Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fanatisme dan Dimensi Kemanusiaan

25 September 2021   07:46 Diperbarui: 25 September 2021   07:54 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak mudah memimpin Indonesia. Begitu kurang lebih ungkapan dari politisi gaek Malaysia, Mahathir Mohammad. Bukan karena posisinya yang terletak di persimpangan dan rentang negara yang sangat luas, tapi juga beberapa faktor lainnya . Faktor lainnya itu menurut Mahathir yang menyebabkan Indonesia begitu sangat berbeda dengan beberapa negara tetangganya termasuk Malaysia.

Faktor itu adalah keberagaman etnis, budaya, suku, ras dan juga agama.keberagaman Indonesia begitu sangat kompleks sehingga memang tak mudah bagi seorang pemimpin untuk memandunya. Dari semua perbedaan itu, sampai 76 tahun kemerdekaan, Indonesia mampu bersatu, utuh dan bisa hidup secara berdampingan, insyaallah untuk selamanya.

Agar itu terjadi maka toleransi menjadi hal terpenting dari semuanya. Salah satu makna toleransi adalah sikap menerima perbedaan orang lain dengan kebesaran hati. Karena toleransi sangat menjunjung tinggi penghargaan pendapat orang lain.

Toleransi juga sejalan dengan sikap yang dimiliki Nabi Muhammad dalam beberapa kesempatan. Beliau juga mewariskan itu kepada umatnya. Surat Al-Kafirun ayat 6 adalah ayat toleransi dalam Islam yang sangat terkenal yaitu berbunyi lakum dnukum wa liya dn. Artinya: untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

Di dalamnya ada pemaknaan soal keragaman, bahwa sang pemeluk Islam teguh memeluk dan menjalankan agamanya dan dua mempersilahkan pemeluk agama lain untuk memeluk dan menjalankan keyakinan mereka sendiri. Ayat ini turun saat kaum Quraisy berusaha mempengaruhi Rasulullah SAW untuk menyembah apa yang mereka sembah alias berhala. Surat Al Kafirun merupakan jawaban tegas atas tawaran yang diberikan oleh kaum Quraisy.

Ayat ini sebenarnya juga mengajarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya menjalankan agama kita dengan segala keteguhan dan kepatuhan. Dengan kepatuhan dan keteguhan yang kita punya, kita tidak akan terombang-ambing dalam banyak hal di dunia, termasuk pengaruh buruk dan lain sebagainya. Kepatuhan dan keteguhan ini terangkum dalam sikap fanatik. Dalam porsi tertentu fanatisme diperlukan agar kita tetap yakin terhadap agama yang kita anut.

Hanya saja memang kita melihat beberapa orang atau beberapa pihak yang bersikap fanatik secara berlebihan (ghuluw) terhadap agama yang dianut. Ghuluw cenderung punya pandangan sempit dalam beragama dan berartiAtau negatif. Diriwayatkan dalam suatu hadis, "Wahai manusia, jauhilah ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama karena sesungguhnya ghuluw dalam beragama adalah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian." (HR Ibnu Majah).

Sehingga memang, sikap moderat lah yang diperlukan untuk bisa menjalankan perintah agama. Karena itu perlu  dan penting  bagi kita untuk punya pandangan rahmatan lil 'alamiin; sebuah pandangan yang tidak berlebihan dalam memeluk agama dan menempatkan dimensi kemanusiaan di atas segalanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun