Damaskus)-Suriah. Kisah ini telah diceritakan dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun. Biasanya saat musim Haji tiba kisah ini kembali diulang.
Teman-teman, tentu pernah mendengar kisah yang sangat meyayat hati dan juga sangat inspiratif  tentang seorang tukang sol sepatu di Damsyik (Izinkan kali ini saya menceritakan kisah ini kembali versi saya.
Alkisah, di tepi kota Dasmaskus. Sudah sejak lama seorang tukang sol sepatu yang bernama Muaffaq sangat ingin menunaikan ibadah haji. Walau Kota Damsyik tidak terlalu jauh dari dengan Kota Mekkah, tetapi dia belum juga kemampuan untuk menunaikan ibadah yang mulia ini.Â
Saban hari Muaffaq menyisihkan uang dari hasil mereparasi sepatu orang-orang di kotanya yang diniatkan untuk berhaji. Setelah dirasakan pundi-pundinya  cukup untuk biaya naik haji, Muaffaq pun berencana naik haji tahun itu.Â
Namun, pada suatu hari menjelang keberangkatannya, istri Muaffaq yang sedang hamil mencium aroma masakan yang sangat enak. Sang istri pun menyampaikan kepada suaminya bahwa dia sangat ingin masakan yang tercium harum itu. Tidak menunggu lama Muaffaq pun menuruti apa kata istrinya. Ia berjalan sambil mengendus aroma seperti kari kambing. Ia terus mengikutinya, makin lama makin dekat. Hingga sampailah Muaffaq di sebuah rumah di ujung kota yang ditinggali oleh seorang janda beserta enam anaknya.Â
Sesampai di sana Muaffaq menyampaikan maksud dan tujuannya.Â
"Ibu, istri saya sedang hamil dan dia ingin memakan makanan dari aroma yang datang dari rumah ini," kata Muaffaq dengan membuang rasa malunya karena harus meminta ke rumah orang. Namun, demi cintanya kepada istri Muaffaq membuang rasa itu. Dia tidak ingin mengecewakan orang yang telah setia mendampingi hidupnya selama ini.Â
"Saya ingin membelinya," Muaffaq menegaskan keinginan kepada ibu pemilik rumah.Â
"Oh, Bapak Tukang Sol Sepatu. Mohon maaf yang sebesarnya." Ternyata Ibu ini mengenal Muaffaq yang hampir setiap hari di lihatnya di sudut pasar melakukan pekerjaannya.
"Makanan yang enak dan beraroma wangi ini, hanya halal untuk keluarga kami. Sementara untuk yang lain haram," lanjut Ibu itu dengan muka serius. "Aku akan senang memberikan ini untuk seorang ibu hamil, tapi ...." batinnya.
"Mengapa demikian, Bu?" tanya Muaffaq penasaran.
"Anak-anakku sudah tiga hari tidak makan, karena tidak ada uang yang kami punya. Tidak ada pilihan lagi bagi kami, beruntungnya tadi pagi aku menemukan seekor bangkai kambing. Kemudian bangkai itu kubuatkan untuk makanan anak-anakku. Masakan dari bangkai inilah yang aromanya sampai ke rumah Tuan."
Mendengar itu hati Muaffaq terenyuh. Dia lantas segera pulang ke rumah dan mengabarkan keadaan itu kepada istrinya. Muaafaq kemudian berembuk dengan istrinya. Mereka kemudian memutuskan uang yang seharusnya untuk naik haji sebesar 350 dirham disedekahkan untuk keluarga ibu dan anak-anak yatim yang diasuhnya. Mereka meminta untuk membelanjakan uang tersebut untuk kebutuhan mereka sehari hari dan mencari pekerjaan.
Muaffaq memutuskan untuk menabung kembali untuk naik haji sampai waktu yang belum bisa dipastikan.
Scene berpindah ke seorang ulama besar yang baru saja menyelesaikan rukun haji di Mekkah. Beliau adalah Abu Abdurrahman Abdullah bin Al Mubarak Al-Hanzhali atau dikenal dengan Abdullah Mubarak (wafat 181 H) seorang ulama besar, ahli fiqih, dan ahli hadis.Â
Setelah melaksanakan ibadahnya Abdullah bin Mubarak tertidur. Dalam tidurnya beliau bermimpi mendengar percakapan dua orang malaikat. Dari percakapan tersebut tersebutlah bahwa yang melaksanakan haji tahun itu adalah 700 ribu orang, tetapi dalam riwayat yang lain disebutkan ada 600 ribu orang. Salah satu malaikat menanyakan berapa orang yang ibadahnya diterima Allah. Malaikat yang satunya menjawab bahwa tidak ada satupun hajinya yang diterima.
Mendengar hal itu Abdullah syok, beliau menangis dalam tidurnya. Coba bayangkan berapa banyak orang yang datang dari seluruh penjuru dunia, menghabiskan banyak tenaga dan biaya. Mendaki gunung, lewati lembah, arungi samudera, tetapi siapa sangka tidak ada satupun ibadahnya yang diterima. Kemudian Abdullah bin Mubarak kembali mendengar lanjutan percakapan dua malaikat tadi.
"Namun, ada satu orang yang meskipun tidak naik haji tetapi ibadah hajinya diterima dan Allah mengampuni dosa-dosanya. Oleh sebab amalannya itu seluruh jemaah haji tahun Allah terima amal ibadahnya."
"Siapakah orang tersebut?" tanya malaikat lain dengan sangat penasaran.
"Orang tersebut adalah Sa'id bin Muaffaq tukang sol sepatu di Damaskus-Suriah."
Sepulang dari melaksanakan ibadah hajinya Syaih Abdullah bin Mubarak, mencari sosok tukang sol sepatu di kota Damaskus. Â Setelah bertanya kepada semua tukang Sol sepatu, akhirnya Abdullah bin Mubarak bertemu dengan Muaffaq yang berpakaian lusuh yang sedang bekerja di tepi kota.Â
Mengetahui yang mencarinya adalah seorang ulama besar, Muaffaq terharu sekaligus gembira. Lantas ia menanyakan maksud dan tujuan mencarinya.Â
Abdullah bin Mubarak kemudian menceritakan perihal mimpinya kepada Muaffaq. Beliau lalu bertanya amalan apa yang dikerjakan Muaffaq sampai Allah memberi pahala yang sangat besar. Dia tidak berhaji, tetapi ibadah hajinya diterima.  Karena amalannya itu juga Allah menerima amalan ibadah haji  yang berjumlah 700 ribu orang di tahun itu.
Mendengar itu Muaffaq tertegun. Dia kemudian bercerita tentang keinginan naik haji sejak lama. Niatnya tertunda karena uang yang seharusnya biaya perjalanan sudah diserahkan kepada seorang janda dan anak-anaknya yang kelaparan di tepi kota.Â
Mendengar kisah itu Abdullah bin Mubarak menangis haru.
"Jika demikian yang engkau perbuat wahai Muaffaq, patut Allah memberimu ganjaran yang luar biasa. Tidak hanya hajimu yang diterima, tetapi Allah juga mengangkat amalan jemaah-jemaah lain yang menunaikan haji. Betapa mulianya Engkau."
Demikianlah kisah yang membuat saya selalu merinding setiap mendengar dan membacanya. Semoga kita dapat mengambil ibrahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H