Mohon tunggu...
MK
MK Mohon Tunggu... Freelancer - Cahaya Bintang

Saat diri dapat katakan CUKUP di saat itu dengan mudah diri ini untuk BERBAGI kepada sesama:)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga, Sama dengan Ketenangan Batin?

3 Januari 2021   17:16 Diperbarui: 3 Januari 2021   18:11 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Simpsons (brilio.net)

Saya sangat menyukai kartun The Simpsons. Anda yang pernah menonton kartun ini pasti tahu bahwa ada saja tindakan konyol dari tiap anggota keluarga yang membuat sesama anggota keluarga hingga non keluarga merasa malu, kesal, marah, dan bahagia. Walau begitu The Simpsons selalu dapat menemukan jalan keluar bersama dan kembali belajar untuk hidup rukun.

Lalu apakah anda setelah setiap hari hampir 24 jam tanpa putus hidup bersama dalam satu atap dalam 10 bulan terakhir ini, menyadari betapa indah rahmat Tuhan yang disalurkan lewat keluarga?

Rumah yang semula ibarat tempat singgah untuk tidur dan berteduh setelah ditinggal kerja seharian; mendadak berubah harus diperhatikan ekstra. 

Awal 3 bulan pertama terus berada di rumah  pasti terasa sangat menyesakkan karena perbedaan pekerjaan dan pengetahuan serta cara komunikasi.

Ibu yang sehari-hari kerja masak, cuci gosok baju, serta bersih rumah merasa ternganggu dengan kehadiran suami dan anak yang sibuk kerja dengan laptop dan gawai. 

Pekerjaan rumah tangga terutama masak semakin berat dirasa ibu. Mau tidak mau setiap penghuni harus merelakan sebagian waktu untu berbagi tugas cuci piring, cuci gosok baju, bersihi taman, belanja bahan masak serta keperluan rumah secara daring laku sapu, pel, dan buat kue. Tak lupa mengurus hewan peliharaan seperti kucing, anjing serta ikan. 

Tetapi, seperti yang saya tulis di atas bahwa 3 bulan pertama  pasti terasa menyesakkan. Walau sudah ada pembagian tugas tetap tekanan pekerjaan kantor membatasi gerak untuk melakukan tugas rumah itu.

Rasa kesal karena rumah tidak rapi membuat satu persatu saling menegur hingga marah. Tak jarang masalah sepele seperti memo rapat kantor yang hilang terbuang karena dikira kertas bekas lalu kertas dan tinta printer yang mendadak habis... menjadi sumber kemarahan tambahan. 

Penghuni rumah di keluarga saya sudah dewasa semua tetapi beberapa tetangga adalah keluarga muda dengan 1 sampai 4 anak usia SD. Hampir tiap hari terdengar teriakan ibu dan bapak menyuruh fokus belajar atau stop bertengkar. Teman saya yang beda kota pernah sampai telepon minta bantuan saya untuk bantu mengajari anaknya karena tidak tahu cara mengajari.

Kami keluarga inti setelah 5 bulan bekerja, belajar, dan ibadah dilakukan dalam rumah berhasil adaptasi dengan kebiasaan baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun