Lonceng berbunyi 3 kali tanda kebaktian bernuansa Maluku dimulai, suara Ibu Pendeta Deibby Janssens Sahertian tergetar sejenak menghantar kata pembuka ibadah dan pada detik itu Ia tak kuasa lagi menyembunyikan haru, tiba-tiba Ia merasakan betapa jauh dari kampung halamannya.
Bagaimana mungkin aura haru tak tercipta karena sebelumnya Ibu Pendeta dan pelayan dihantarkan dua prosesi pembukaan, prosesi Tabaos yang diikuti tari Lenso, Tabaos dilakukan oleh pemuda-pemudi, sambil memukul tifa mereka memasuki ruangan meneriakan salam dan undangan "Tabea !!" oleh seorang pemuda yang berarti sapaan hormat, Tabaos dibawakan oleh Thomas Mandela Demokrasio Litaay pemuda berdarah Ambon yang lahir dan besar di Indonesia yang kini sedang menyelesaikan pendidikannya di negeri Belanda, dan kemudian diikuti pemudi yaitu Lisa Sapusepa gadis berdarah Ambon yang lahir dan besar di Belanda, dengan fasihnya berbahasa Ambon juga berlogat Ambon menyanyikan lagu undangan kepada para jemaat, yang baitnya berisi ajakan untuk bergabung beribadah, disusul 10 penari Lenso yang dibawakan dengan baik oleh Ibu-ibu GKIN RW-DH dan putri-putri yang tergabung dalam sekolah Minggu GKIN RW-DH, tarian ini adalah tarian sebagai tanda sukacita dan sambutan menghadap hadiratNya menghantar pendeta dan majelis masuk ke dalam ruangan menuju mimbar ruang peribadatan.
Suasana khidmat terjadi sepanjang kebaktian, firman Tuhan dibawakan dalam bahasa Indonesia, sesekali diseling dengan bahasa Ambon dengan dialek Ambon yang kental yang masih melekat menjadi ciri khas Ibu Pendeta, tak lupa puji-pujian dalam bahasa Ambon juga berkumandang, jemaat yang hadir selain jemaat tetap yang terdiri dari berbagai latar belakang etnis dan suku dari Indonesia, hari itu juga dihadiri para tamu dari komunitas Maluku yang ada di Belanda.
Hari itu (Minggu / 30 September 2018) Ibadah Nuansa Maluku mengambil tema "Lawamena Haulala, Toma Maju Jang Undur".Â
"Lawamena Haulala" adalah sebuah seruan yang sakral dalam budaya Maluku, Sakral karena seruan ini, adalah seruan untuk membakar semangat anak-anak negeri yang dikumandangkan untuk maju berperang.Â
Seruan ini, digunakan oleh hampir seluruh negeri yang ada di Maluku, namun sejarah seruan "Lawamena Haulala" yang tertulis mengisahkan bahwa, seruan "Lawamena Haulala" mulai digunakan ketika terjadinya perang besar antara penduduk kerajaan Hitu di maluku, yang berperang melawan penjajahan Portugis sejak tahun 1520-1646.Â
Diharapkan kehidupan  sebagai murid-murid Kristus,  jemaat harus bertumbuh bersama-sama untuk menjadi manusia-manusia baru didalam Kristus, memperhadapkan  kepada perjuangan iman, diambil dari kitab Kolose 3 : 5-17  yang berisikan nasihat-nasihat Paulus untuk hidup beriman secara praktis kepada jemaat di Kolose yang berjuang dalam pergumulan Iman mereka, nasihat-nasihat rohani masih relevan digunakan di zaman sekarang ini, di zaman yang penuh dengan berbagai bentuk tantangan yang dapat mengalihkan iman.Â
Dan khotbah ditutup oleh Ibu Pendeta dengan penguatan iman"Tetapi, ketahuilah, apapun bentuk tantangan iman yang kita hadapi dalam kehidupan pergumulan iman kita, ringan atau berat sekalipun tantangan iman itu, jika Tuhan Yesus Kristus adalah hidup kita, yang memberanikan kita untuk meninggalkan manusia lama yang berdosa, dan mengambil keputusan untuk menjadi manusia baru, maka jangan takut, beranilah berjuang sampai akhir jangan mundur, lawamena haulala toma maju jang undur e".
Tanda persaudaraan sudah dikumandangkan.