Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan kewajiban, atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Konflik antara model transportasi online dan transportasi konvensional masih belum saja selesai. Malah, terjadi puncaknya pada demo sopir taksi di Jakarta pada Selasa 23 Maret 2016 yang menuntut pemerintah untuk melakukan tindakan kepada mode transportasi berbasis online.
Para sopi transportasi konvensional menganggap transportasi online layaknya perusahaan ilegal, karena mereka tidak memenuhi dan mengikuti peraturan penyelenggaraan jasa transportasi umum yang mana diatur dalam UU No.22 tahun 2009. Â Hal-hal yang memicu permasalahan, salah satunya adalah mengenai perizinan, yang mana mereka tidak mempunyai perizinan usaha yang legal dan tidak ada uji kelayakan kendaraan, bahkan plat kuning yang harus dimiliki angkutan umum tidak mereka miliki. Sehingga mereka tidak membayar pajak dan menyebabkan biaya tarif transportasi online menjadi lebih murah dari pada transportansi konvensional.
Pada dasarnya, permasalahan antara transportasi konvensional dan transportasi adalah keadilan atau equity. Perbedaan tarif yang sangat signifikan membuat pengemudi dan perusahaan taksi konvensional merasa kehilangan pendapatan, hingga memicu demonstrasi yang meluas menjadi aksi anarkis. Kehadiran model bisnis baru, berupa taksi berbasis aplikasi online harus disadari merupakan hal yang tak bisa dihindari. Kemajuan teknologi informasi, telah memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk urusan dalam mencari moda transportasi umum.
Dengan aplikasi online, konsumen sangat dimudahkan. Cara lama memesan taksi melalui telepon mulai ditinggalkan. Sebab, dengan aplikasi online, konsumen langsung terhubung dengan pengemudi.
Efisiensi yang mendorong perekonomian kita ternyata datang terlalu cepat. Â Banyak pelaku usaha yang belum menyadarinya. Mereka terjebak, atau terlena, dengan model bisnis lama yang selama bertahun-tahun memberi banyak keuntungan. Manakala sebuah model bisnis baru menyergap, mereka tak siap.
Di sisi lain, sangat disayangkan pemerintah juga tak siap merespons dinamika di ranah bisnis ini. Aturan yang dibuat belum menjangkau kehadiran model bisnis berbasis aplikasi online. Hal itu menyebabkan dampak yang cukup buruk untuk masyarakat Indonesia. Â Secara sosial, terjadi gesekan tajam antara pemain lama dan baru. Ironisnya, Â para pemain lama melibatkan masyarakat miskin, seperti sopir taksi konvensional. Dampak secara fiskal, pemerintah kehilangan potensi pajak pendapatan dari para pemain bisnis berbasis aplikasi online hingga triliunan rupiah, karena belum adanya aturan hukum yang memayunginya.
Melihat kenyataan tersebut, kehadiran taksi berbasis aplikasi online adalah sebuah kemajuan. Namun, di sisi lain, pemerintah harus pula melindungi masa depan bisnis taksi konvensional, yang melibatkan banyak tenaga kerja.
Salah satu  cara yang akan berdampak besar adalah meratakan lapangan usaha kedua model bisnis ini. Karena target pasarnya sama, pemerintah harus menciptakan persaingan yang seimbang. Dengan demikian, penegakan aturan adalah kuncinya. Dengan cara tersebut, diharapkan akan tercipta struktur biaya yang sama, sehingga dasar penetapan tarif pun berangkat dari beban yang sama.
Tak bisa dimungkiri, kehadiran taksi online yang menjamur, jika tak dikendalikan sangat berpotensi dapat menyebabkan kesenjangan sosial dan berdampak buruk untuk perekonomian Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H