AYAH YANG SELALU MENDUKUNGKU
Namaku Wulan, anak pertama dari dua bersaudara. Aku tinggal di Desa Jogoroto Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang. Sejak kecil sampai saat ini aku tinggal bersama dengan nenek dan kakek yang rumahnya tidak jauh dari rumah ayah dan ibu. Tetapi hal itu tidak membuat hubunganku dengan orang tua terasa jauh. Aku selalu menjadikan mereka orang pertama kali mendengarkan keluh kesah ku setiap hari.
Seperti artikel yang pernah ku baca, ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Iya kalimat itu memang benar. Ayah pelindung anak-anaknya, terutama untuk anak perempuannya.
Ayah seorang pekerja keras, seorang yang tidak pernah putus asa, dan tidak pernah mengeluh atas apa yang telah terjadi pada keluarga. Ayahku adalah seorang penjahit. Dulu beliau bekerja di Surabaya, namun sekarang memilih bekerja di rumah, agar lebih dekat dengan keluarganya.
"Ayah sudah tua, ingin bekerja di rumah saja. Biar dekat dengan keluarga", tuturnya. Tidak pernah terlupakan, seluruh pengorbanan yang telah dilakukan kepadaku, hingga saat ini. Di saat semua orang tidak mendukungku, ayah selalu mendukung segala keputusanku, asalkan baik dampaknya bagi diriku.
Lima tahun yang lalu, aku sangat ingat, aku ingin mengikuti les bahasa Inggris di Jalan Teratai Nglundo Jombang, EEC namanya. Keluargaku awalnya tidak begitu mendukung, karena jaraknya yang jauh dari tempat tinggalku. Mereka beralasan, aku akan keberatan dalam menjalaninya nanti. karena pada saat itu, aku akan menginjak kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah dimana akan ada banyak tugas-tugas, ujian, tryout, dan les-les tambahan di sekolah. Namun ayah menyakinkanku, bahwa niat baik akan selalu menemukan jalannya. Kemudian ayah mendaftarkan ku untuk les di sana.
Selama satu tahun setengah, aku berhasil selesaikan pendidikanku di sana. Banyak rintangan yang aku hadapi selama menuntut ilmu di sana. Merasakan panasnya matahari ataupun dinginnya hujan yang menghadang kami ketika berangkat, ramainya jalan di sore hari, bahkan sunyinya suasana di malam hari, pernah ku rasakan ketika pulang.
Di saat teman-teman asyik bermain bersama, di saat mereka terlelap dalam tidur siangnya, aku berangkat bersama ayah untuk menuntut ilmu. Selama menuntut ilmu, ayah tidak pernah absen dalam mengantar dan menjemputku, walaupun aku tahu, bahwa ayah saat itu sedang lelah karena kesibukannya. Namun tanpa memikirkan lelahnya, ayah tetap mengantarku. Hingga akhirnya aku lulus dengan peringkat ke-7, aku sangat senang dengan hal itu, begitu juga dengan ayah.
Empat tahun berlalu, ketika aku lulus SMP, aku menyampaikan keinginanku kepada orang tua, untuk melanjutkan SMA di Jombang. Lagi-lagi, aku mendapat pertentangan dari ibu dan keluarga. Jarak yang jauh serta kekhawatiran mereka kepadaku menjadi alasannya. Namun ayah tetap mendukung keinginanku. Melalui jalur prestasi lomba, akhirnya aku bisa masuk SMA Negeri 1 Jombang. Aku sangat bersyukur. Ayah mengantar dan menjemputku karena beliau masih belum tega membiarkan ku setiap berangkat sendiri.
Aku jalani SMA selama 2 bulan, walaupun belajar dari rumah karena terhalang pandemi. Hingga bulan September in,i sudah diizinkan pembelajaran tatap muka, meskipun hanya separuh dari jumlah siswa ada dalam kelas.
Hingga tanpa ku sangka, aku masuk dalam nominasi peserta didik proyeksi lulus 2 tahun. Awalnya aku bingung harus senang ataupun sedih mendengar kabar itu, hingga aku memberitahukan kepada orang tuaku. Sama ketika akan masuk SMA, ibu juga menganjurkan untuk mengikuti reguler saja yaitu lulus 3 tahun. Karena khawatir aku akan merasa terbebani dengan tugas-tugas. Namun ayah berpandapat lain. ayah berkata, "ikutilah setiap prosesnya, jika memang itu salah satu peluang untukmu, agar bisa menggapai cita-citamu".