Kejadian ini sudah lama sekali sekita tahun sembilan puluhan , tetapi bagi saya sangat membekas di hati, apalagi setiap mendengar gema takbir di malam takbiran, memori itu otomatis akan terulang kembali.
Seperti lebaran setiap tahunnya saya bersama keluarga pulang ke desa Imogiri desa tempat suami saya berasal untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Pada malam takbiran itu saya memerlukan barang yang harus di beli di toko dekat rumah, maka pergilah saya ke toko itu. Toko itu satu satunya toko yang besar dan lengkap di desa itu, sehingga di malam itu cukup ramai pengunjung.
Sambil mencari barang yang akan saya beli, saya melihat kesibukan para pembeli lain. Yang membuat hati saya berdesir adalah ketika sebuah keluarga terdiri dari bapak, ibu dan dua anak, sibuk memilih biskuit kaleng yang akan mereka beli, dilihat dan dipegangnya satu persatu kaleng biskuit itu sambil bertanya satu sama yang lain " kita beli yang mana ya ? ". Si ibu sambil menghitung uang lecek yang ada di genggamannya akhirnya memutuskan untuk membeli satu kaleng biskuit. Dari biskuit mereka beralih ke bagian sirup, dan kembali mereka memegang botol botol sirup dan kebingungan mau membeli yang mana, akhirnya si ayah yang memutuskan membeli sirup yang berwarna merah. Ketika keluar dari toko dengan menenteng kantong plastik berisi sirup dan sekaleng biskuit, wajah mereka terlihat gembira.
Saya membayangkan pasti di saat saat terakhir mereka baru mendapatkan rejeki, sehingga baru bisa membeli sekaleng biskuit di malam takbiran. Sementara di tempat lain, kue lebaran begitu berlimpah , yang sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H