Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Segan Dampingi Ababil Kita

16 Oktober 2021   14:19 Diperbarui: 16 Oktober 2021   14:57 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang ada di benak kita saat mendengar nama 'ababil'? Ya itu adalah burung yang diciptakan Allah yang bertugas menyerang dan melenyapkan pasukan bertanah dari Yaman yang bermaksud menghancurkan Ka'bah. Hal itu tercatat di Al Qur'an tepatnya di surat Al-Fil.

Namun disini saya tidak membahas soal burung ababil yang dahsyat itu. Ababil yang ingin saya bahas adalah idiom ABG Labil yang merupakan kepanjangan dari ababil. ABG sendiri kepanjangan dari Anak Baru Gede. Jadi Ababil adalah anak baru gede yang labil.Umumnya dialami oleh remaja pada umur 12-16 tahun atau pada beberapa remaja juga dialami sampai umur 20-an tahun.

Idiom atau istilah ini digunakan untuk menggambarkan remaja yang masih labil dan belum punya pendirian tetap.Pendirian tetap ini mencakup banyak hal, mulai dari memilih barang atau sesuatu, mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dll.

Mengalami masa labil adalah hal alamiah yang dialami oleh remaja di seluruh dunia. Ini masa dimana melepas masa kanak-kanak --masa dimana sepenuhnya sang anak dibimbing oleh orangtua-  menuju masa di mana dia akan memutuskan segala sesuatunya sendiri demi diri dan masa depannya. Baik hal yang baik dan buruk, bidang yang dia tekuni , sekolah yang dia inginkan dan lain-lain.

Masa ini adalah titik krusial seseorang. Pada masa ini sebenarnya para remaja itu butuh sedikit campur tangan orangtua untuk sedikit banyak mengarahkan --meski tidak megambil seluruhnya. Arahan dan perhatian orangtua akan membantu mereka menemukan jatidiri dan mencegah para remaja itu untuk mengambil langkah yang salah.

Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan 59 ababil di Garut yang telah dibaiat oleh satu oknum guru dan ulama setempat untuk bergabung ke Negara Islam Indonesia (NII). Para remaja itu pada dasarnya belum tahu seberapa parah mereka dijerumuskan pada keyakinan tertentu. Mereka tidak saja menjadi berjarak pada negara dan bangsa tetapi juga orang tua.

Pada kesaksian di media, salah satu orang tua mengungkapkan bahwa anaknya memutuskan sendiri untuk berhenti bersekolah, padahal mereka masih di bangku sekolah lanjutan pertama. Alasannya sekolah tak sejalan dengan ajaran agama begitu juga negara Indonesia.

Karena itu mungkin sebaiknya kita periksa atau cari tahu bagaimana anak kita yang masih ababil itu bergaul dan menggunakan waktu luangnya. Jangan segan mendampingi mereka.

Jangan sampai mereka terjebak pada ajaran yang salah seperti 59 ababil di Garut itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun