[caption id="attachment_139438" align="aligncenter" width="300" caption="Badeg"][/caption]
All hands, well hanya ada dua minuman alami favorit ane diplanet bumi ini. yang pertama adalah jelas air putih lalu yang kedua adalah Lahang, atau ditempat ane dikenal dengan nama Badeg. Klo air putih tidak perlu ditanyakan, nyarinya mudah selama sumber mata airnya terpelihara, nah kalau yang satunya inilah yang perlu dipertanyakan. Lahang/Badeg merupakan minuman khas Indonesia yang berasal dari sadapan Pohon Aren (Bunga Jantan), memiliki rasa yang manis dan segar serta bau khas yang harum. Sayangnya minuman ini sekarang telah sulit diperoleh, saya menyukai Badeg sedari kecil dan waktu SMP ketika pulang menunggu Angkot selalu disempatkan untuk membeli Badeg dipinggir jalan. Sampai saat ini, saya belum pernah menemukan Badeg yang siap sedia dijual dalam botolan yang ada malah kalau mencari Badeg harus meluncur langsung ke Penyadapnya dan itu pun tidak pasti tergantung penyadapnya. Mengingat cara mendapatkan yang relatif sulit, maklumlah minuman ini jarang ditemui. Cara menyadap pohon Aren pun tidak sembarangan, Petani penyadap biasanya harus berangkat lebih awal untuk menyadap aren agar kesegarannya terjaga, terkadang pada kondisi tertentu air dari bunga jantan pohon aren ini bila terlambat menyadap akan berubah menjadi cuka atau tuak. Dan pohon dari bunga yang akan disadap akan sangat baik bila sudah berusia 5 tahun.
[caption id="attachment_139439" align="aligncenter" width="300" caption="Pohon Aren"][/caption]
Mengingat waktu expirednya yang hanya sedikit sekali, sadapan Nira atau Badeg ini tidak mungkin untuk disimpan terlalu lalu lama , minuman badeg yang dijual pedagang keliling biasanya sudah diberi campuran air sehingga kenikmatannya akan berbeda jauh dengan aslinya. minuman ini sangat pas untuk disantap diwaktu siang sebagai selingan. namun ternyata ada kenyataan lain, bahwa cukup banyak yang tidak menyukai minuman Badeg ini atau yang lebih parah tidak ada yang mengenalnya. Saya sendiri selalu mempromosikan atau mengkompori teman-teman atau kenalan untuk mencoba menikmati Badeg, tapi kebanyakan ketika mencium baunya malah pada mau muntah :-D. Sungguh sayang, minuman senikmat ini harus mengalami kehidupan tragis seperti ini. kalah tenar oleh minuman modern.
Minuman Badeg biasanya dijual oleh pedagang keliling dengan menggunakan bambu, padahal penjual badeg langganan saya dahulu selalu memakai gerobak seperti penjual es cau. Mungkin karena prospek penjualan Badeg dan Pendapatan yang dihasilkan sangat tidak mencukupi, banyak petani penyadap yang lebih berfokus pada pembuatan gula aren dari pada menjual air sadapannya. hal ini yang terjadi dibeberapa daerah penghasil air aren didaerah saya, seandainya menginginkan badeg harus melakukan pemesanan khusus pada sang Petani penyadap. disinilah letak keribetannya, saya sendiri jika saking kepenginnya menikmati Badeg meminta bantuan teman yang rumahnya didaerah penghasil aren atau yang memiliki tetangga petani penyadap. biasanya oleh teman saya hanya dibawakan 1 liter ,karena ternyata prosesnya yang tidak mudah jadi tidak enak untuk membawanya lebih banyak. maklum gak bayar alias meminta dengan tulus :-).
Kembali ke persoalan eksistensi minuman dewa ini, suatu saat saya mengharapkan Badeg bisa dikemas dalam bentuk kaleng dan dijual supermarket biar mudah untuk membelinya. tapi hal ini kembali terbentur dengan persoalan umur badeg yang singkat, mungkin perlu ada penelitian lebih lanjut agar Badeg bisa berumur panjang tanpa membuatnya menjadi tuak.
[caption id="attachment_139440" align="aligncenter" width="350" caption="Badeg dalam kemasan botol"][/caption]
gambar nemu dari google.
Melihat gambar diatas, hal itulah yang ingin saya lihat. Badeg/Lahang dalam kemasan botol modern. entah kapan minuman ini bisa ditemui dengan mudah dirak-rak toko serba ada.. Semoga Badeg masih tetap ada dan para petani penyadapnya masih bersedia untuk melestarikan minuman ini, hal ini juga harus didukung masyarakat dengan cara ikut menikmatinya :-).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H