Sebenarnya pembentukan karakter pribadi seseorang dapat ditelisik melalui pelbagai perspektif dalam psikologi, termasuk tahap perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud, seorang tokoh psikoanalisa. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pandangan Freud, saya akan menguraikan beberapa karakter pribadi saya saat ini. Menurut saya, saya merupakan tipe seorang yang perasa, peka terhadap perasaan orang lain, moody, berkomitmen, pendengar yang baik, multitasking, terkadang masih bergantung pada orangtua, memiliki kemampuan verbal (menata kalimat) yang kurang baik, perlu waktu untuk beradaptasi dengan orang baru, selalu ingin belajar untuk menjadi yang lebih baik.
Beberapa kepribadian tersebut, dapat dijelaskan melalui lima tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud, sebagai berikut.
1. Fase Oral (usia 0-1 tahun)
Pada tahap ini, sumber kenikmatan yang dirasakan oleh anak berasal dari mulut. Anak memperoleh kepuasan tersebut dengan cara menghisap, mengunyah makanan, atau meminum asi. Jika tahap ini tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan rasa ketergantungan dan berpengaruh pada perkembangan verbal anak. Pada tahap ini mungkin bisa dikatakan kurang berjalan sempurna untuk diri saya. Pasalnya, proses penyapihan pada fase oral yang terjadi pada saya ialah saat saya berusia lebih dari satu tahun. Pada fase ini juga, saya sering memainkan lidah di atas dinding mulut. Pembentukan kepribadian yang timbul hingga saat ini adalah adanya rasa ketergantungan dan merasa sangat aman jika bersama ibu. Tetapi, jika saya berada pada posisi sendirian atau tanpa ibu, saya masih bisa mengatasinya secara mandiri. Selain itu, akibat lain dari fase ini adalah saya kurang bisa menata kemampuan verbal saya dengan baik.
2. Fase Anal (1-3 tahun)
Dalam tahap ini sumber kenikmatan anak terletak pada anus. Orangtua dapat menanamkan sikap disiplin pada anak melalui toilet training. Menurut saya, saya dapat melewati fase ini secara sempurna. Karena sejak saya kecil, orangtua sudah membiasakan diri jika saya merasa ingin buang air besar, maka sebaiknya memberitahukan kepada mereka. Dari situlah mereka mengajarkan kapan dan dimana tempat yang tepat untuk buang air besar. Pengaruhnya ialah meskipun saya tipe orang yang terkadang berantakan, namun saya masih bisa mengontrol perilaku tersebut. Saya juga berusaha untuk memperhatikan kebersihan. Misalnya saya membawa bungkus permen di dalam kelas. Maka saya akan menyimpan bungkus tersebut dan membuangnya jika saya melihat tempat sampah.
3. Fase Falik (3-6 tahun)
Kepuasan terletak pada autoerotik atau daerah kemaluan. Menurut Freud, pada fase ini anak cenderung mengidentifikasikan diri dengan orangtua yang sama jenis dan mencintai orangtuanya yang berbeda jenis kelamin. Peristiwa ini disebut oedipus complex, yaitu anak laki-laki mencintai ibunya dan berusaha menghindari ayahnya. Begitu juga sebaliknya, pada anak perempuan yang disebut sebagai electra complex. Pada tahap ini saya merasa dekat dengan kedua orangtua, termasuk ayah. Hal tersebut dapat terlihat dari intensitas ayah mengajak bermain, misalnya bermain mobil-mobilan. Di sisi lain, bukan berarti saya ingin menghindari ibu. Justru pada masa tersebutlah ibu yang selalu berada di samping saya, dikarenakan ayah harus bekerja di luar kota sehingga jarang bertemu. Saat itu saya sempat berpikir “kenapa ayah bekerja jauh?”dan terbesit sedikit perasaan tidak rela. Mungkin inilah yang membentuk karakter pribadi saya sebagai seorang yang perasa.
Dari perilaku mengidentifikasikan diri dengan ibu, saya dapat memahami peran yang seharusnya dijalankan sebagai seorang perempuan adalah seperti itu. Misalnya melihat ibu yang berkerudung dan memakai bedak, maka secara berkelanjutan perilaku tersebut juga melekat pada diri saya hingga sekarang.
4. Fase Latent (5-12 tahun)
Tahap ini anak dialihkan pada pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Dalam pengejaran intelektual, orangtua saya mengarahkan saya untuk les privat sempoa. Selain itu, orangtua juga memberikan reward jika saya berhasil meraih peringkat 3 besar di sekolah. Proses tersebut terus berlaku pada diri saya hingga sekarang, yaitu memiliki tanggung jawab terhadap akademis meskipun tanpa memperoleh rewardlagi seperti dulu.