“Udah lama nggak nongol di media, ya, Kak? Lagi sibuk apa, nih? Masih nulis, nggak?” tanya salah seorang teman penulis yang rupanya diam-diam jadi fans berat saya.
“Masih nulis, kok, Kak. Tapi di tempat lain,” ujar saya cepat.
Mungkin dia kira saya sudah gulung laptop pasca beberapa naskah tak kunjung dimuat di media. Sayang sekali dugaannya salah besar. Nyali saya nggak serapuh jomblo karena ditinggal nikah mantan, kok!
Awal memutuskan nyebur ke dunia nulis-nulis di pakai jaringan internet memang tujuan saya ke media cetak. Sayang banget karena digitalisasi, media cetak tergerus dan beralih rupa ke media digital. Beberapa malah lenyap dari pandangan. Tapi nggak perlu khawatir juga karena media digital masih mengulurkan tangan menerima karya kita.
Syukurlah tanpa sengaja saya kecebur komunitas yang katanya berasal dari berbagai kalangan itu. Meski awalnya merasa terpaksa karena harus beli domain TLD, tapi kadung penasaran juga karena tiap hari dikasih pandangan masa depan cerah lewat blogging.
Rezeki yang juga datang saat tak terduga. Waktu itu saya scroll-scroll gawai sambil rebahan di samping kaki emak. Lewatlah tuh lowongan menulis dua artikel 500 kata yang dihargai 100 ribuan. Waktu itu blog saya masih gratisan, euy, tapi nekat aja daftar karena yang punya gawe job bilang nggak papa kalau blognya masih gratisan juga. Syukurlah masih ada job yang bersahabat sama kaum papa ini.
Tak lama pasca mendaftar di kolom komentar facebook, saya dapat inboks kalau terpilih buat ikutan nulis. Mungkin karena pas daftar posisi dekat kaki emak, hajat saya jadi cepat terkabul. Dasar job pertama, entah berapa revisi yang harus saya jalani sebelum kata oke. Syukurlah si Mbak PJ nggak membatalkan kerja sama bernilai cuan tersebut.
Uang 100 ribuan itu saya gunakan untuk menyewa domain TLD yang waktu itu masih 120 ribuan. Jadi saya nambah dikit lagi buat mencapai impian ikut event komunitas blogger. Alhamdulillah, di komunitas itu tiap hari saya mesti nulis 300-an kata, Cukup berat juga bagi saya yang masih pemula. Pekan demi pekan terlewati, meski sesekali saya harus menulis dalam kondisi kurang kondusif. Sayang sekali waktu itu belum ada chat GPT atau saya belum kenalan sama aplikasi serupa itu. Kalau ada, sudah saya ‘suruh-suruh’ dia kerja.
Lulus juga dah dari komunitas itu dan bisa ikutan kelas lanjutannya dengan gratis pula. Dari sana saya jadi tahu kalau nulis-nulis di blog bukan sekadar perpindahan diary bergembok ke media digital yang bisa dikomentari orang ramai, tetapi juga ajang berbagi tips dan informasi yang ujung-ujungya dapat cuan.
Bisa, ya? Tentu bisa karena sampai saat ini kerja sama di dunia digital masih dan semoga terus membutuhkan support satu sama lain. Together be better, lah, ya!