Mohon tunggu...
Martin Salvador
Martin Salvador Mohon Tunggu... -

Sejak anak-anak dididik di kolese yang dikelola oleh imam-imam Yesuit. Meninggal di Jakarta, 17 September 1983 pada umur 66 tahun) adalah seorang pastor Yesuit (katolik Roma).-Pater Beek.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kami Relawan Jokowi

4 Februari 2015   11:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:51 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

100 hr Kabinet Kerja, Semakin Lupakan Nawacita !!

Masihkah Jokowi – JK adalah kita ?

Bapak Presiden sendiri yang telah meminta untuk Terus Dikawal Relawan selama 5 tahun, pada moment Halal Bi Halal Lebaran di JIExpo 22 Agustus lalu, disaat puluhan kelompok Relawan hendak membubarkan diri karena perjuangan mendudukan bapak sebagai Presiden telah usai namun bapak sendiri yang mencegah dengan katakan “Ehh,jangan dulu, masih ada tugas besar untuk bangsa dan Negara ini”, maka kamipun pulang ke Sekretariat masing-masing dengan Sejuta harapan guna dilibatkan dalam mewujudkan Nawacita yang menjadi bingkai program Pemerintahan kedepan layaknya seluruh anak bangsa yang menaruh berjuta Harapan pada suatu zaman perubahan.

Pilpres 2014 mencetak sejarah baru dengan membuka seluas-luasnya setiap anak bangsa menjadi pendukung ke-2 Capres, namun jutaan Rakyat Indonesia termasuk kami lebih berharap bahwa pak Jokowi akan ‘lebih bijaksana’ memimpin daripada kandidat satunya karena tanpa kemasan “Oligarki Politik” alias Politik untuk kaum elit yang sulit dijamah Rakyat bawah. Bagi Rakyat yang muak dengan konsepsi ekonomi bualan rezim SBY maka berpikir hanya bapak yang bisa ‘dijangkau’ oleh kaum lemah tak berdaya di negeri ini. Namun ternyata 100 hari mengelola Republik ini telah dianggap mengelola Warung Kelontong yang hanya memutarkan uang modal dan mengambil keuntungan belaka, dengan kampanye di setiap forum Internasional guna berinvestasi di Indonesia dan terus menghitung selisih harga BBM dunia, maka dimana fungsi UUD ’45 serta Pancasila sebagai Pelindung setiap Warga Negara serta landasan ideologis setiap anak bangsa ? Mencabut seluruh subsidi dengan alasan Pencegahan Defisit secara dini selalu menjadi alibi, sementara setiap hari Rakyat dicitrakan dengan slogan Kerja dilarang berkeluh kesah padahal TANPA keberpihakan peran Istana dalam berbagai sektor usaha, dan pada akhirnya membuat kami saling memangsa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan meraih mimpi hidup sejahtera. Mirip dengan yang dilakukan Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch (VOC) dalam rezim “Tanam Paksa” dimana Jutaan Rakyat dijadikan mesin produksi dengan keuntungan dan hasil rempah-rempah dinikmati oleh bangsa Asing bukan oleh Pribumi, bahkan lebih kejam dari kebijakan Herman Willem Daendels saat membentangkan jalan Anyer-Panarukan guna suksesi Kapitalisasi Usaha VOC mengorbankan Ribuan Rakyat yang mati dijadikan mesin pekerja selama beberapa bulan saja, karena kini Rakyat dipaksa menjadi tenaga murah guna suksesi Kapitalisasi Usaha Aseng untuk 5 tahun kedepan dengan label Keputusan Presiden/Peraturan Menteri yang berisi deal-deal politik dengan pengusaha belaka layaknya susunan Kabinet Kerja.

Kami sebagai relawan pendukung-Rakyat Jelata yang tidak berafiliasi dengan Partai Politik manapun hanya menginginkan kembalilah kepada Nawacita yang telah bapak janjikan, cukup jalankan Sembilan Cita-cita mulia yang dikampanyekan pada saat Pilpres 2014 lalu maka Rakyat pun mendukung dan siap mati demi mengawal Pemerintahan ini. Kami sadar sebagai Relawan Jelata yang hanya bermodalkan semangat dan cita-cita tidak mungkin dapat mempengaruhi kebijakan Istana bahkan tak pernah sedikitpun berharap di fasilitasi/diangkat menjadi pegawai Istana layaknya mas Diaz Hendropriyono pimpinan Kawan Jokowi yang sekarang menjabat Komisaris PT Telkom ataupun Jan Darmadi (Apiang Togel) yang dilantik sebagai Dewan Pertimbangan Presiden, bahkan Triawan Munaf (ayahanda Sherina) yang dianggap mewakili artis hiburan guna mengelola Badan Ekonomi Kreatif mungkin dengan harapan dapat mewadahi artis-artis pendukung yang tampil dalam panggung musik jua meskipun tak pernah blusukan dari rumah ke rumah maupun desa ke desa guna meyakinkan figur bapak pilihan tepat sebagai Satrio Piningit itu seperti yang kami lakukan. Sementara jutaan relawan maupun donatur lokal seperti bu Muryati Sudibyo yang notabene menjadi donatur sejak RPJB (Relawan Penggerak Jakarta Baru) untuk Pilgub lalu kini diacuhkan, karena mungkin dalam benak bapak cukup ‘memelihara’ 4 orang pimpinan Relawan saja dalam kunjungan Natal di Papua maka harapan dan kekritisan ratusan kelompok Relawan akan terwakilkan menjadi sirna.

Ingat pak, krisis kewibawaan Istana dalam “mengatur “ 34 Provinsi terus tergerus dan diujung tanduk, kalau Negara hanya ‘tegas’ dalam eksekusi mati terpidana Narkoba namun tidak tegas mengusut Tes Urine Christoper Daniel Sayrief pengemudi Outlander yang menabrak mati 4 WNI, maka jangan harap Rakyat percaya itulah makna Berdaulat dalam Politik, kalau Istana hanya tegas terhadap kapal ‘klotok’ yang mencuri Ikan namun mesra dengan George Soros sebagai pemilik FREEPORT yang Mencuri PAPUA maka jangan harap Rakyat percaya itulah bentuk Kemandirian dalam Berekonomi, dan kalau Menggulung baju saja menjadi tren di Istana dianggap suatu nilai baru namun anak/family keturunannya dikirim bersekolah di negeri Singapura sana, maka jangan harap Rakyat percaya itulah contoh Berkepribadian dalam Budaya. Jika itu yang terjadi, maka jangan harap NKRI tetap utuh dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, karena bentuk-bentuk kebijakan Istana mulai dari Kartu Perlindungan Sosial sebagai Kompensasi Kenaikan Harga BBM dengan jutaan data fiktif didalamnya hingga Pembentukan Tim Independen guna ‘Netralisir’ konflik KPK-POLRI, seluruhnya mirip pola-pola yang SBY lakukan maka endingnya kelak seperti dia juga dengan Defisit Neraca APBN Triliunan rupiah hingga ekspor Obligasi (saham) Negara di Wall Street dan Hangseng nun jauh disana.

Ketika menyaksikan pengumuman Kenaikan Harga BBM oleh bapak Presiden pada November lalu, kami ditenangkan untuk tidak melawan dengan alasan Kuota BBM yang melebihi APBN 2014, maka bisa menjadi peluru Pemakzulan karena Presiden melanggar Undang-undang lalu memaksa bapak untuk menekan konsumsi BBM dengan cara menaikan harga guna ‘mengingatkan’ Rakyat agar tidak berboros ria, kala itu beberapa kelompok Relawan bertanya-tanya mengapa tidak dilibatkan di seluruh Depot/Kilang minyak bahkan hingga SPBU pelosok negeri untuk mengawal konsumsi BBM di penjuru negeri agar tidak melebihi kuota yang ditetapkan Undang-undang? Padahal untuk menyumbang kampanye bapak saja kami rela iuran dan berjualan kemeja Kotak-kotak di jalanan bahkan mengedarkan kotak sumbangan sebagai pola pendanaan kerja-kerja posko relawan. Kini setelah 100 hari pak Presiden Jokowi berkuasa, kami ‘diarahkan’ guna membuat Syukuran/Hajatan untuk merayakan bapak dilantik pada 20 Oktober 2014 lalu, sangat naïf dan miris bagi kami Relawan karena dipaksa menikmati bahkan mensyukuri 100 hari pelantikan pak Jokowi, dianggap sesuai Nurani wujudkan cita-cita TRISAKTI padahal dijadikan massa bayaran layaknya Mercenary.

Dan kalau kami bertanya, di mana keadilan sosial bagi seluruh rakyat itu, jawabannya tentu bukan hanya dengan memberikan kartu-kartu hebat, karena inflasi dan biaya hidup itu bukanlah kartu yang bisa ditukarkan dengan duit Rp 100 ribu, apalagi selesai lewat foto selfie bersama Anda, pak Presiden, dengan senyum kecil seolah berkata #Bukan_urusan_saya.

@Martin_Salvador, SH

Komunitas Relawan Revolusi Mental (Koran Remen)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun