Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terorisme Kian Sasar Kaum Muda

15 Juni 2019   04:09 Diperbarui: 15 Juni 2019   04:14 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin sebagian dari kita masih ingat ledakan yang terjadi di pos pengamanan kota Kartasura Jawa Tengah menjelang hari raya Idul Fitri. Ledakan itu dilakukan oleh seorang yang masih belia bernama Rafik Asharudin yang masih berusia 22 tahun. Dia bertindak sendiri dan tidak punya jaringan. Pengetahuannya soal bom dan ajaran radikal diperolehnya dari internet. Pada kacamata polisi apa yang dilakukan oleh Rafik itu berkatagori lone wolf.

Karena beberapa alasan mereka lebih suka merekrut anak-anak muda. Selama satu dekade ini terorisme memang lebih suka untuk menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan faham dan merekrut orang. Setidaknya ada tiga alasan kenapa mereka suka menggunakan media sosial.

Media sosial banyak di pakai oleh kaum muda. Segmen ini yang menjadi incaran mereka karena faham ini bisa tersebar dengan mudah melalui media sosial. Seringkali media sosial mampu membuat grup-grup penggemar . Dari grup-grup penggemar ini mengerucut pada rekrutmen teroris pada anak muda. Jika ini terjadi maka transformasi ide dan inspirasi kian kental. Apalagi media sosial  bisa dengan bebas digunakan alias gratis.

Dalam transformasi ide itu seringkali timbul diskusi panjang dan kemudian disertai dengan pengetahuan tentang merakit bahan peledak dengan bahan-bahan yang mudah dibeli di lingkungan sang korban. Transformasi ide dan perekrutan ini bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa lingkungan sekitarnya tahu. Kalaupun tahu sebatas pada gejala-gejala yang dtampakkan semisal menjadi anti sosial.

Gejala itu juga yang terjadi pada Rafik. Rafik menjadi pribadi tertutup bahkan pada keluarganya dimana dia masih satu rumah dengan orangtuanya tanpa punya pekerjaan yang jelas. Bahkan dari beberapa informasi polisi didapatkan bahwa Rafik berusaha untuk merekrut kakak dan ibunya masuk dalam pola pikir radikal namun gagal. Rafik juga diketahui jarang ke masjid sejak dia lulus SMK.

Kegagalan Rafik meledakkan pospam di Kartasura bisa menjadi entry point bagi banyak keluarga di Indonesia bahwa mungkin masih banyak Rafik-rafik lain yang punya pikiran radikal dan bersembunyi dalam fisik seorang remaja. Ini sudah selayaknya kita waspadai dan tanggulangi bersama. Semisal mengajaknya untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan melalui salat dan ngaji.

Orang tua juga perlu mendapingi dan mengontrol dari kejauhan apa yang dilakukan para remaja itu dengan internet dan gadget yang mungkin tak lepas dari genggaman mereka. Siapa tahu mereka sedang mempelajari cara membuat bom.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun