Mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita apa itu kata-kata ekonomi. Ekonomi sejatinya adalah kata serapan yang diambil dari kata-kata Yunani Kuno, yaitu oikos(keluarga) dan nomos(rumah tangga). Ekonomi memiliki tiga komponen utama yang saling terkait satu sama lain, ketiga komponen itu adalah produksi, distribusi, dan konsumsi. Oleh karena itu ekonomi adalah sebuah aktivitas manusia yang berhubungan dengan tiga komponen tersebut terhadap barang dan jasa.
      Kata-kata ekonomi bagi masyarakat Indonesia sering kali disinggungkan dengan kemiskinan. Ini seolah sudah menjadi paradigma negatif bagi masyarakat Indonesia, belum lagi pemberitaan di media yang sering kali membangun pikiran negatif tersebut dengan berita-berita turunnya perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun. Seolah ekonomi di Indonesia sangat memprihatinkan.
      Tak bisa dipungkiri ekonomi dijadikan tolak ukur kesejahteraan pada suatu negara. Oleh karena itu banyak cara yang dilakukan pemerintah Indonesia berupa pemberdayaan usaha-usaha kecil, usaha kerja sama atau kemitraan yang saling menguntungkan, dan berbagai kebijakan untuk kepentingan ekonomi Indonesia.
      Dan di saat jaman global saat ini, upaya-upaya meningkatkan ekonomi pun bermunculan bagai jamur tumbuh. Dan sekarang mulai muncul suatu usaha yang beradaptasi dengan jaman yang serba praktis dan cepat untuk meningkatkan kesejahteraan. Usaha dimana ekonomi digabungkan dengan teknologi yang sangat mudah dijangkau oleh masyarakat lewat gadgetyang mereka punya. Usaha dimana ketiga komponen ekonomi berjalan dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Dan sejak 2013, usaha ekonomi ini tumbuh dan meluas dengan diawalinya sebuah aplikasi jasa yang membantu konsumen ke tempat yang mereka tuju, yaitu aplikasi Go-Jek. Dan kegiatan ekonomi lewat dunia digital ini pun dikenal dengan Sharing Economy.
      Setelah beberapa tahun berjalan, Sharing Economymembawa pengaruh positif bagi masyarakat. Masyarakat mengaku dengan transaksi lewat dunia digital segala urusan menjadi mudah. Lihat saja aplikasi Go-Jek, Uber, dan Grab yang mudah diakses oleh masyarakat, pemberian servis yang memuaskan, driver yang ramah, serta tarif yang jauh lebih murah dari penyedia transportasi konvensional lainnya merupakan kelebihan yang diberikan oleh kegiatan ekonomi berbasis digital.Â
Tidak hanya itu, siapapun yang ingin menjadi driver pun hanya bermodalkan kendaraan dan terdaftar jadi driver, hal ini tidak menuntut si driverharus bekerja menjadi drivertetap, tetapi bisa kapan saja dan siapa saja. Dengan mudahnya untuk menjadi driver dapat mengikis pengangguran yang ada dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Keuntungan lainnya bagi siapapun yang mempunyai investasi pasif yang tidak digunakan menjadi investasi aktif yang menghasilkan uang.
      Semakin besarnya jumlah konsumen aplikasi ini ternyata memberikan efek kepada penyedia transportasi konvensional. Transportasi konvensional merasa tersaingi dan mengancam keberadaan mereka, contohnya aja Blue Bird dan Express. Lebih parah Express, anak usaha grup Rajawali ini hanya meraup laba bersih Rp 11 miliar pada kuartal ketiga tahun lalu. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, Express mengantongi laba Rp 109 miliar. Hal ini sama aja menghilangkan suatu masalah dengan sebuah masalah baru. Dan ternyata yang kita ketahui aplikasi seperti Uber dan Grab tidak mematuhi aturan sebagai sarana transportasi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.Â
Pemerintah meminta Uber dan Grab memenuhi segala persyaratan sebagai sarana transportasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang LLAJ. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai UU Nomor 22 Tahun 2009 antara lain harus berbadan hukum, terdaftar di dinas perhubungan daerah setempat, dan memiliki izin sebagai sarana transportasi. Hal ini tentu saja akan memicu kriminalitas dan pihak yang seharusnya bertanggungjawab bisa saja kabur karena tidak adanya legalitas dan badan hukum yang jelas. Hal ini membuat Uber dan Grab terancam untuk ditutup. Tidak hanya itu, Paguyuban Pengemudi Angkatan Darat juga melakukan aksi terang-terangan yang menyatakan penolakannya terhadap usaha transportasi online ini. Hal ini dikarenakan usaha transportasi online sangat mengancam pekerjaan taksi konvensional yang membuat konsumen lebih memilih usaha berbasis digital.
      Tetapi, walaupun ada banyak masalah yang didapati, kita tidak bisa berbohong dengan adanya kendaraan online ini membuat banyak manfaat bagi masyarakat. Yang paling utama dapat menghilangkan pengangguran dan kemacetan yang ada di kota-kota besar. Di lain pihak si konsumen lebih puas dengan servis yang diberikan dan juga harga yang murah. Untuk masalah kelegalan atau tidak itu kembali kepada kebijakan pemerintah untuk menindak dengan tegas. Kalau misalkan memang tidak memenuhi Undang-Undang mau tidak mau harus diberikan sanksi yang berat. Dan masalah dengan Blue Bird, Express, dan angkutan lainnya seharusnya mengevaluasi diri. Memberikan pelayanan dan sesuatu keistimewaan yang berbeda dari transportasi online harus dilakukan untuk bisa bersaing secara sehat. Bukannya melakukan demonstrasi yang membuat kerugian umum. Padahal apabila permasalahannya kurang konsumen itu tidaklah benar, karena perbandingan antara 1000 orang dan taksi yang ada di Jakarta sangatlah sedikit dari pada kota-kota lain seperti data di bawah ini :
Hal ini terbukti bahwa masih banyak kesempatan untuk bersaing secara sehat dengan transportasi online lainnya. Dan dengan persaingan yang sehat diharapkan taksi konvensional dapat berinovasi dan memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.