"Selama tinggal di New York, aku tidak memiliki sahabat seseru dan dekat seperti kalian berlima," lanjutnya.
Cahaya selama di sini hanya memiliki 2 sahabat dekat yang bekerja sebagai aktifis kemanusiaan dan dokter spesialis penyakit dalam.
"Sudah 4 tahun, aku tidak bertemu mereka karena beda kota tempat tinggal," lanjutnya.
Aku bisa merasakan betapa Cahaya merasa kesepian. Pekerjaan sebagai hakim sangat menguras pikiran dan perasaan. Selain itu, tentu saja Cahaya harus menjaga diri supaya tidak cepat akrab dengan siapa saja termasuk dengan para sepupunya.
"Jadwalku selama disini sungguh padat. Kita agak susah untuk bertemu setelah pulang kerja," kataku ke Cahaya dalam perjalanan kembali ke hotel.
"Aku mengerti dan sudah mengosongkan jadwal di akhir pekan supaya kita bisa jalan-jalan," jawabnya.
Akhir pekan tiba. Cahaya dan DX menjemputku di hotel untuk mengajak jalan-jalan keliling New York dengan mobil milik DX.Â
Seminggu kemudian di hari Sabtu, sehari sebelum pulang ke Jakarta, aku jalan seharian berdua dengan Cahaya karena DX sedang ke Milan untuk pemotretan.Â
"Waktu cepat sekali berlalu. Sejak lulus SD, tak berasa 20 tahun berlalu. Tetapi, semua masih terasa sama seperti kemarin," kata Cahaya di sela kami makan malam.
"Bintang, sudah lama kita berteman. Apa kamu mau menikah denganku?" tanyanya setelah makanan pencuci mulut kami habis.Â
Jantungku berdegup tidak beraturan karena terlalu senang. Mimpiku untuk menjadi istri Cahaya akan terwujud!Â