Lantas siapakah yang harus bertanggung jawab atas hal ini? Negara memiliki kewajiban untuk menjamin hal tersebut seperti yang tertulis pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Hal tersebut termasuk perubahan iklim, terkait hal ini Indonesia secara spesifik telah mengatur terkait perubahan iklim yang terdapat di UU 31/2009, yang mengatakan bahwa pemerintah wajib melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Upaya adaptasi dan mitigasi climate change merupakan salah satu agenda utama dalam tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-13 pada tahun 2030. Mitigasi adalah usaha pengendalian untuk mengurangi resiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan gas rumah kaca dari berbagai sumber emisi, sedangkan adaptasi adalah suatu proses untuk memperkuat dan membangun strategi antisipasi dampak perubahan iklim serta pelaksanaannya sehingga mampu mengurangi dampak negatif dan mengambil manfaat positifnya [7].
Dalam menghadapi isu ini, Indonesia telah mengesahkan Nationally Determined Contribution (NDC) pada Paris Agreement yang dicantumkan pada UU Nomor 16 Tahun 2016. NDC merupakan komitmen setiap negara terhadap Paris Agreement ke United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Indonesia sepakat untuk menurunkan laju emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional dari level Business as Usual pada 2030. Kemudian pada tahun 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyampaikan dokumen enhanced NDC yang menetapkan kebijakan-kebijakan nasional terkait perubahan iklim. Hal ini berisi penguatan target NDC menjadi 31,89 persen secara mandiri dan 43,2 persen dengan bantuan luar negeri [8].
Untuk jangka panjang Indonesia telah menyusun Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LSTLCCR) 2050 [9]. Hal ini ditujukan sebagai bentuk komitmen Indonesia mendukung transisi keberlanjutan menuju ekonomi rendah karbon, pemulihan pasca pandemi COVID-19, serta keadilan global. Pemerintah percaya bahwa langkah ini merupakan kesempatan untuk memulai fase transisi yang mengarah pada transformasi pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara keseluruhan. Namun, untuk mencapai target-target tersebut diperlukan biaya yang sangat besar, terutama sektor energi dan transportasi, serta kehutanan (Third Biennial Update Report KLHK, 2021). Estimasi biaya berdasarkan Laporan Third Biennial Update Report yang dikeluarkan oleh KLHK pada tahun 2021 mencapai Rp4.000 triliun rupiah hingga tahun 2030 [10].
Penutup
Perkembangan teknologi sudah berlangsung selama berabad-abad dengan berbagai penemuan yang hadir untuk mempermudah aktivitas manusia dalam berbagai sektor seperti industri, transportasi, ekonomi, dan lain sebagainya. Namun sayangnya hal ini meninggalkan jejak negatif berupa emisi GHG. Data yang ada menyebutkan bahwa negara dengan level pendapatan per-kapita menengah hingga tinggi merupakan penghasil utama emisi GHG dunia. Melihat dari hal ini, negara termasuk konstitusi di dalamnya harus bertanggung jawab atas hal ini, termasuk untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Emisi yang dihasilkan suatu negara merupakan akibat dari penggunaan rakyatnya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, perlu adanya usaha-usaha yang dilakukan pemerintah negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat tanpa menghasilkan substansi-substansi yang dapat mempengaruhi iklim. Beberapa kebijakan telah diimplementasikan untuk memitigasi dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim pada sektor-sektor yang terdampak. Salah satunya adalah energi alternatif energi terbarukan. Hal ini diimbangi pula dengan adaptasi teknologi dan sosial ekonomi. Namun hingga saat ini diketahui bahwa biaya produksi energi terbarukan lebih mahal dibanding energi konvensional. Untuk kedepannya, pemerintah pada bidang research and development perlu untuk mengembangkan energi terbarukan dengan biaya produksi yang lebih rendah. Untuk perkembangan jangka panjang energi terbarukan, pemerintah perlu memiliki komitmen dan kontrol yang baik, serta capaian jangka panjang yang dapat mendampingi negara berkembang dalam implementasi energi terbarukan pada sektor energi negara.
Referensi :
Edvin A, Mimin K, Budiman. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia [Internet]. Jakarta: BMKG; 2011. Available from: https://www.researchgate.net/profile/Edvin-Aldrian/publication/309721670_Adaptasi_dan_Mitigasi_Perubahan_Iklim_di_Indonesia/links/581ec39c08aea429b295db6b/Adaptasi-dan-Mitigasi-Perubahan-Iklim-di-Indonesia.pdf
Junarto, M. Mitigasi Perubahan Iklim dan Dampak Pengelolaan Sumber Daya Agraria: Wawasan dari Indonesia. Tunas Agraria. 2023 Sep 13;6(3):237–54.
Cahya, W. “Hujan Bulan Juni”: Sebuah Ancaman Perubahan Iklim [Internet]. DJPb | Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI. 2023 [cited 2024 Feb 22]. Available from: https://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/lainnya/opini/4046-
United Nations. What Is Climate change? [Internet]. Climate Action. United Nations; 2023. Available from: https://www.un.org/en/climatechange/what-is-climate-change
Ritchie H, Roser M. CO2 emissions [Internet]. Our World in Data. 2020. Available from: https://ourworldindata.org/co2-emissions
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!