Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa beberapa tempat terindikasi radikal dan intoleran. Diantara tempat-temat yang terindikasi radikal itu adalah masjid di lingkungan lembaga pemerintahan, lingkungan BUMN, beberapa pondok pesantren dan beberapa sekolah atau perguruan tinggi.
Penelian itu dilakukan oleh banyak pihak secara terbuka. Ada yang dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), ada yang dilakukan oleh beberapa Lembaga penelitian seperti Lingkar Survey Indonesia dll, dan ada juga oleh ormas atau Yayasan seperti Wahid Institute milik keluarga Abdurrahman Wahid.
Seperti contohnya penelitian yang diadakan oleh P3M dan Rumah Kebangsaan pada tahun 2017 lalu (artinya 5 tahun lalu) menunjukkan bahwa separuh masjid di lingkungan BUMN disebut-sebut terindikasi radikal. Sementara di lembaga pemerintahan, ada 75 persen masjidnya yang berpotensi radikal tinggi.
Biasanya penelitian itu mengacu pada materi kutbah masjid yang diisi konten kebencian dan sikap negatif pada minoritas dan sikap positif pada khilafah; sesuatu yang tidak diharapkan ada di Indonesia yang sangat beragam dan membutuhkan sikap toleransi antar warganya. Penelitian yang dilakukan oleh P3M di atas menemukan bahwa para penceramah
Umumnya menghina ziarah kubur, melakukan provokasi terhadap kafir (yang berbeda agama) dan melakukan tuduhan kepada Syiah, menyindir agama lain dan seakan menetima demokrasi tapi setuju khilafah. Â
Dari hasil ini menunjukkan bahwa intoleran dan radikal masih saja menjadi ancaman bagi kebangsaan Indonesia. Apalagi beberapa penelitian itu menemukan ujaran atau penyebaran faham intoleran terjadi di rumah ibadat ; satu tempat mendapatkan pengetahuan agama  yang seharusnya mengajarkan cinta (kepada sesama) dan kedamaian, dan bukan perang dang ketidak adilan perlakuan hanya karena berbeda. Tidak seharusnya rumah ibadah menjadi tempat untuk hal-hal seperti itu.
Indonesia adalah negara multietnis yang memerlukan jiwa besar untuk menerima pihak lain yang berbeda dari kita entah itu etnis, agama maupun warna kulit. Ini yang sering kita sebut sebagai toleransi. Jika seseorang kurang memahami keragaman maka itulah yang disebut intoleran. Kamus besar Bahasa Indonesia menyebut bahwa intoleransi adalah paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi. Â
Ini adalah sebagian fakta dari masyarakat kita dan sudah semestinya kita mencari solusi bersama untuk menanggulangi ini semua. Dan salahsatu solusi itu adalah mencegah atau menjauhkan rumah ibadah dari ujaran kebencian terhadap agama lain dan menghilangkan mimpi soal kekhilafahan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H