Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UGM
KASTRAT BEM FEB UGM Mohon Tunggu... Penulis - Kabinet Harmoni Karya

Akun Resmi Departemen Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kompleksitas Pemberlakuan Kebijakan dalam Menghadapi Uncertainty pada Masa Pandemi

12 Agustus 2020   23:15 Diperbarui: 13 Agustus 2020   00:17 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"In every example, cause and effect are clear; however, they occurred considerably apart in space and time." (John C. Shwaw 2003)

"Such decisions are made straight from the gut" (John F. "Jack" Welch ,the long-time CEO of General Electric. in Akerlof 2009)

Sejak tahun 2019, sudah diperkirakan perekonomian dunia di tahun 2020 akan menghadapi uncertainty (International Monetary Fund 2020). Hal ini tidak lepas dari perang dagang yang terjadi pada tahun 2019 antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. 

Namun, siapa sangka tahun ini pandemi COVID-19 muncul di muka bumi. Pembuat kebijakan pun mulai bergerak, tapi entah kenapa banyak yang merasa kebijakan yang dibuat tidak sepenuhnya berhasil. Adakah yang salah dengan kebijakan yang ditetapkan? Atau justru cara berpikir kita yang salah dalam  memahami kebijakan?

Keadaan di Indonesia memang serba sulit sekarang. Pada 28 Juni 2020, pertambahan penemuan pasien positif di Indonesia kembali mencapai rekor dengan jumlah penemuan 1.385 kasus positif baru (Prabowo 2020). Sebelumnya, rekor tertinggi tercatat pada tanggal 18 Juni 2020 dengan jumlah pertambahan kasus positif sebesar 1.331 kasus baru. 

Di sisi lain, kita juga berhadapan dengan fakta rendahnya indikator tingkat perekonomian. Hal ini bisa dilihat pada tingkat inflasi tahunan pada bulan Mei 2020 (peningkatan harga dari Mei 2019 ke Mei 2020) yang hanya sebesar 2.19%  (Bank Indonesia 2020). Hal ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan inflasi tahunan bulan Maret dan April yang sebesar 2.67% dan 2.96%.

Meskipun tingkat pengangguran Indonesia terhitung rendah pada bulan Februari 2020 sebesar 4,8% (Badan Pusat Statistik 2020), mengingat data pengangguran Indonesia diambil dua kali dalam setahun pada Februari dan Agustus. 

Akan tetapi, menurut Kamar Dagang Industri (Kadin), jumlah pekerja yang di-PHK mencapai puluhan juta pekerja--melebihi dari perkiraan pemerintah (Thertina 2020). Adapun untuk pertumbuhan PDB pada kuartal pertama tahun ini adalah sebesar 2,97% yang juga meneruskan tren negatif yang dialami Indonesia sejak tahun lalu (CEIC 2020).

Psikologi Masyarakat Indonesia

Selain itu, Indonesia juga sedang menghadapi berbagai isu negatif. Hal ini bisa mengganggu kondisi psikologis dari masyarakat Indonesia. Sebenarnya ada beberapa hal lagi untuk diperhatikan yang dapat memperluas cara berpikir kita dalam menganalisis pembuatan dan dampak dari implementasi para pembuat kebijakan.

Menurut Shaw (2003), pemberlakukan kebijakan akan mengalami lag dikarenakan social forces dengan pembentukan kebijakan dan juga peraturan terpisah melalui ruang dan waktu yang amat jauh. Mungkin karena itulah pemerintah seringkali dianggap lamban dalam membuat kebijakan. 

Menurut Greenspan (2013), dalam melihat realita perekonomian tidak selalu dilihat dari sekedar perhitungan. Bahkan menurut Akerlof dan Shiller (2009), ekonometrika terkadang tidak bisa menjelaskan peristiwa ekonomi secara sempurna. Ada beberapa kompleksitas yang terjadi pada fakta-fakta dilapangan yang mungkin bisa menjawab mengapa mungkin kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pemerintah.

Sebenarnya pemikiran ini tidaklah baru-baru ini muncul. Justru John Maynard Keynes lah yang pertama kali memperkenalkannya dengan istilah animal spirit (nafsu hewani). 

Menurut Keynes (1997), perilaku manusia tidak selalu berdasarkan hitung-hitungan yang dilakukan, tetapi juga dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari seperti optimisme dan ketakutan. Maka dari itu keadaan perekonomian juga dipengaruhi oleh atmosfer sosial dan politik. Kerangka berpikir ini sungguhlah terkenal.

Kebijakan Penetapan BI 7DRR (Target Suku Bunga Pasar)

Pada bulan Juni 2020, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menurunkan BI7DRR (Bank Indonesia 7 days Reverse Repurchase) rate ke angka 4.25%. Setelah selama tiga bulan sebelumnya BI menetapkan angka yang sama yaitu 4.5% (Bank Indonesia 2020). Singkatnya, BI7DRR adalah suku bunga acuan yang ditentukan oleh BI. 

Hal ini menunjukan sebagai bentuk upaya BI untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan memberikan sinyal bahwa perekonomian Indonesia sedang membaik dengan tidak membuat masyarakat khawatir. Mungkin kedepannya jika memang perlu, BI akan kembali menurunkan target tingkat bunganya, tapi tentunya dengan perlahan (seperti proses transisi pada tingkat tenor 4,5% ke 4,25%).

Kebijakan Fiskal

Pemerintah telah mengimplementasikan program kartu pra-kerja dan subsidi untuk perumahan rakyat melalui skema Subsidi Selisih Bunga (SSB). 

Pada 14 Maret 2020, stimulus fiskal kembali diumumkan, di antaranya adalah relaksasi pajak pertambahan nilai dan juga pajak penghasilan (bagi sektor yang terkena dampak, tapi hanya untuk yang bergaji dibawah Rp200 juta perbulan, tidak akan dikenakan pajak penghasilan). Selain itu juga ada kenaikan restitusi maksimum pajak (Anjaeni dan Hidayat 2020).

Pada 30 Maret 2020, rencana defisit APBN diperlebar, menurut Undang-Undang keuangan negara maksimal defisit anggaran APBN adalah sebesar 3% dari PDB, Akan tetapi, dengan adanya pandemi, ditandatanganilah Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) oleh Presiden Jokowi, sehingga angka defisit maksimal sebesar 5% dari PDB atau sebesar 859.2 triliun saat itu dana yang dianggarkan sebesar 405 Triliun. (Bardan 2020)

Pada Juni 2020, dana penanganan COVID-19 sendiri diperbesar menjadi Rp677.2 triliun. Akibatnya, diperkirakan defisit anggaran akan mencapai Rp1039 triliun. Maka dari itu, defisit anggaran sekali lagi diperlebar ke angka 6.32% terhadap PDB. 

Bantuan ini dianggarkan untuk bantuan keamanan sosial, subsidi bunga dan kredit bagi UMKM, tentunya juga untuk sektor kesehatan. Tidak ketinggalan pemerintah juga akan memberikan insentif untuk BUMN. Lebih lanjut, akan dibuat Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2020 agar langkah pelebaran defisit menjadi 6.32% bisa dijalankan dan tidak terhalangi Perpu (Bardan 2020).

Sayangnya job uncertainty dapat mempengaruhi efektivitas dari kebijakan fiskal (Blanchard 2017). Dengan ini, konsumen akan tetap ragu untuk membelanjakan uangnya dalam jumlah yang tinggi. Tidak aneh bila permintaan domestik tetaplah lesu. Efek ini juga dipengaruhi oleh salah satu penyebab keberadaan dari animal spirit yaitu stories atau cerita-cerita yang berada di masyarakat. 

Menurut Akerlof dan Shiller (2009), cerita yang beredar di masyarakat ternyata dapat mempengaruhi tingkah laku konsumen. Isu negatif yang beredar di masyarakat dapat memperburuk keadaan, dikarenakan dapat membuat masyarakat menjadi takut. Sebut saja seperti teori konspirasi unik perihal pandemi yang merujuk kemungkinan diciptakan dengan sengaja untuk membasmi populasi.

