Mohon tunggu...
Kastrat BEM UI 2021
Kastrat BEM UI 2021 Mohon Tunggu... Mahasiswa - BEM UI 2021

Akun Kompasiana Departemen Kajian Strategis BEM UI 2021. Tulisan akun ini bukan representasi sikap BEM UI 2021 terhadap sebuah isu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Digitalisasi Aktivitas Seksual dan Bahaya yang Mengintainya

22 Desember 2021   21:00 Diperbarui: 22 Desember 2021   21:01 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ditulis oleh

Oktavian

Memasuki era digital, perkembangan teknologi digital secara membuat adanya perubahan yang berdampak pada bagaimana cara masyarakat berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi satu sama lain (Adhiarso, D., 2018). Teknologi pun tidak terlepas dari berbagai aktivitas kehidupan masyarakat, termasuk aktivitas seksual. Salah satu yang kerap dikaitkan dengan digitalisasi aktivitas seksual adalah sexting yaitu tindakan atau praktik pengiriman foto atau pesan seksual (sext) melalui ponsel (Oxford Dictionaries, 2021). Secara etimologis, sexting sendiri merupakan akronim atau kontraksi dari dua kata bahasa asing yaitu sex (seks) dan texting (pesan singkat). Praktik pengiriman foto atau video vulgar ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan/atau menciptakan gairah seksualitas seseorang (Cambridge Dictionary, 2021). Namun, dalam pelaksanaanya ternyata sexting mengalami banyak masalah terutama ketika mulai masuk di Indonesia. Lantas, apa sajakah problematika tersebut?

Kegiatan sexting menurut di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi atau biasa dikenal dengan UU Pornografi. Pornografi sendiri diartikan sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat (Pasal 1 ayat (1) UU Pornografi). Dari definisi tersebut dapat dikategorikan kegiatan sexting baik foto, video, maupun teks dikategorikan pornografi apabila konten tersebut melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat (Josua Sitompul, 2018). Diatur lagi dalam dalam Pasal 4, UU Pornografi secara substantif mengatur larangan perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

  1. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

  2. kekerasan seksual;

  3. masturbasi atau onani;

  4. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

  5. alat kelamin; atau

  6. pornografi anak

Namun, terdapat pengecualian dalam Pasal 4 ini apabila adanya persetujuan (consent) dari kedua belah pihak untuk melakukan perekaman video dan foto. Pengecualian tersebut juga berlaku apabila pengambilan dan penyimpanan konten pornografi hanya digunakan untuk kepentingan sendiri bukan dijadikan sebagai konsumsi teman dekat apalagi publik. Secara legalitas dapat disimpulkan bahwa persetujuan adalah hal yang sangat vital dalam menentukan apakah perbuatan sexting termasuk pelanggaran atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun