Banyak orang tak sadar bahwa sekarang kelompok radikal dan teroris  menggunakan teknologi yang canggih. Dunia mengalami revolusi informasi yang sangat spektakuler dan tidak lagi melalui mulut ke mulut atau harus bertatapan langsung saat mendengarkan ceramah.
Dampak informasi radikal melalui teknologi atau kita kenal dengan  Artificial Intelligence (AI) adalah kecerdasan buatan . AI adalah teknologi komputer yang dibuat oleh manusia untuk meniru kemampuan intelektual manusia  bahkan lebih. AI memungkinkan komputer untuk belajar dari pengalaman, mengidentifikasi pola , membuat keputusan dan menyelesakan tugas-tugas kompleks secepat kilat.
Dalam keseharian, AI biasanya dipakai untuk dunia perbankan semisal M-banking, lalu ada marketplace lalu ada perusahaan-perusahaan yang menaruh iklannya pada tayangan di media sosial dan menyebarkannya berdasar minat penggunanya. Jika penggunaannya tepat, AI sangat membantu manusia.
Di sisi lain ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya untuk tujuan buruk. Semisal pihak-pihak yang mengeksploitasi pornografi atau terorisme. Banyak sekali penipuan yang memanfaatkan AI.
Sebenarnya yang paling meresahkan banyak negara adalah penyebaran faham radikal yang mengarah ke terorisme melalui AI. Seperti yang sudah saya kemukakan di atas, seseorang tidak perlu bertemu dengan tokoh radikal hanya untuk mendengarkan ceramahnya atau menjadi seorang santri pada pondok pesantren yang dikenal sebagai pesantren radikal.
Seseorang itu cukup berselancar di internet dan menemukan hal-hal yang diminatinya termasuk intoleransi, radikal dan terorisme. Semakin dia sering dia membuka situs-situs radikal, AI dalam hal ini internet akan memberikan lebih banyak pilihan konten soal terorisme. Dengan berjalannya waktu, dia bisa saja masuk dalam jaringan komunitas yang berminat soal itu. Akhirnya menjadi satu peminatnya.
Bisa juga seseorang yang awalnya biasa-biasanya saja, di kehidupan nyata bertemu dengan jaringan tertentu dalam satu kajian agama. Lalu dia merasa tertarik, atau bisa juga merasa nyaman karena merasa satu frekwensi dia akhirnya terlibat dalam jaringan itu. Hal itu bisa kita lihat semisal seorang tokoh agama yang berpengaruh mengajarkan hal-hal tertentu dan kemudian seseorang yang awalnya awam, menjadi simpatisannya .
Inilah yang dilakukan oleh banyak sekali kelompok radikal di dunia global. Islamic State (IS) yang satu dekade lalu sangat massif membujuk orang yang bersimpati pada perjuangan mereka menegakkan kekhalifahan sebagai penarik simpati. Mereka memakai konten yang dipalsukan seakan-akan suriah dan perjuangan mereka untuk mewujudkan suasana seperti zaman Nabi Muhammad. Lalu konten melenceng itu disebarkan oleh AI, sehingga ribuan orang merasa simpati dan akhirnya datang ke Suriah, namun kenyataannya berbeda.
Karena itu, pemerintah Indonesia  akan selalu menonaktifkan situs-situs yang menurut pemerintah membahayakan negara karena pengaruh negatifnya. Inilah langkah pencegahan terorisme di zaman AI.  Itu harus kita hargai dan hormati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H