Bantuan Sosial

Pemerintah juga memberikan bantuan sosial yang cocok dengan kondisi saat ini. Meskipun kepercayaan diri dan kemampuan daya beli masyarakat dan perusahaan menguat, mereka pun akan terkekang. Karena tidak semua jenis usaha bisa menjalankan work from home. 

Kebijakan yang diambil adalah peningkatan anggaran PKH (Program Keluarga Harapan) menjadi Rp37.4 triliun dari sebelumnya Rp29.13 triliun. Skemanya juga akan diubah dari tiga bulan sekali menjadi sebulan sekali mulai April 2020. Target PKH untuk program ini pun meningkat sebanyak 800.000 KPM (Keluarga Penerima Manfaat) (Anjaeni dan Hidayat 2020).

Pemerintah telah mencairkan anggaran sebesar Rp14 triliun untuk kartu sembako. Target penerima kartu sembako juga meningkat dari 15,2 juta hingga 20 juta KPM. Nilainya pun bertambah dari Rp150.000/bulan menjadi Rp200.00/bulan. 

Ditambah lagi target penerima kartu pra-kerja juga akan ditingkatkan sebanyak 5,6 juta orang dari anggaran yang dikucurkan sebesar Rp20 triliun. Diharapkan dengan adanya kartu ini masyarakat akan bisa bersaing di pasar tenaga kerja melalui pelatihan yang diberikan. Sasaran program ini adalah untuk pegawai kelas rendah yang ingin meningkatkan skill-nya.

Adanya bantuan tersebut diharapkan masyarakat dapat langsung merasakan manfaatnya, meskipun kebijakan fiskal dan moneter akan mengalami lag dalam implementasinya.

Belum lagi hasil bantuan akan terdistorsi karena semua tergantung lagi kepada agen ekonomi mau bertindak seperti apa. Tindakan yang dilakukan agen ekonomi selain dipengaruhi rasionalitas pada ekspektasi yang akan terjadi di masa depan juga bisa dipengaruhi oleh nafsu hewani. Hal ini tentunya membuat upaya untuk menentukan kebijakan yang tepat akan sulit.

Perspektif yang jarang dibahas (Quantitative Easing Vs Credit Easing)

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh bank sentral untuk menstimulasi perekonomian. Contohnya dengan meningkatkan uang yang dipegang oleh perbankan dengan harapan dapat menurunkan biaya untuk meminjam uang (konsep dasar permintaan dan penawaran bisa gunakan, dalam hal ini investor dan konsumen adalah peminta pinjaman dari dana pinjaman yang ditawarkan oleh perbankan). 

Pada umumnya, jika bank sentral ingin menstimulasi perekonomian, mereka akan mengumumkan bahwa suku bunga acuan (suku bunga yang diarahkan arah geraknya, dalam hal ini saat suku bunga acuan diturunkan, diharapkan biaya peminjaman investor pada bank turun) akan diturunkan.

Singkatnya, quantitative easing merupakan penambahan jumlah uang yang dipegang oleh perbankan yang diakibatkan oleh operasi pasar terbuka oleh bank sentral. Menurut Mishkin (2016), hanya karena sudah meningkatnya jumlah uang yang dipegang oleh perbankan, bukan berarti sudah pasti terjadi credit easing. 

Credit easing yang dimaksud dalam konteks ini adalah pertambahan peminjaman uang oleh investor dan konsumen. Hal ini tentunya dikarenakan belum pulihnya kepercayaan diri masyarakat dari keberadaan uncertainty. Lebih lanjut, hal tersebut belum tentu mengakibatkan pertambahan peminjaman uang dan investasi. Padahal, tujuan utama dari quantitative easing adalah menstimulasi perekonomian dengan meringankan biaya investasi.

Jika memang kepercayaan diri dari masyarakat rendah. Maka, tentunya hal ini akan memperburuk keadaan. Investor pun tanpa pikir panjang akan langsung memutuskan untuk menunda investasi. Bila dilihat lebih dalam lagi, meskipun investor merasa percaya diri perekonomian akan membaik, kegiatan investasi seperti pembangunan pabrik baru akan tetap sulit dilakukan pada masa seperti ini, apalagi jika masa transisi tidak dilakukan.

Menilik problematika yang telah dibahas, kita melihat betapa kompleksnya penentuan maupun dampak dari kebijakan yang diberlakukan di Indonesia. Apalagi mengenai kabar vaksin COVID-19 yang kunjung belum muncul. Masyarakat juga tidak bisa disalahkan jika tidak memiliki confidence yang cukup. 

Hal yang dapat dilakukan masyarakat adalah dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang memperburuk kepercayaan pasar, contohnya dengan tidak menyebar pesan kebencian. Belum lagi tindakan saling ejek dan merendahkan baik oleh masyarakat maupun pejabat yang seyogyanya berasal dari sifat kesombongan dan merasa benar sendiri.

"Jika manusia berbuat sesuka hati, maka perlu diragukan kepemilikan jiwa mereka. Karena berbuat sesuka hati adalah bagian dari insting primitif dalam diri manusia, salah satu kondisi atau sentimen purba yang tak terpisahkan dan turut membentuk karakter seorang manusia." Edgar Allan Poe (2015)

Lagi pula saling mengejek dan menyerang tidak akan membuahkan hasil positif. Apa yang didapat hanyalah rasa benci yang semakin menguasai diri. Semoga baik masyarakat dan pembuat kebijakan lebih bijak dalam bertingkah laku agar demi kebaikan bangsa dan negara Indonesia.

Referensi:
Akerlof, George A., and Robert J. Shiller. 2009. Animal Spirits: How Human Psychology Drives the Economy, and Why It Matters for Global Capitalism. Fourth Printing edition. Princeton: Princeton University Press.

Anjaeni, Rahma, and Khomarul Hidayat. 2020. "Sederet Bantuan Sosial Pemerintah untuk Redam Dampak Corona." Kompas. April 28, 2020.

Badan Pusat Statistik. 2020. "Februari 2020: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sebesar 4,99 Persen." Badan Pusat Statistik. 2020.

Bank Indonesia. 2020. "BI 7-Day Repo Rate Data - Bank Sentral Republik Indonesia." Bank Indonesia. 2020.

---------. 2020. "Data Inflasi - Bank Sentral Republik Indonesia." Bank Indonesia. 2020.

Bardan, Abdul Basith. 2020. "Defisit APBN 2020 melebar hingga 6,34% dari PDB, pemerintah revisi Perpres 54/2020." Kontan. June 3, 2020.

Blanchard, Olivier. 2017. Macroeconomics. 7 edition. Boston: Pearson.

CEIC. 2020. "Indonesia Real GDP Growth [1994 - 2020] [Data & Charts]." 2020.

Greenspan, Alan. 2013. The Map and the Territory: Risk, Human Nature, and the Future of Forecasting. First Edition edition. New York: Penguin Press.

International Monetary Fund. 2020. "World Economic Outlook Update, January 2020: Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?" International Monetary Fund. January 202.

Keynes, John Maynard. 1997. The General Theory of Employment, Interest, and Money. Reprint edition. Amherst, NY: Prometheus.

Mishkin, Frederic S. 2016. The Economics of Money, Banking and Financial Markets. 11 edition. Boston: Pearson.

Poe, Edgar Allan. 2015. 7 Kisah klasik Edgar Allan Poe. 1st ed. Yogyakarta: Diva Press.

Prabowo, Dani. 2020. "Rekor Baru Kasus Covid-19 | Kata Pemerintah Soal Indonesia Jadi Hotspot Covid-19." Kompas. June 28, 2020.

Shaw, John C. 2003. Corporate Governance and Risk: A Systems Approach. 1 edition. Hoboken, N.J: Wiley.

Thertina, Martha Ruth. 2020. "Memprediksi Lonjakan Jumlah Pengangguran RI Imbas Corona." Katadata. May 6, 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun