Atuk Anas yang terhormat,
Jadi begitu ya tuk?, jadi selama ini atuk memang tahu siapa saja pengusaha sawit pembakar lahan di Riau?, dan atuk malah menikmati uang milyaran hasil suap pembebasan lahan itu?
Tega sekali atuk ini...
Jadi selama ini Atuk biarkan kami, anak istri kami, orang-orang tua kami berhari hari menghirup udara yang sangat kotor dan bahkan sudah sampai pada kadar berbahaya di seluruh penjuru kota, tanpa sedikitpun atuk merasa bersalah?
Kami ingat betul waktu itu atuk cuma meminta warga Riau untuk pasrah kepada Tuhan, lalu atuk pun kabur meninggakan kami semua entah kemana, mungkin waktu itu atuk ingin menghirup udara segar di suatu tempat peristirahatan, entahlah...
Dan ketika presiden SBY mendadak ingin sidak ke Riau karena tak tahan didesak terus oleh masyarakat yang sudah banyak terserang ISPA, atuk pun terbirit-birit pulang ke Pekanbaru...
Kami juga masih ingat bagaimana marahnya atuk ketika disindir wartawan karena membangun dinasti dengan menempatkan anak-anak dan sanak saudara di posisi-posisi strategis dalam pemerintahan.
Umpatan atuk dalam kata-kata yang kotor waktu itu, benar-benar menyentakkan kami semua, dan sekaligus membuat kami tertawa geli mengingat usia atuk yang sudah sangat tidak pantas mengucapkan kata kata 'mutiara' itu.
Setelah kejadian itu atuk lagi lagi dengan tanpa rasa bersalah seolah mengejek warga Riau yang telah memilih atuk dengan mengatakan: 'maaf kalau salah pilih, yang penting saya sudah jadi gubernur' (wuek!).
Terus terang tuk, banyak diantara kami yang terpingkal pingkal, sekaligus miris mendengar ucapan atuk yang kekanak-kanakan itu.
Tapi akhirnya kami mulai terbiasa dengan segala kejutan demi kejutan yang atuk lakukan (sebenarnya kekagetan kami pertama kali adalah justru ketika mendengar atuk menang pilkada).
Sebenarnya masih banyak lagi kejutan demi kejutan yang atuk lakukan pada warga Riau, yang tak sempat kami paparkan disini, sepanjang masa kepemimpinan atuk yang seumur jagung itu.