Meskipun sekarang ia harus lebih sering membuka mata daripada menutupnya. Kerja paruh waktu untuk melanjutkan kuliah sampai menyandang sarjana untuk senyum sang bunda.
Diawal dia benar-benar merasa kesulitan. Dia bukanlah gadis setegar itu. Dua hari ia terbaring sakit. Terlalu banyak yang harus diproses diotaknya agar membuahkan hasil. Sampai ia tak kenal dengan yang namanya istirahat. Menata ini itu agar dia tetap bisa melanjutkan kuliah tanpa menundanya.
Kini ia lebih bisa tersenyum. Mendung itu sudah menurunkan badai. Dan kini akan melukiskan pelangi baginya. Meskipun masih tertatih, namun dia bisa melewatinya dengan ketegaran hati, dengan kepercayaan diri dan keyakinan yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H