[caption caption="http://libertynews.com/"][/caption]
Tindakan Turki yang menembak jatuh sebuah pesawat bomber Su-24 Fencer milik Rusia ketika sedang melakukan operasi penyerangan terhadap ISIS dari langit Suriah terus menuai kecaman, pro dan kontra. Presiden Putin menyebut ulah Turki bagaikan teman yang menusuk dari belakang dan Kaki Tangan Teroris.
Sikap NATO sebagai aliansi militer dengan Turki sebagai salah satu anggotanya ternyata memiliki sikap yang berbeda di antara para anggotanya, Perancis dan Jerman agaknya mendukung Rusia, dan Inggris di pihak seberangnya. Publik dunia menanti dengan cemas apa yang akan di lakukan Rusia sebagai negara dengan militer terkuat kedua sejagat ini terhadap aksi Turki. Hashtag #WorldWar III pun mulai bertebaran di dunia maya, akankan Ulah Turki ini memicu Perang Dunia ke 3 masih menjadi tanda tanya raksasa.
Disisi lain, respon Rusia mulai tampak nyata, pergerakan kapal penjelajah (Moskva Cruiser) yang menggendong puluhan misil dan Sistem Pertahanan tercanggih Rusia S-400 Triumpf di sekitar wilayah Rusia ditujukan untuk mengunci wilayah udara Suriah dari intervensi mana pun selain Rusia dan Suriah. Langkah taktis ini lalu disusul dengan serangkaian sanksi Rusia terhadap Turki di sektor Militer, Pariwisata, Ekonomi, Pangan, dan Energi (Gas).
Blunder Turki ?
Turki harus menyadari dirinya sendiri bila ingin terus melawan atau menolak bertanggung jawab atas aksinya menjatuhkan SU-24 Rusia, Kemarahan Rusia untungnya masih bisa dikontrol oleh sang dirigen, Vladimir Putin. Turki seharusnya tahu, bila Rusia memang ingin berperang serius dengan Turki, 10 ICBM SS-18 Satanataupun ICBM terbaru Rusia dapat diluncurkan kapan saja untuk membumihanguskan seluruh daratan Turki, atau jika dilengkapi hulu ledak Nuklir, tamat sudah sejarah Turki.
Namun Saya punya sedikit kecurigaan pribadi bahwa Aksi Turki menjatuhkan SU-24 Rusia ada yang mengarahkan atau minimal membekingi di luar dugaan liar lain aksi Turki adalah wujud sikap Presiden Erdogan yang ingin Turki kembali menjadi perhatian Dunia. Sebagai anggota NATO, Turki mungkin ingin terlindungi dengan paham “jika salah satu anggota NATO diserang, berarti sama saja dengan menyerang seluruh anggota NATO”.
Tapi itu juga sangat diragukan, agaknya NATO masih setengah hati dalam menerima Turki sebagai anggotanya, apalagi Turki juga bermusuhan dengan sesama anggota NATO lain yakni Yunani. Bahkan Mantan Jenderal AS Paul Vallely, sampai bereaksi keras Turki harus dikeluarkan dari NATO! karena tidak mampu bekerja sama memerangi musuh dunia, ISIS.
Pemimpin Turki perlu bertanggung jawab
Yakin dan seyakin-yakinnya, sebagian besar Rakyat Turki pasti tak ingin negaranya jatuh dalam prahara konflik berdarah akibat blunder dan sikap gegabah yang dilakukan para pemimpin negaranya. Apalagi bila harus bermusuhan dengan Rusia, negara yang tengah bangkit sebagai Adidaya baru bersama China. Arsenal persenjataan canggih yang dimiliki Turki masih cukup jauh bila harus dihadapkan dengan warisan arsenal nuklir uni soviet serta persenjataan terbaru Rusia.
Sektor lain seperti Perekonomian, Pariwisata dan Energi pun tengah mendapat ancaman serius, Turki merupakan salah satu peminum Gas terbesar dari Rusia dan Turki juga adalah salah satu destinasi favorit turis Rusia. Tentu banyak pihak baik di dalam maupun di luar Pemerintahan Turki menginginkan agar Presiden Erdogan segera menyudahi permusuhannya dengan sang Beruang Merah. Segeralah bertanggung jawab dan kembalikan hati panas Putin ke dalam suhu normal seperti sebelumnya.