Mohon tunggu...
Kartika Hasna
Kartika Hasna Mohon Tunggu... Lainnya - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mahasiswi semester 4 yang berasal dari Madiun dan sedang menempuh pendidikan di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menelusuri Kekayaan Tradisi Bulan Ramadhan di Suriah

30 Mei 2024   09:40 Diperbarui: 30 Mei 2024   09:54 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://shorturl.at/FLX57

Tulisan ini bersumber utama dari عادات رمضانية| رمضان في سوريا - YouTube  


Bulan Ramadhan menjadi bulan yang selalu dirindukan kedatangannya bagi umat muslim di seluruh pelosok dunia. Bulan Ramadhan tak hanya identik dengan puasa, tetapi juga merupakan waktu berkumpul bagi keluarga maupun teman-teman. Juga terdapat berbagai macam tradisi untuk memeriahkan bulan suci ini, dimana tradisi-tradisi tersebut menjadi ciri khas yang unik dari sebuah daerah agar bisa lebih dikenal oleh masyarakat luas. Salah satunya adalah tradisi bulan Ramadhan di Suriah.

Masyarakat Suriah bersiap menyambut Ramadhan, pasar-pasar mulai ramai dengan orang-orang yang berbelanja untuk keperluan hidangan. Mereka mempersiapkan hidangan khas bulan Ramadhan, salah satunya adalah ma’arouk atau roti ramadhan. Mengapa dinamakan roti ramadhan? Karena roti ini hanya disebarkan ketika bulan ramadhan saja. Ma’arouk ini merupakan jenis kue manis yang banyak ditemukan saat sahur dengan adonan yang terbuat dari tepung terigu dicampur dengan minyak nabati dan sedikit mentega, kemudian diuleni dan didiamkan hingga mengembang. Lalu dimasukkan kedalam oven dengan bentuk dan berat yang diinginkan. Biasanya, ma’arouk ditaburi dengan wijen, kelapa parut, maupun biji jintan hitam, tetapi baru-baru ini terdapat variasi baru yaitu dengan cokelat. Harga jual pasar roti ini sekitar 500 lira hingga 4000 lira per potongnya. Konon katanya, makanan sederhana ini tidak lagi murah, tetapi jika dibandingkan dengan jenis manisan lainnya menjadi yang paling murah dan laku di masyarakat suriah.

Adapun makanan manis lain yang mungkin tidak diketahui oleh beberapa orang di bulan Ramadhan yaitu Qatayef. Ini merupakan hidangan penutup setelah makanan berat dan tidak hanya di Suriah saja, melainkan juga di Palestina, Yordania, dan Lebanon. Dengan menjadi pembeda adalah di isi nya. Bentuk dari qatayef sendiri hampir menyerupai bulan sabit, dan diberi isian keju, krim, maupun kacang tetapi sekarang lebih banyak varian karena untuk menyesuaikan selera masyarakat. Kemudian cara memasaknya adalah dengan digoreng atau dibakar. Beberapa riwayat mengatakan bahwa qatayef ini berasal dari zaman Abbasiyah dan ada juga yang mengatakan dari zaman Bani Umayyah.

Meja berbuka puasa juga tidak lengkap tanpa minuman tradisional, seperti qamar al-din. Minuman tradisional ini banyak disukai oleh kalangan masyarakat disana khususnya di pinggiran Damaskus karena dianggap sebagai minuman yang segar dan menyehatkan. Minuman ini terbuat dari buah aprikot yang direbus bersama gula, lalu dari campuran tersebut disaring dan direndam dengan minyak zaitun dan dibiarkan hingga kering. Di tempat lain, minuman ini bisa dihiasi dengan aprikot kering, kelapa ataupun kayu manis dan bisa juga ditambahkan dengan beberapa potongan es. Meskipun namanya terlihat mewah, qamar al-din merupakan minuman yang sederhana.

Di samping itu, ada tradisi sosial lain yang berkembang pesat selama bulan suci yang disebut "al-sakiyah", dimana kerabat dan tetangga saling bertukar makanan menjelang waktu berbuka puasa. Orang Suriah menganggap ini sebagai bagian penting dari ritual Ramadan. Adapun asal-usul al-sakiyah menurut orang Suriah, itu berasal dari aroma makanan mereka yang masuk ke rumah tetangga yang berpuasa, dan tetangga memiliki hak untuk mencicipi hidangan tersebut di meja berbuka puasa mereka.

Tradisi lain di Suriah adalah tradisi membangunkan sahur, namanya Al-Musaharati. Tradisi ini dikatakan akan hilang karena seiring berkembangnya zaman dengan adanya alarm di ponsel. Namun, tradisi ini tetap berlangsung di beberapa tempat karena beberapa orang masih menyukai bangun dengan musaharati dan ini adalah warisan yang tidak akan ditinggalkan. Cara melakukannya adalah seseorang berjalan di sekitar pemukiman atau gang-gang sempit sambil memukul drum atau gendang dan melantukan nyanyian seperti “Bangun untuk sahur, Ramadhan telah datang untuk mengunjungi Anda” (Rashi, seorang musaharati 60 tahun). Meskipun mushaharati memiliki tempat istimewa dalam tradisi, suara meriam Ramadan tetap hadir di setiap rumah, menentukan waktu berbuka dan sahur bagi penduduk kota. Selain itu, penduduk kota juga mengandalkan suara adzan untuk memutuskan kapan mereka boleh makan atau tidak.

https://www.diadona.id/food/mengenal-qatayef-makanan-penutup-khas-arab-yang-selalu-disajikan-saat-ramadan-200514o.html
https://www.diadona.id/food/mengenal-qatayef-makanan-penutup-khas-arab-yang-selalu-disajikan-saat-ramadan-200514o.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun