Sore yang terlalu dingin untuk segera mandi. Aku ingin mengabarkan satu kisah. Tentang momi tentang popi. Mereka tangan kanan, mereka tangan kiri. Mereka sayap kanan, mereka sayap kiri. Malam Senin adalah malam penyesalan, pula malam tangis. Ada hati yang ingkar, ada hati yang terlupa. Ada sesal tentang modem yang hilang di sekolah. Sabtu, ketika modem masih ada adalah hari aku mendapati demam tinggi, flu berat, dan ingatan yang tidak sempurna. Bahkan ketika seorang kawan mengajak berbicara, aku lupa siapa ia. Siapa namanya?
Siang tadi ibu hadir sebagai bidadari surga. Kelembutan hatinya mengajakku membeli modem baru. Aku sungguh tak enak hati, ini sudah modem ketiga. Setelah modem pertama rusak dan modem kedua hilang. Ibu selalu memaklumiku lebih dari cukup. Lebih dari apa pun. Selalu seperti itu.
Sore ini, ketika di luar sana masih hujan. Ayah mendadak jadi tukang kayu. Iya menggergaji lempeng. Satu lempeng saja, ia sudah kepayahan. Ia yang dari muda hingga masa purna mendidik anak-anak, menulis di papan tulis, mengajari matematika, ipa, ips, bahasa, juga sastra, sore ini ia memegang gergaji dengan tawa lebar ketika aku berkata. "Ternyata jadi tukang kayu susah ya, Pop?"
Ayah sungguh menjadi laki-laki surga. Ia pasti tidak tega melihat aku terbangun dengan muka lesu lantaran sakit pinggang. Entah sejak kapan ranjangku ambles, aku lupa. Ada bagian yang tidak semestinya dan membuat tidur tidak nyaman. Sore ini, modem dari ibu dan ayah yang menjadi tukang kayu adalah anugerah dari Allah. Sugguh, tidak usah lagi kucari keajaiban. Mereka telah ada bersamaku.
Tegal, 31 Desember 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H