Apapun keputusan MK besok, persoalan pilpres ini tidak akan selesai. Di publik, koalisi Prabowo mencitrakan diri ingin mencari penyelesaian hukum. Yang terjadi, persoalannya berubah menjadi politis. Terus terang, saya bukan pendukung Prabowo cs. Ini tidak merubah bahwa masing2 kubu punya legitimasi politis yang besar, karena punya dukungan masing2 setidaknya 55 juta suara.
Coba kita misalnya dulu: MK memutuskan untuk mendukung keputusan KPU menyatakan pak Jokowi sebagai pemenang. Ini kelihatannya khabar baik buat pak Jokowi, tapi seperti trend yang terlihat sekarang, koalisi Prabowo terus menerus membuat pernyataan dan menggerakan masa yang merongrong legitimasi pak Jokowi. Setiap kesalahan Jokowi nantinya akan jadi sasaran untuk dibesar2kan, dan dipolitisir untuk menjatuhkan beliau. Ini tentunya tidak baik, dan akan sangat menghambat pemerintahannya dalam memfokuskan diri ke pembangunan.
Sebaliknya, kalau MK memutuskan membatalkan seluruh atau sebagain hasil pilpres, ini juga tidak akan memecahkan persoalan. Faktanya, kecurangan terjadi. Implikasinya, proses pemungutan suara memang punya celah. Menutup celah ini menurut saya tidak sederhana. Saya rasa tehnik kripto modern bakalan dibutuhkan, supaya KPU juga punya mekanisme teknis untuk membuktikan semua suara yang dihitung bebas 100% dari kecurangan. Selama sistem yang dipakai bercelah, disamping bahaya kecurangan itu sendiri, KPU jadi rentan terhadap eksploitasi judikatif! Artinya, pihak yang kalah bisa sekedar menunjuk satu atau dua kecurangan, dan berusaha membatalkan hasil pilpres di pengadilan, dengan argumen bahwa celah yang sama bisa saja diekploitasi secara masif. Ini memberikan instrumen judikatif yang tidak proporsional pada pihak yang sebetulnya kalah. Prabowo menggunakan alasan legitimasi dari 55 juta suara. Kalau kalah lagi, tentunya alasan ini keluar lagi. Sebaliknya, kalau menang, adalah giliran pak Jokowi untuk meggunakan alasan yang sama. Apalagi, preseden-nya juga sudah ada! Pihak yang kalah selalu bisa menuding proses pemungutan yang tidak sempurna, dan kita akan terperosok dalam proses pengadilan demi pengadilan. Sementara itu, negara terpaksa dijalankan oleh pemerintahan demisioner, yang tidak lagi punya kuasa (setidaknya secara politis) untuk mengambil keputusan.
Jadi, memang buah Simala Kama. Masih ada satu solusi; tapi solusi ini solusi politis. Yaitu, elemen2 di koalisi Merah Putih yang masih berhaluan kedepan dan konstruktif, untuk meninggalkan koalisi, demi kepentingan nasional. Kalau legitimasi politis Prabowo berkurang, apapun keputusan MK, hasilnya secara politis akan lebih aman. Tentunya secara praktis ini artinya pak Jokowi yang jadi pemenang. Pada saat ini, rasanya secara politis ini solusi yang terbaik, apalagi dengan dukungan elemen Merah Putih yang moderat.
Untuk kedepan, KPU harus mengembangkan sistem yang betul2 waterproof, supaya kericuhan politis seperti sekarang ini tidah terulang lagi. Minta bantuan ahli2 kriptografi, untuk mencarikan solusi yang tetap menjaga anonimitas pemilih, tetapi disisi lain selalu bisa membuktikan, bahwa setiap suara yang masuk datangnya dari pemilih yang legit, dan setiap pemilih yang legit, hanya memilih satu kali, tanpa tergantung lokasi pemilihannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H