Wacana Penerapan Penghapusan Kelas BPJS Kesehatan
Saat ini pemerintah sedang mematangkan rencana untuk menghapus kelas BPJS Kesehatan yang saat ini terdiri dari tiga kelas perawatan, yaitu kelas I, II, dan III menjadi hanya satu kelas standar. Hal ini didasarkan pada kebijakan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Secara implisit pada Pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa "Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas."Â
Prinsip asuransi sosial sendiri terdiri dari empat prinsip, yaitu kegotongroyongan antara yang kaya dan miskin, kepesertaan yang wajib dan bersifat selektif, iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan, dan bersifat nirlaba. Sedangkan prinsip ekuitas merupakan kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak berkaitan dengan besaran iuran yang telah dibayarkan.Â
Secara eksplisit dalam Pasal 23 ayat (4) UU SJSN menyatakan bahwa "Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar." Dapat terlihat bahwa dalam kenyataannya di lapangan pelaksanaan BPJS Kesehatan hingga saat ini belum memenuhi kriteria-kriteria tersebut dan masih terjadi pelanggaran karena saat ini penerapan kelas berdasarkan kemampuan ekonomi menyebabkan adanya diskriminasi dalam mendapatkan pelayanan yang optimal di fasilitas kesehatan dan melanggar prinsip ekuitas. Selain itu, pada awal operasi BPJS Kesehatan belum bisa menerapkan sistem satu kelas standar.
Implementasi pembagian tiga kelas ini juga menimbulkan permasalahan lain yaitu ketika klaim rasio pada peserta kelas I dan kelas II tinggi yang menimbulkan dana yang seharusnya dipakai untuk membiayai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) malah digunakan untuk menutup kelebihan beban peserta kelas I dan II. terlihat bahwa hal tersebut kontraproduktif terhadap tujuan BPJS Kesehatan yang seharusnya menuju kesetaraan pelayanan dan kelas standar.
Pada awal tahun 2020 pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam menerapkan kelas standar dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang pada Pasal 54A yang menyatakan "Untuk keberlangsungan pendanaan Jaminan Kesehatan, Menteri bersama kementerian/ lembaga terkait, organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan melakukan peninjauan Manfaat Jaminan Kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat bulan Desember 2020." dan Pasal 54B "Manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54A diterapkan secara bertahap sampai dengan paling lambat tahun 2022 dan pelaksanaannya dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan tata kelola Jaminan Kesehatan." Namun, kebijakan ini direncanakan akan baru dilakukan pada tahun 2022 dan paling lambat pada 1 Januari 2023 yang berarti tidak sesuai dengan Perpres  Nomor 64 Tahun 2020.
Kriteria RS se-Indonesia untuk Menerapkan Kelas Standar BPJS Kesehatan
Menurut Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien "Untuk menuju kelas tunggal tersebut, maka membutuhkan waktu terkait konsep dan spesifikasi kelas standar, kesiapan RS, pendanaan, maupun harmonisasi regulasi. Sehingga proses tersebut akan dilaksanakan bertahap. Untuk tahap awal, akan ditetapkan dua kelas standar dulu dimulai 2021-2022, setelah itu kita evaluasi dulu, barulah di 2024 mulai kelas tunggal," dikutip dari detikcom, Kamis (31/12/2020).
Adapun kriteria RS se-Indonesia untuk penerapan tahap awal kelas tunggal BPJS Kesehatan yang dimulai 2021-2022 yang dipaparkan oleh Tubagus Choesni selaku Ketua DJSN yang dikutip dari laman CNBC Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Setiap RS di Indonesia menyiapkan kamar untuk dua kelas kepesertaan program, yaitu kelas Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan kelas non-Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI). Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai Non-PBI.
2. Kamar untuk peserta PBI memiliki minimal luas per tempat tidur sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan.
3. Kamar untuk peserta Non-PBI memiliki luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan.
Selain 3 kriteria di atas, terdapat 9 kriteria yang harus dipenuhi untuk kedua kelas peserta PBI maupun non-PBI, yaitu:
1. Bahan bangunan tidak boleh memiliki porositas yang tinggi.
2. Jarak antar tempat tidur 2,4 meter. Antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter, dengan standar tempat tidur semi elektrik.
3. Disediakan satu nakas atau meja kecil per tempat tidur.
4. Â Suhu ruangan antara 20-26 derajat celcius.
5. Kamar mandi di dalam ruangan. Kamar juga memiliki standar aksesibilitas, misalnya memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda, dilengkapi pegangan rambat (handrail), dan sebagainya.
6. Â Rel pada tirai dibenamkan atau menempel di plafon dan bahan tidak berpori.
7. Â Menjamin pertukaran udara untuk mekanik minimal pertukaran 6 kali per jam untuk ventilasi alami
8. Mengoptimalkan pencahayaan alami. Jika pencahayaan buatan, maka intensitas pencahayaannya 250 lux untuk penerangan dan 50 lu untuk tidur.
9. Setiap tempat tidur dilengkapi dengan; minimal dua stop kontak dan tidak boleh percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus, outlet oksigen, dan nurse call yang terhubung dengan perawat
Banyaknya kriteria yang harus dipenuhi tersebut membuat RS se-Indonesia membutuhkan penyesuaian dalam hal kesiapan untuk melaksanakan tahap awal Kelas Tunggal BPJS Kesehatan yang diproyeksikan tahun 2022.
Kesiapan RS se-Indonesia untuk Menerapkan Kelas Standar BPJS Kesehatan
Melihat cukup banyaknya kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit sebelum menerapkan kelas standar maka BPJS Kesehatan harus meninjau ulang kesiapan Rumah Sakit se-Indonesia. Hal yang harus menjadi pertimbangan adalah masih tingginya kesenjangan fasilitas antara rumah sakit di kota besar dan di daerah.Â
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bersama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan melakukan simulasi self assessment kepada 256 rumah sakit di daerah Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Jambi sebagai responden. Dari self assessment tersebut dinyatakan bahwa 86% rumah sakit yang menjadi responden secara prinsip sudah siap untuk menjalankan kelas standar dan hanya membutuhkan perbaikan infrastruktur skala kecil.Â
Akan tetapi, untuk mengatakan bahwa seluruh rumah sakit sudah siap untuk menerapkan kelas standar merupakan hal lain yang harus diikuti dengan segudang data dan pengecekan secara langsung baik secara fasilitas dan operasional karena kerugian rumah sakit bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi ketika kelas standar diterapkan.Â
Pasalnya, biaya operasional setiap rumah sakit berbeda terutama antara rumah sakit di daerah dan kota besar. Selain itu, dibutuhkan juga sosialisasi terkait kriteria kelas standar kepada rumah sakit yang menerima BPJS Kesehatan.Â
Penerapan kelas standar ini juga harus melihat potret kondisi rumah sakit yang masih disibukkan dengan pandemi Covid-19. Penyesuaian skala kecil pun menjadi penting untuk diregulasi secara teknis karena, jumlah maksimal tempat tidur pasien dalam satu ruangan dan jarak tempat tidur menjadi salah satu kriteria kesiapan rumah sakit dalam menerapkan kelas standar agar setiap perubahan yang bertahap ini tidak akan mempengaruhi performa rumah sakit untuk menampung pasien Covid-19 secara drastis.
Penerapan kelas standar sebagai tahap awal kelas tunggal BPJS Kesehatan sudah di depan mata, namun kesiapan RS se-Indonesia yang belum jelas ditambah dengan Covid-19 yang kian tak selesai, memunculkan pertanyaan 'apakah penerapan kelas standar merupakan hal yang tepat dilaksanakan di tahun 2022?
Artikel Ini ditulis oleh Siti Naziyati dan Alda Fuji Yahmi.
Referensi :
CNBC Indonesia, 2021. Simak! Konsep Kelas Standar BPJS Kesehatan & Kesiapan RS. [online] Available at: <https://www.cnbcindonesia.com/news/20211002124902-4-280888/simak-konsep-kelas-standar-bpjs-kesehatan-kesiapan-rs> [Accessed 18 November 2021].
Yanwardhana, E., 2020. Batal 2021, Penghapusan Kelas BPJS Kesehatan Molor ke 2022. CNBC Indonesia, [online] Available at: <https://www.cnbcindonesia.com/news/20201231134412-4-212779/batal-2021-penghapusan-kelas-bpjs-kesehatan-molor-ke-2022> [Accessed 18 November 2021].
Manafe, D., 2020. DJSN: Penghapusan Kelas JKN-KIS Butuh Kesiapan RS. Berita Satu, [online] Available at: <https://www.beritasatu.com/kesehatan/645099/djsn-penghapusan-kelas-jknkis-butuh-kesiapan-rs> [Accessed 18 November 2021].
Merdeka.com, 2021. Perhimpunan RS Seluruh Indonesia: Penghapusan Kelas BPJS Jangan Beratkan RS. [online] Available at: <https://m.merdeka.com/khas/perhimpunan-rs-seluruh-indonesia-penghapusan-kelas-bpjs-jangan-beratkan-rs-wawancara-khusus.html> [Accessed 18 November 2021].
Kontan, 2021. Pengumuman! Penggabungan kelas BPJS Kesehatan batal dilakukan tahun ini Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Pengumuman! Penggabungan kelas BPJS Kesehatan batal dilakukan tahun ini", Klik untuk baca: https://newssetup.kontan.co.id/news/pengumuman-penggabungan-kelas-bpjs-kesehatan-batal-dilakukan-tahun-ini. Editor: Barratut Taqiyyah Rafie. [online] Available at: <https://newssetup.kontan.co.id/news/pengumuman-penggabungan-kelas-bpjs-kesehatan-batal-dilakukan-tahun-ini> [Accessed 18 November 2021].
Hasibuan, L., 2020. Ini Perkiraan Iuran & Kriteria Kelas Standar BPJS Kesehatan. CNBC Indonesia, [online] Available at: <https://www.cnbcindonesia.com/news/20201114091737-4-201807/ini-perkiraan-iuran-kriteria-kelas-standar-bpjs-kesehatan> [Accessed 18 November 2021].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H