Pergantian status dari SISWA menjadi MAHASISWA tentu adalah hal yang membanggakan dan sangat ditunggu oleh setiap pelajar tingkat akhir sekolah menengah atas/kejuruan yang ‘mampu’ untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, mahasiswa adalah simbol kebebasan, bebas berfikir, bebas berekspresi, bebas berbuat apa saja dan banyak bebas bebas lainnya.
Setiap tahunnya pelajar yg telah lulus pendidikan SMA/K antusias mengajukan lamaran ke universitas dan sejenisnya, ketika dinyatakan lulus, para mahasiswa baru ini wajib mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan kampus, banyak nama untuk kegiatan ini; Ospek adalah sidikit dari ragamnya penamaan kegiataan ini. Dimasa sekarang ini memang sudah banyak perguruan tinggi yang mengemas Ospek menjadi kegiatan yang asik dan menarik dan mungkin sudah bernafaskan pemikir, tapi di beberapa universitas, Ospek masih menjadi arena unjuk jago para senior, mereka memperlakukan adiknya itu tak selayaknya kakak memperlakukan adiknya, tak ada kasih sayang kakak-adik lagi di universitas seperti ini, mereka memperlakukan adiknya itu layaknya Majikan ke Budak, layaknya Belanda memperlakukan buruh buruh tebu pribumi di tahun 20-30an. Mereka sangat FEODAL, senioritas adalah segalanya, para senior ini memandang mahasiswa baru tak lebih dari sekedar OBJEK, sehingga mereka bisa sepuasnya mem-bully mahasiswa baru tersebut, sedikit sekali mahasiswa senior di lingkungan universitas seperti ini yang masih menganggap mahasiswa baru adalah SUBJEK, sehingga patut dijaga dan sebisa mungkin dibantu selama masa ospeknya dan kedepannya perkuliahan mereka.
Dimasa sekarang entah apa yang menjadi semangat ospek berbau kekerasan ini masih ada, mungkin jika ospek semacam ini terjadi dimasa penjajahan masih dapat lah untuk dimaklumi, karena dimasa itu para pemikir berada dalam tekanan penjajah, tapi dimasa sekarang, dimasa merdeka, pemikir telah bebas dari segala tekanan, kebebasan berfikir dan berpendapat adalah hal yang dijunjungi tinggi hampir disemua negara, jadi tak ada alasan lagi para calon pemikir-pemikir ini mendapat perlakuan kasar di lingkungan tempat ia menuntut ilmu, apalagi sampai menyebabkan luka serius bahkan kematian. Menurut saya yang lebih parah lagi dari ospek semacam ini adalah efek psikis, mahasiswa baru yang mendapat perlakuan kasar bukan tidak mungkin akan trauma dengan kampus nya sehingga ia enggan untuk melanjutkan studi nya di universitas tersebut.
Pihak universitas harus serius menghadapi persoalan ini, sanksi keras harus dijatuhkan kepada senior-senior sok kuasa seperti ini, Drop Out adalah solusi menurut ku, karena dengan drop out mahasiswa-mahasiswa seperti ini akan berfikir seribu kali kalau ingin memperlakukan kasar juniornya. Seperti kata Tan Malaka “Masyarakat sekarang ialah akibat yang lampau. Masyarakat yang akan datang ialah akibat dari yang sekarang”, jangan sampai hal semacam ini membuat generasi masa depan hanya jago fisik, tapi minim otak, kini dunia kian maju, para calon sarjana ini tak bisa lagi hanya dituntut dapat bersaing secara nasional, tapi sudah harus bersaing secara internasional, kampus harus bisa menghasilkan sarjana pemikir, bukan sarjana sarjana martir, karena bukan tidak mungkin jika hal ini terus berlangsung kelak ketika lapangan kerja tak lagi mengenal batas negara, sarjana sarjana indonesia hanya bisa menjadi pekerja rendahan, bahkan penganguran di negaranya.
Terakhir saya ingin mengutip kalimat dari tokoh yang saya kagumi, seorang mahasiswa idealis yang sangat humanis, tokoh mahasiswa ’66 yang menumbangkan rezim Soekarno, Soe Hok Gie : “Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.”
RISKY KASMAJA, Mahasiswa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H