Mohon tunggu...
Kartika DwiHartini
Kartika DwiHartini Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menjadi orang seorang yang bermanfaat bukan hanya aktif sebagai tokoh masyarakat namun menyalurkan aspirasi juga pengetahuan yang di dapat selama ini dituangkan dalam sebuah tulisan dapat berguna selamanya meski kau hanyalah tinggal nama saja😊 Don't forget to follow, share, and comment 👍😍

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku adalah Subjek

1 Mei 2020   13:49 Diperbarui: 1 Mei 2020   14:07 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baik, sebelumnya kita telah mengenal mengenai filsafat Pragmatisme. Kali ini saya akan membahas mengenai manusia ditempatkan menjadi subjek dalam apa yang dilakukannya. Pembahasan ini juga disebut dengan Aliran Eksistensialisme. 

Aliran eksistensialisme merupakan aliran yang mengutamakan keberadaan manusia bebas dalam menentukan  pilihannya, apa yang dia utarakan, menunjukkan siapakah dirinya dan juga akan bertanggung jawab atas apa yang dia pilih.

Dalam pandangan pendidikan, Aliran eksistensialisme dapat di gambarkan melalui tujuan pembelajaran dimana siswa dapat bebas menunjukkan kreatifitas yang dia miliki, berani mengungkapkan pendapatnya sehingga keberadaan dalam lingkungan sosial dapat terlihat. Oleh karena itu partisipasi guru sebagai fasilitator guna menjembatani motivasi siswa agar tidak takut untuk bereksistensi terhadap sekitarnya.

Ada beberapa tokoh filsuf yang menganut Aliran ini dimana mereka memiliki perbedaan pendapat, diantaranya :

Soren Kierkegard 1813-1855

menurutnya, eksistensi (manusia) adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti bereksistensi dalam suatu perbuatan yang harus dilakukan setiap orang bagi dirinya. Pemikirannya ini muncul diakibatkan sebagai reaksi pemikiran pemikiran sebelumnya dimana filsuf terdahulu hanya mengedepankan dan fokus pada teoritis dan konsepsi saja. Hal ini berarti, segala sesuatu yang benar dilihat dari segi objek saja. 

Menurut soren hal itu tidak benar. Menurutnya ketika ada pengaktualisasian dalam diri manusia itu sendiri dari teoritis dan konsepsi yang didapat berupa refleksi objektif dalam upaya menemukan kebenaran obejktif itu sendiri. Jadi kebenaran itu tergantung dari apa yang kita rasakan.

Berbeda dengan Martin Buber, menurutnya nilai eksistensi manusia itu sendidi tidak melulu dari individual melainkan dari relasi relasi yang didapatkan dari luar individu itu sendiri seperti relasi dengan benda benda sekitarnya dan relasi antara manusia dengan Tuhan. 

Jadi ada berbagai macam pemikiran tokoh aliran ini dimana eksistensi itu sendiri dapat muncul dari diri indivudual dan juga sesuatu yang eksternal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun