Konflik Laut China Selatan telah terjadi sangat lama, bermula dari klaim wilayah laut yang tumpang tindih antar negara. Adapun negara-negara yang mengklaim kawasan tersebut sebagai wilayahnya adalah Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan China. Nine Dash Line adalah istilah yang digunakan oleh pemerintah Tiongkok untuk menunjukkan klaim wilayahnya di Laut China Selatan ini. Klaim ini didasarkan pada sejarah, yang tentu saja tidak sesuai dengan hukum internasional sebagaimana dimuat dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
Konflik ini menjadi sumber ketegangan di tingkat regional dan internasional karena beberapa alasan. Laut China Selatan merupakan jalur maritim yang sangat penting secara strategis. Lebih dari 60% dari total perdagangan maritim global, lebih dari 22% dari keseluruhan perdagangan global, dan sekitar satu per tiga pelayaran global melewati wilayah tersebut.Â
Ketegangan ini tentu mengganggu arus perdagangan internasional dan stabilitas ekonomi global. Persaingan atas sumber daya alam, terutama minyak dan gas yang sangat kaya di wilayah tersebut menambah kompleksitas konflik dan memperkuat ketegangan antara negara-negara yang terlibat. Konflik ini juga memicu eskalasi militerisasi di kawasan tersebut yang dapat menjadi resiko konflik bersenjata dan merusak stabilitas perdamaian regional.
Sejauh ini, Indonesia tidak mengecam dengan keras dalam menentang klaim Laut China Selatan. Namun karena jalur pelayaran, hak atas wilayah maritim, dan wilayah ZEE Indonesia berada di kawasan yang diperebutkan China, Vietnam, dan Malaysia, posisi Indonesia menjadi terancam. Vietnam dan Malaysia merupakan negara anggota ASEAN, sehingga Indonesia harus memastikan kawasan Laut China Selatan harus stabil, aman, dan damai.
Indonesia dalam hal ini melakukan berbagai bentuk pendekatan dalam menyelesaikan konflik di Laut China Selatan secara bilateral, geopolitik kawasan, dan mendorong proses mediasi sesuai Part XV UNCLOS 1982. Indonesia berupaya mempersempit perluasan konflik dengan menegaskan batas wilayah ZEE Indonesia dengan negara yang batasnya tumpang tindih.Â
Dalam hal ini, Indonesia dan Vietnam berhasil melaksanakan perundingan batas wilayah ZEE dengan ditandatanganinya Perjanjian Batas Wilayah ZEE Indonesia dan Vietnam tahun 2023. Perjanjian ini menjadi kepastian hukum yang sesuai dengan Pasal 74 UNCLOS 1982, mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban kedua negara di wilayah ZEE masing-masing.Â
Selain itu, agar tidak terjadi eskalasi konflik berkepanjangan dan terbuka di antara negara terlibat dengan kawasan Laut China Selatan dipertimbangkan sebagai semi enclosed sea sesuai dengan pengaturan Bagian IX UNCLOS 1982. Sehingga, klaim China yang hanya didasari oleh Nine Dash Line dapat disanggah secara legal dalam koridor hukum sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982.
Melalui partisipasi aktif dalam pertemuan diplomatik tingkat tinggi, seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur (EAS), Indonesia telah secara konsisten menyuarakan kepentingannya dan menegaskan hak-hak kedaulatannya di Laut Natuna dan sekitarnya. Indonesia juga mendukung Track II diplomacy, yang melibatkan akademisi, pakar maritim, dan think tank untuk mencari solusi kreatif terhadap konflik. Dialog informal ini membantu membuka jalur komunikasi yang lebih fleksibel antara pihak-pihak yang bersengketa.
Upaya lain dari Indonesia untuk menegaskan batas wilayahnya, yakni dengan mengganti nama perairan di sekitar Kepulauan Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Untuk memperkuat posisi dalam menegakkan kedaulatannya, Indonesia harus berupaya untuk membangun kawasan Perairan Natuna secara berkelanjutan. Khususnya pengembangan di bidang pertahanan, keamanan, dan pengelolaan sumber daya lintas negara.
Peran Indonesia yang menjadi mediator dan pendorong dialog antar negara yang berkonflik menunjukkan bahwa kepemimpinan Indonesia di kawasan regional. Indonesia perlu terus memperkuat kerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN dan mitra internasional lainnya untuk memastikan kepentingan bersama dalam menjaga stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan.Â
Penguatan aliansi dan koordinasi yang efektif dalam menghadapi klaim sepihak adalah kunci untuk menciptakan kawasan yang aman dan damai. Untuk mempertahankan kedaulatan maritimnya, Indonesia harus terus meningkatkan kapasitas angkatan lautnya. Peningkatan infrastruktur dan kemampuan patroli maritim sangat penting untuk menjaga wilayah ZEE dan mengawasi aktivitas di perairan yang disengketakan.