Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia dan Relasi Harmoni

24 Mei 2024   23:23 Diperbarui: 24 Mei 2024   23:25 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu lalu beberapa media online banyak menulis soal bhiksu thudong yang berjalan kaki melintasi beberapa negara untuk melakukan perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah. Bhiksu Thudong ada yang berasal dari Thailand, China, Nepal dan beberapa negara di Asia. Umat Budha di Indonesia memang rutin menggelar tradisi Waisak dan berpusat di Candi Mendut dan Borobudur sejak 1929

Raya Waisak selalu dilakukan saat Bulan Purnama atau Purnama Sidhi. Waisak adalah peringatan Tri Suci Waisak yaitu Tiga peristiwa penting  dari Sang Budha Gautama yaitu kelahiran, pencerahan agung dan kematian Budha Gautama.

Di beberapa negara punya tradisi yang berbeda meski sebagian besar dirayakan di kuil kuil terdekat. Namun perayakan itu berfokus pada hal-hal yang melambangkan aspek kehidupan dalam ajaran agama Budha. China yang merupakan salah satu negara dengan penganut Budha terbesar di dunia merayakan Waisak di kuil kuil Budha. Mereka menyalakan dupa dan menaruh persembahan untuk sang bhiksu.

Di Korea, perayaan Waisak juga meriah. Mereka menyalakan lampion dengan tajuk Festival Lentera Terai di kuil Jogyesa di Seoul. Setiap kuil di Korea Selatan semarak dengan ribuan lentera kertas berwarna-warni. Di Sri Lanka, umat Budha menghias rumahnya dengan lampion kertas. Kuil Buddha Gangaramaya di Kolombo menyelenggarakan festival Hari Waisak yang dikunjungi banyak umat dan berlangsung sangat meriah.

Sedangkan di Nepal, tempat kelahiran Buddha, ribuan umat ke Lumbini  tempat kelahirannya. Mereka melakukan bakti sosil disana kepada warga dan para biksu yang memelihara tempat-tempat suci.

Pada tahun ini sebanyak 40 bhiksu thudong menyelesaikan etape terakhirnya yaitu dari Semarang, Temanggung baru menuju Magelang, Pada perjalanan melintasi Indonesia mereka beristirahat di beberapa tempat, termasuk di gedung pertemuan desa / kabupaten, gedung gereja, atau masjid. Jika beristirahat di rumah ibadah umat lain mereka berada di selasar atau halaman rumah ibadah itu.  

Ini menunjukkan betapa eratnya warga Indonesia terhadap berbagai macam perbedaan yang ada di sekitar mereka. Agama Budha adalah agama yang seharusnya diketahui oleh banyak orang di Indonesia karena agama yang mula-mula berkembang pesat di Nusantara adalah Hindu Budha. Sehingga bisa dipahami banyak warga yang bersimpati dengan perayaan Waisak, termasuk menerima biksu thudong yang sedang melintas di daerah mereka. Simpati dan penerimaan yang ramah ini menunjukkan bahwa kita berkomitmen terhadap bangsa kita yang punya banyak perbedaan ini.

Komitmen kebangsaan ini bisa diimplementasikan pada Hari Waisak, 23 Mei. Dalam konteks Indonesia, peringatan Waisak bukan hanya milik umat Buddha saja, tetapi juga menjadi kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk menghormati keragaman agama dan budaya.

Semoga relasi yang harmoni ini bisa abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun