Mohon tunggu...
Kasmarani Rochimah
Kasmarani Rochimah Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswi Jur. Gizi Poltekes Depkes Palembang. Menyukai hal-hal yang simpel dan nggak ribet..

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kalo Anak Gizi Buruk Kenapa Mesti Malu?

10 Maret 2010   14:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:30 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa bulan yang lalu kami mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapangan Perencanaan Program Gizi (PPG). Kegiatan ini banyak mengajarkan kami tentang keselarasan antara teori dan praktek di lapangan. Sebelum membuat Perencanaan Program Gizi, kami diwajibkan untuk menggali data tentang faktor-faktor yang mempengaharui status gizi balita di beberapa kelurahan dan desa di suatu kecamatan. Senjata kami adalah kuesioner yang berisi banyak pertanyaan tentang faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan status gizi balita, seperti jenis kelamin, usia, status kesehatan, asupan zat gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan ibu dan ayah, tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan ibu, tingkat pekerjaan ayah dan ibu, serta jumlah anggota keluarga.

Ketika dilakukan pengukuran status gizi terhadap balita, didapatkan hasil yang sangat memuaskan di daerah kelurahan dimana angka gizi buruk hampir tidak ada kalopun ada angka nya jauh dibawah ambang batas. Namun di daerah pedesaan masih terdapat angka gizi buruk. Bahkan di satu desa terdapat angka gizi buruk yang cukup tinggi dengan latar belakang keluarga yang miskin.

Mengetahui angka tersebut sang kepala desa tersinggung dan dia meminta kami mengubah angka tersebut. Tapi tidaklah semudah itu, selama dibangku kuliah kami selalu diajarkan untuk bersikap jujur. Moto kami "Boleh salah asal jujur" maksudnya dalam melakukan penelitian kesalahan adalah hal yang wajar dan masih bisa diperbaiki asal diungkapkan secara jujur agar bisa dicari jalan keluarnya.

Kami menawarkan suatu solusi yang cukup cerdik kepada sang kades, yaitu mengganti istilah gizi buruk dengan gizi kurang. Untungnya sang kades setuju. Dan kami pun cepat-cepat berlalu. Sebelum dia berubah pikiran dan kembali mempersulit kami dengan sikap mudah tersinggungnya itu.

Entah apa yang ada dipikiran sang kades. Tidak kah dia tahu bahwa gizi buruk dan gizi kurus itu sama hanya beda istilah saja untuk lebih memperhalus bahasa dan untuk membedakan hasil pengukuran pada indeks BB/TB dan BB/U? dan kenapa dia mesti malu? Kalau selama ini pekerjaan yang dia lakukan itu benar, pastinya angka gizi buruk yang tinggi ini bukan kesalahannya. Seharusnya dia melapor kepada instansi terkait supaya pemerintah memberikan bantuan kepada warganya. Bukankah balita itu generasi penerus bangsa yang harus dilindungi?

Kenapa mesti malu kalo ada anak yang gizi buruk? Inilah tujuan PKL kami, untuk berupaya menciptakan program-program gizi dengan sasaran balita agar mereka semuanya berstatus gizi baik sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Seharusnya sang kades, dinas kesehatan, pemerintahan serta warga setempat mendukung apa yang kami lakukan bukan dengan mempersulit kami atau merusak data yang telah kami kumpulkan.

Siapa yang mesti malu kalo masih terdapat anak yang gizi buruk? Tanggung jawab siapa masalah ini? Kalo kita mencoba menelusurinya, jawaban yang didapatkan sangat beragam dan saling menyalahkan. Malu itu tiada berguna. Hanya akan memperburuk keadaan. Marilah kita bersikap saling terbuka. Dan bekerja sama untuk mencari faktor penyebab dan menentukan solusi yang tepat. Karena masalah gizi adalah masalah yang kompleks dan lintas sektor sehingga diperlukan uluran tangan kita semua untuk memperbaiki kondisi ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun