Mohon tunggu...
Zulkifli Harahap
Zulkifli Harahap Mohon Tunggu... -

MUALLAF yang menulis hanya sekedar untuk meluruskan sebisa mungkin. “None could be a Muslim if he mistreated a non-Muslim since The Prophet asws (alayhi as-shalawatu wa as-salamu) has warned us that he would be a personal pleader for a non-Muslim who has been wronged in the Islamic state.”\r\n\r\nFaisal bin Abdulaziz Al Saud (1906 – 1975)\r\n Penafi: Karena sejak SD tugas-tugas mengarang merupakan tugas yang saya takuti, apa yang saya tulis dalam ini adalah jiplakan tulisan orang lain. Dan, karena Kompansiana ini bulanlah jurnal ilmiah, sumber tulisan jiplakan saya tidak dicantumkan; dengan Internet, para pembaca bisa menelusurinya sendiri jika memang ingin informasi yang lebih lengkap.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Wacana Pengalihan Listrik PLTA Asahan (Inalum), dari Pabrik Peleburan Aluminium ke PLN. Termasuk Revolusi Mentalkah?

4 November 2014   21:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:41 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sumatera Utara sudah bertahun-tahun membudayakan diri dengan kegelapan yang bergilir. Pada puncaknya dua tahun lalu dan sebelum PT Inalum dibeli oleh pemerintah RI pernah muncul wacana hendak menutup pabrik peleburan. Alasannya antara lain, menjual listrik PLTA Asahan akan lebih untung dari pada menjual ingot aluminium. Wacana ini sementara menghilang karena perhatian masyarakat lebih tertuju pada pembelian saham PT Inalum oleh pemerintah kita. Dengan bergiatnya pemerintahan baru, wacana ini muncul lagi sejak beberapa hari lalu.

Dalam Rencana Induk Proyek Asahan (yangkemudian mewujudkan PT Inalum) ditetapkan bahwa listrik yang dihasilkan oleh dua PLTA milik PT Inalum (PLTA Sigura-gura dan PLTA Tangga) yang besarnya 450 MW, PLN mendapat jatah 50 MW. Ketika pasokan listrik bermasalah di Sumatera Utara, PLN kemudian mendapat tambahan jatah 40 MW sehingga sejak itu PLN sudah dapat jatah 90 MW.

Dalam dua hari ini wacana ini semakin melebar: PT Inalum sementara ditutup alias berhenti beroperasi selama tiga (3) tahun yang kemudian (mungkin setelah PLN menyelesaikan masalah pembangkitannya) beroperasi lagi seperti biasa.

Melalui Perpres No.4/2010 sebagai payung hukum Program Percepatan 10.000 MW Tahap II telah direncanakan untuk membangun sejumlah pembangkit baru di Sumatera Utara (sesuai Permen ESDM No.2/2010):

1. PLTA Asahan 3 (2 x 87 = 174 MW)

2. PLTU Pangkalan Susu 3 dan 4 (2 x 1.000 MW = 2.000 MW)

PLN bersama swasta juga berencana membangun:

3. PLTP Sarulla 1 (3 x 110 MW = 330 MW)

4. PLTP Sarulla 2 (2 x 55 MW = 110 MW)

5. PLTP Sorik Marapi (1 x 55 MW)

Dengan demikian, jika proyek ini sudah dimulai, seharusnya Sumatera Utara sudah punya potensi pasokan listrik sebanyak7.024 MW. Suatu nilai yang lumayan bah!

Kalau sekiranya keputusan yang diambil tetap mengambil lebih banyak listrik lagi dari PT Inalum, misalnya dengan sisa 150 MW untuk operasi pabrik peleburan, produksinya pasti sudah di bawah BEP; jadi sama sama dengan menutup operasi pabrik peleburan PT Inalum, berapakah kira-kira kerugian pengeluaran PT Inalum agar mereka siap beroperasi lagi tiga tahun kemudian?

Yang pertama, menjalankan lagi operasi peleburan berarti harus membangun kembali sel tanur yang telah ditinggal-dingin selama 3 tahun. Untuk ini saja pengeluaran akan berjumlah USD580.000 /sel x 520 sel = USD303 juta.

Yang kedua, teknologi peleburan aluminium hanya satu-satunya di Indonesia dan teknologi ini sudah sangat dikuasai oleh karyawan PT Inalum. Bahkan dalam teknologi anoda, anoda buatan PT Inalum termasuk yang diperhitungkan di dunia karena mutunya. Kemudian, alih teknologi itu berlangsung cukup lama: mulai dari pengiriman para karyawan yang magang di pabrik serupa di Jepang pada 1979 hingga kepulangan ekspat yang bertugas di lapangan pada 1990, yakni sebelas tahun. Jadi jika ada rencana untuk mengoperasikan pabrik peleburan tiga tahun ke depan, tidak ada jalan lain selain merumahkan para karyawan yang berjumlah 1.800 orang. Untuk ini PT Inalum harus menguras koceknya sebanyak 1.800 orang x Rp6 juta/(orang-bulan) x 12 bulan/tahun x 3 tahun = Rp388.800 juta = USD32,4 juta.

Jadi, yang tampak nyata sudah berjumlah USD335 juta. Ini setara dengan USD335 juta/USD1,5 juta/MW = 223 MW. Jadi untuk mengoperasikan lagi pabrik PT Inalum, butuh dana yang jumlahnya membangun setengah dari kapasitas terpasang PLTA milik PT Inalum yang 450 MW.

Sebenarnya masalah utama perlistrikan di Sumatera Utara, menurut menteri BUMN (1) ialah terhentinya PLTG 21 (140 MW) milik PLN yang menjadi barang bukti atas kasus korupsi dalam proyek itu. Dari film-film Hollywood (penulis tidak ahli hukum), barang bukti tindak kriminal biasanya disimpan dalam kerangkeng yang ada di markas polisi setempat. Tampaknya barang bukti itu dikerangkeng agar si barang bukti tidak pergi ke mana-mana. Nah, apakah PLTG-21 dikhawatirkan akan lagi ke negara tetangga sehingga operasi PLTG itu harus dihentikan oleh Kejagung?

Ataukah Kejagung sudah taat asas dengan Revolusi Mental Jokowi sehingga penegakan hukum tidak pandang bulu?

____________________________________

1) http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/11/03/313668/pln-bangun-pembangkit-listrik-berkapasitas-15-ribu-mw

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun