Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop Membangun Kebencian, Saatnya Membangun Kedamaian

2 Desember 2017   14:01 Diperbarui: 2 Desember 2017   14:13 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Provokasi - http://hakunnay.blogspot.co.id

Hari ini, reuni 212 digelar di lapangan Monas. Reuni yang digelar oleh sebagian ormas keagamaan ini, dihadiri oleh beberapa tokoh politik. Bahkan, gubernur DKI Jakarta pun juga hadir dalam reuni tersebut. Meski tidak sebanyak tahun sebelumnya, acara di lapangan Monas ini, tidak sedikit yang menyayangkan. Alasannya, syarat muatan politik. Apalagi, aksi 212 pada tahun lalu, digelar dalam perhelatan pilkada DKI Jakarta. 

Lantas, apakah 212 kali ini untuk menghitung kekuatan jelang pilkada serentak 2018 dan pilpres 2019? Tentu saja kita tidak tahu. Namun satu hal, jangan lagi menggunakan mobilisasi massa, untuk memupuk bibit kebencian. Karena bibit kebencian itu berpotensi merusak bangsa ini.

Publik tentu berharap, tidak ada aksi-aksi lagi semacam 212 pada waktu mendatang. Karena selain tidak ada manfaatnya, aksi dengan menggerakkan ribuan manusia ini berpotensi disusupi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebaiknya, kita menggalang kesadaran bersama, bahwa ancaman terhadap negeri ini berpotensi terjadi, jika kita membiarkan untuk saling bermusuhan. 

Ingat, kemerdekaan negeri ini berhasil direbut karena adanya persatuan dan kesatuan. Apa susahnya bersatu, jika memang cara ini bisa membuat kita semakin kuat? Apa susahnya saling menghargai, jika hal itu terbukti bisa membuat kita saling dewasa?

Untuk itulah, stop bibit kebencian yang mungkin masih ada dalam pikiran kita. Tangkal bibit kebencian dengan menyebarkan bibit perdamaian. Indonesia mempunyai berbagai budaya. Dan budaya-budaya itu semuanya mengedepankan kedamaian. Lebih baik kita menyebarkan kearifan lokal, yang saat ini mulai ditinggalkan. 

Lebih baik kita menyebarkan dan mempraktekkan nilai-nilai Pancasila, karena hal itu terbukti bisa menyatukan keberagaman negeri ini. Tidak usah lagi memperdebatkan mayoritas minoritas. Tidak perlu lagi mempersoalkan aku dan kamu, muslim dan non musli, atau kita mereka. Semuanya sama, yaitu warga negara Indonesia, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Mari kita isi kemerdekaan ini dengan kreativitas dan inovasi, yang mempunyai manfaat bagi masyarakat banyak. Jangan gunakan kecerdasan yang kita punya, untuk menebar teror di masyarakat. Jangan gunakan keberanian yang ada dalam diri ini, untuk melakukan persekusi kepada pihak lain. Gunakan apa yang kita miliki, untuk tujuan yang lebih bermanfaat. 

Bukankah agama mengajarkan kepada para pemeluknya, untuk berlomba dalam kebaikan? Lalu, kenapa masih ada kebencian dalam kebaikan? Mari belajar bersikap tulus, tidak mudah mengeluh dan tidak pernah mengungkit masa lalu. Biarlah masa lalu jadi pembelajaran buat kita semua. Tidak perlu masa lalu terus diungkit, karena bisa menjadikan beban buat kita semua.

Mari kita saling introspeksi. 2017 sebentar lagi akan berlalu dan 2018 akan didepan mata. Tinggalkan 2017 yang penuh dengan kebencian, mari bangun 2018 dengan kedamaian. 

Karena tantangan di tahun mendatang akan semakin berat. Jika kita tidak bisa saling berdamai dengan keberagaman, tidak bisa berdamai dengan masa lalu, negeri ini akan hancur lebur karena egoisme penduduknya sendiri. Sekali lagi, stop kebencian. Tidak perlu memelihara amarah di hati. Karena menjaga bibit perdamain jauh lebih benting, dibandingkan memelihara kebencian. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun