernyataan Alexander di dalam bukunya sebagai wakil dari pemikir anarkis menolak paradigmatik kekerasan pada terminologi anarkisme. Dan istilah demonstrasi anarkis saya rasa kurang cocok digunakan sebagai suatu istilah gerakan perlawanan dengan kekerasan fisik. Karena bagaimanapun juga kekerasan bukanlah ciri dari intelektualitas, sehingga demonstrasi dengan kekerasan saya kira butuh suatu istilah yang lebih biadab dari tindakannya, misalnya "Demonstrasi Rimba". dan tentunya hal ini sebagai perlawanan kaum intektualitas terhadap penyelewengan intelektual, sehingga ke depannya lebih bisa melengkapi kekurangan yang ada dan bukan menjatuhkan ambisi ambisi perlawanan. terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun