Mohon tunggu...
Charlie Ady Prasetyo
Charlie Ady Prasetyo Mohon Tunggu... profesional -

kasihilah sesamu manusia karena itu yang dikehendaki Tuhan\r\n\r\nmy twitter @katacharlie

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lanjutan Ujug-ujug ke Ujung Genteng

4 Agustus 2014   23:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:25 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“lo dimana!?, jangan nyusain!!, lo puter balik cepetan jangan lama!!” begitu seruan mr. mekanik menghentak melalui telepon kepada salah satu teman kami yang tersesat dan tidak dalam rombongan. Teguran itu hanya 100 meter dari bibir pantai ujung genteng, “udah mau sampai malah di omelin, hahaha” canda salah satu teman kami menanggapi teguran mr. A kepada mr. B melalui handphonenya. Dua motor yang terpisah akhirnya kembali ke rombongan, si bob menghitung jumlah motor untuk memastikan tidak ada yang terpisah lagi. Selanjutnya, sampailah kami di pemandangan pantai yang sangat luas tidak berujung, ban motor kami pun beralaskan pasir putih pantai ujung genteng. Sungguh indah memang pantai ujung genteng, pantas banyak masyarakat khusunya di jawa barat ini penasaran akan pantai dibawah pulau jawa itu.

Tak sabar, dua teman kami langsung turun dan mengeluarkan handphonenya untuk berfoto-foto, sementara lainnya sibuk dengan menanyakan “lalu, setelah ini kita kemana?” “iya bob, jadi kita kearah aman nih”, “teman-teman gimana kalau kalian nunggu disini, saya dan mr. A cr penginapan” begitu opsi yang ditawarkan si bob, namun mr. mahkota memberikan pendapat berbeda “gini aja kita bareng-bareng aja cari penginapan, ga ada yang nunggu-nunggu” pendapat mr. mahkota itu pun mendapat reaksi positif. Kami pun melanjutkan perjalanan di pinggir pantai ujung genteng untuk mencari penginapan.

Terlihat ramai memang disana, tidak jarang penginapan terlihat di pinggiran pantai. Selain itu terlihat pula wanita-wanita local yang menyuguhkan keindahan fisiknya “wow, cewe-cewenya geulis-geulis euy” ungkap mr. A memandang wanita-wanita disana, ya dari pandang mata memang wanita-wanita disana memanjakan mata, bahkan teman kami pun beramsumsi wanita local disana bisa untuk diajak kencan. Tibalah kami disebuah bale sederhana dibawah rindangnya pohon kelapa, “teman-teman nunggu disini yah, saya cari dulu penginapan biar ga ribet kalau rame-rame” demikian bob dengan tegas. Kami pun menunggu di bale, terlihat pantai ujung genteng sedang ‘dikuras’ alias sedang surut, terlihat terumbu-terumbu karang dari kejauhan dan banyak wisatawan yang hendak bermain di atas terumbu karang itu.

14071448321707184275
14071448321707184275

Tak berselang lama datanglah mr. mekanik kami untuk memastikan bob sudah dapat penginapan, mr . mekanik menuturkan penginapan yang dicari ternyata telah dibooking sebelumnya sama si bob, entah itu kebetulan atau bukan. Kami pun meninggalkan bale lalu menuju penginapan yang dimaksud mr. mekanik. Sampailah kami disebuah pondok sederhana dengan model rumah panggung dan berlantaikan rajutan bambu begitu pula dindingnya. Pondok tersebut disewa dengan harga 450 ribu, dengan fasilitas dua kamar, dapur dan kamar mandi, “cukuplah untuk 14 orang nanti sebagian bisa gelar tiker diteras” begitu masukan dari mr. mahkota. Selanjutnya bob dan adiknya menggelar dua buah tiker untuk menyelimuti teras depan kamar. Kami pun semua menaruh tas dikamar, setelah itu acara bebas, sebagian dari kami ada yang langsung kepantai, ada yang tiduran, mencharge handphone, ada mengecek motor bahkan ada yang langsung pup, “airnya asin” begitu ungkapan mr. B usai pup di kamar mandi, “airnya asin apa yang lain yang asin ntr lo salah nyicipin lagi, hahaha” begitu balasan dari mr. namex. Canda tawa mewarnai pondok tempat kami melepas lelas. Sore pukul 17.00 kami berkumpul diteras untuk mensepakati pembayaran dsb “kita patungan aja gimana setiap orang 100 ribu itu udah termasuk bayar pondok, makan malam sama makan pagi plus bayar perlengkapan tambalan mr. mekanik, nanti kalau sisa kita bagi rata, gimana?” kata mr. mahkota dengan pendapatanya. Tak banyak mikir kami pun semua sepakat pendapat dari mr. mahkota, satu per satu dari kami memberikan 100ribu rupiah.

Malam mulai melingkupi pantai ujung genteng, suara ombak tersayup-sayup serta kencangnya angin pantai tidak menyurutkan kebersamaan kami, makan malam pun tiba, wah ternyata menu malam itu ikan bawal, sambal kecap dan nasi, kami pun berkumpul membentuk lingkaran dan langsung melahap ikan bawal yang tersaji, namu beda dengan mr. namex yang tidak bisa makan ikan,”loh lo kok ga makan” Tanya mr. A “duh gua ga bisa makan ikan, eneg rasanya, jadi gua mesen mie instan aja” ungkap mr. namex yang juga punya pengalaman ngekost di depok selama kuliah. Ikan bawal pun masih tersisa, adik dari si bob tanpa basa basi melahap sisa ikan bawal itu. Mr. namex jugalah yang membawa tradisi ‘kopi boleh minta’ entah dari mana tradisi itu apakah bawaannya selama Ia ngekost, ‘kopi boleh minta’ merupakan tradisi yang cukup unik ketika temannya membuat atau membeli kopi, mr. namex tanpa permisi turut mencicipinya bahkan tidak satu dua kali tanpa memandang pemilik kopi itu. Hal itu berlaku tidak hanya kopi tapi minuman dan makanan lainnya juga.

Makan malam ketika itu tidak ada satu dari kami yang tidak makan, semua kenyang dan mulai membahas hari esok, beberapa dari kami mulai mencari dan membeli bahan-bahan untuk dimasak besok pagi. “untung ada polda disini jadi untuk makanan aman” kata salah seorang dari kami. Sisa malam itu diwarnai denga permainan kartu berbeda, ada yang bermain kartu remi ada pula yang memainkan gaple, yang tidak bermain hanya menonton mereka yang memainkan kartu ditangannya.

Pagi menyingsing dan mewarnai pantai ujung genteng, kami pun segera bergegas kepantai untuk melepas rasa kantuk usai bangun tidur, hanya beberapa langkah saja dari pondok menuju bibir pantai. wah terlihat ramai sekali, banyak sekali mini bus terparkir di pinggir pantai dan menggelar tiker serta ada yang mendirikan tenda untuk mereka menginap, terlihat jorok memang karena mereka membuang sisa makanan begitu saja. Pinggiran pantai ujung genteng sejak kami datang memang terlihat banyak sekali sampah, bahkan ketika surut terumbu karang yang indah harus diselipi punting rokok, sampah plastic dll. Sungguh ironis memang, karena disini tidak ada larangan atau peraturan yang mengatur wisatawan-wisatawan disana. Banyak pula terumbu karang yang di ambil oleh wisatawan, tentu itu akan merusak potensi alam pantai ujung genteng.

Sarapan pagi pun tiba, beberapa yang dari pantai tak sabar ingin sarapan karena lapar sekembali bermain dipantai. Tidak lama sarapan datang, menu kali ini nasi goreng buatan polda dari mr. makhota dan si bob, namun, ada yang menyangkal nasi goreng buatan ibu polda, mr. B menegcam nasi goreng yang menurutnya kurang kecap “nasi goreng apa nih, kurang kecap ini, mana enak kaya gini, beli kecap palin Cuma 2ribu” begitu ungkapnya, mr .B terus saja ngedumel nasi goreng itu, mr. A pun mencoba menyanggah lontaran mr. B “yaelah, udah bagus juga masakin tinggal makan, ini masih aja dip rotes kurang kecap”, lalu dumelan mr. B sampailah ke telingan ibu Polda mr mahkota dengan tegas dan kesal ia pun berkata “bawell, tinggal makan aja” begitudengan kesalnya. Lupakan masalah mr. B, lalu kami pun mulai melahap habis nasi goreng dan mie goreng yang tersaji berikut pula dengan menu telur dadar.

Jam 10 pagi kami mulai prepare untuk pulang menuju tangerang, pukul jam 11 pun kami meninggalkan pondok yang sebelumnya disertai doa bersama, sebelum pergi kami tidak lupa untuk berfoto-foto bersama dan melepas canda tawa di sana. Perjalanan kali ini melewati jalur berbedan dan jalur yang sebenarnya, kami berhenti beberapa kali di kaki pangrango dan sesekali melihat pemandangan dari kejauhan indanhya pelabuhan ratu dari atas bukit. Ketika kami makan siang pukul 15.00 salah satu motor kami mengalami kendala, rantai motor mengalami masalah dan oli dalam mesin terlihat dikit, ini membuat kami khawatir, namu sang pemilik mencoba memastikan motornya aman sampai tangerang.

Macet pun sempat mewarnai perjalanan kami sebelum masuk cibadak, macet pun tak terelakkan ketika kami hamper sampai di tajur, sebelum parung kuda kami sempat makan malam ketika itu sudah memasuki pukul 18.30 sebagian dari kami menyantap pecel lelel khas sukabumi dan lainnya mencicipi bubur khas daerah tersebut. Sangat disayangkan memang lepas makan kami yang sepakat untuk tetap bersama-sama ternyata harus terpisah dan rombongan pun tidak seperti awalnya yang 8 motor, rombongan kami terpecah dan entah terbagi menjadi beberapa kelompok, hanay tersisa rombongan yang bersama 4 motor, Jupiter, smash, blade, dan mx sisanya entah sudah sampai mana ketika itu. Kami sampai ditangerang pukul 22.00 dan kami saling member kepastian sampai dirumah melalui grup whatapp pukul 23.00 “saya sudah sampai di rumah” begitu kata mr. highland “begitu juga seraya dengan mr. mahkota “saya sudah merasakan angin sorga (rumah)”. Puji Tuhan kami semua mengapresiasi turing ke ujung genteng, dan selamat sampai dirumah kami masing-masing. Semoga acara-acara lain juga bisa tercipta menimbulkan efek kerinduan, kebersamaan, cerita seperti ini tanpa membeda-bedakan diantara kita, berbeda pendapat boleh yang penting satu tujuan dan tidak ada kepentingan pribadi. Salam GTPC n Friend. Ujung Genteng 30-31 Juli 2014

ket foto 1 : sebelum berangkat ke ujung genteng at setneg kb. nanas tempat mr. namex

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun