Mohon tunggu...
M. Kasyful Arifin
M. Kasyful Arifin Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyat Indonesia biasa yang sangat mencintai negaranya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Dunia Remaja bagi Guru Itu Perlu

21 Agustus 2014   17:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:58 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Barangkali dunia remaja sudah tidak relevan lagi bagi saya. Perubahan umur membuat saya mengalami perubahan. Ketertarikan saya kepada sesuatu yang bersifat remaja sudah memudar. Saya tidak lagi tertarik dengan sinetron-sinetron remaja, program tv music show, novel remaja dan lain-lain yang dulu pernah saya suka. Saya sudah tidak lagi hafal nama-nama artis pendatang baru yang digemari remaja.
Namun sebagai guru SMP saya merasa perlu untuk mengenal dunia remaja lagi. Saya mulai belajar menghafal sinetron-sinetron remaja dan para aktrisnya. Saya menjadi mengerti bahwa Cherrybelle itu girlsband sedangkan JKT48 itu idol group, meskipun mereka sama-sama menari sambil menyanyi bukan menyanyi sambil menari. Karena aksi koreografinya lebih ditonjolkan daripada musikalitasnya. Bahkan, yang saya tidak bisa pahami, ada sekelompok remaja yang terlibat perdebatan sengit di dunia maya karena permasalahan idol group bukanlah girlsband biasa. Perdebatan ini terasa lebih penting dari perlu tidaknya mencabut subsidi BBM.
Saya jadi mengenal bahasa-bahasa atau istilah-istilah yang sedang ngetrend di kalangan remaja, yang tak jarang mereka gunakan di kelas. Istilah-istilah itu seringkali bermakna tidak seperti makna sebenarnya. "Modus", "famous", "Ok fix", "Woles" dan lain-lain yang perkembangannya sangat cepat seperti perkembangan teknologi informasi. Kata yang sedang ngetrend dipakai tiga bulan yang lalu bisa jadi terkesan jadul dan ketinggalan jaman bila digunakan sekarang.
Keuntungan dari memahami perkembangan dunia remaja bagi saya adalah bisa mendekatkan jarak psikologis antara saya dan anak didik saya. Terkadang ketika saya menggunakan istilah yang sedang ngetrend di kalangan mereka, mereka menjadi lebih antusias dan memberikan perhatian lebih kepada saya.
Ada sedikit pengalaman nyata:
Ketikasayamasukkedalamkelas 7 yangberisikanparamuridbaruuntukpertamakalinya, tentuterlebihdahulusayalakukanadalahperkenalan.
"Sudahtahunamasaya?" begitusayamemulaiperkenalan.
"Belum" jawabmerekaserempakdenganekspresiyangdatarminimantusiasme.
Namunbegitusayaambilspidoldanmenuliskansebuahkatadiwhiteboard: "ALIANDRO", ekspresimerekamulaidinamis. Sudahmulaiadakasak-kusukpenasarandikelas.
Aliandroadalahnamasalahsatuartispendatangbaruyangsedangngetrenkarenamenjadipemeranutamadisinetronyangsedangdigandrungiremaja (termasukanakSD): "Ganteng-GantengSrigala".
"Namasaya..." katasayasambilmenunjukkearahwhiteboarddanmenghirupnapasdalam-dalamuntukmeningkatkansuasanategangdanpenasaran.
"... Bukanini..." sambungsaya.
Suasanapunlangsunggerrr... Ketikamerekamenyadaritelahmasukperangkapsaya.
Setelahitumerekapunlebihantusiasmengikutisesiperkenalan.
Konsekuensinya,tidakjarangkalaudiluarjampelajaranmerekamenyapasayadengan "UstadzAliandro..."
Takapa, tohwajahsayadanaliandroitu 11-17.

kasfularifin.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun