Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Wahai Pemuda, Damailah di Dunia Maya

14 Juli 2017   03:56 Diperbarui: 14 Juli 2017   10:07 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media Sosial - perempuannovember.com

Indonesia telah menyaksikan pembesaran akses internet dalam beberapa tahun terakhir dengan 88 juta orang yang terhubung secaraonline, 79 juta di antaranya adalah pengguna aktif media sosial. Hampir 90 persen pengguna berusia di bawah 34 tahun, dan 54 persen berusia antara 16 tahun dan 24 tahun.

Data di atas ditulis oleh dua warga negara Indonesia yang tengah mengambil gelar pasca sarjana di University of Manchester, Muhammad Zulfikar Rakhmat dan Dikanaya Tarahita. Mereka menuliskan data tersebut dalam sebuah artikel yang dimuat di situs Fair Observer pada 21 Mei 2017. Apa yang bisa dikatakan data itu kepada kita? Potensi generasi muda! Ya, kenyataan media sosial telah memberikan kita sebuah medan di mana kekuatan generasi muda bisa diidentifikasi sebagai potensi masyarakat sipil (civil society).

Yang tertinggal pada kita kini adalah ke mana potensi itu hendak kita gerakkan? Simpel, perdamaian. Tak ada yang lebih menjanjikan ketimbang perdamaian. Bukan apa-apa, dalam konteks Indonesia, perdamaian adalah buah dari perjalanan perang melawan kolonialisme. Perdamaian, di Indonesia, adalah antitesis dari pengalaman dijajah dan berperang. Benar bahwa kita saat ini ada di masa damai. Namun, tidak benar bahwa perdamaian kita baik-baik saja. Tidak. Di sinilah media sosial memainkan perannya sebagai inti sari zaman, karena ancaman terhadap perdamaian itu berseliweran di media sosial.

Dan jika merujuk pada data yang disampaikan oleh dua peneliti di atas, maka generasi muda adalah pemain dalam ancaman terhadap perdamaian itu. Dengan demikian, maka generasi muda pula yang harus menguasai ruang informasi di media sosial untuk mempertahankan perdamaian. Sekali lagi, perdamaian kita datang dari perjuangan, bukan dilimpahkan dari langit. Dan fondasinya kukuh: duet Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Kini, dengan basis pemikiran itu, sudah saatnya generasi muda merebut ruang sosial media untuk mengkampanyekan keberagaman sebagai cara untuk meraih perdamaian.

Jangan takut, jangan cemburu, dan jangan picik! Itu yang dikatakan seorang penyair pemimpi perdamaian pemenang Nobel Sastra. Ya, perdamaian adalah tidak takut, tidak cemburu, dan tidak picik.

Dengan kehidupan kita yang terpencar-pencar sebagai masyarakat pulau, maka sosial media memberikan jalan pula untuk merintangi hambatan itu dalam misi menyampaikan perdamaian. Media sosial bisa melewati batas-batas geografis yang kerap menjadi dasar bagi kita untuk menggunakan batas-batas tersebut untuk merusak perdamaian.

Jika kita bersungguh-sungguh, maka apa yang dilakukan generasi muda saat ini akan sangat menentukan di masa depan. Terutama karena peran mereka di sosial media. Bersyukurlah Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika lahir jauh sebelum anak-anak zaman internet lahir. Dalam perjalanan mereka untuk mengenali kebenaran dalam perdamaian, mereka tidak lagi dalam situasi mencari-cari tempat berpijak.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun