Kartika Dini Primata Putri Adisty dan SundahriÂ
Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas JemberÂ
Korespondensi: Sundahri.faperta@unej.ac.id Â
   Kedelai merupakan salah satu tanaman C3 yang tergolong dalam tanaman pangan sekaligus sumber protein. Produktivitas kedelai di Indonesia tahun 2015-2020 mengalami penurunan tiap tahunnya dan meningkat pada tahun 2020. Permintaan dan kebutuhan masyarakat terhadap kedelai semakin meningkat sedangkan produksi dalam negeri belum mencukupi sehingga untuk mencukupi kebutuhan tersebut maka pemerintah melakukan impor kedelai dari negara lain. Menurut data Badan Pusat Statistik (2020), produksi kedelai nasional pada tahun 2020 mencapai 613.300 ton yang mana pada tahun 2019 mengalami penurunan mencapai 424.190 ton. Kenaikan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai swasembada kedelai (Setyawan dan Huda, 2022). Swasembada ini berupa pemanfaatan lahan salin yang berada di pinggir pantai.Â
   Luas lahan salin di Indonesia diperkirakan sekitar 20% lahan pertanian menjadi salin akibat perubahan iklim global. Sedangkan Sodhiq (2020) menaksir luas lahan salin di Indonesia hanya 0,4 juta hektar. Lahan salin di wilayah pesisir Jawa meningkat setiap tahunnya, hal ini dikarenakan terjadinya intrusi air laut. Safitri dkk. (2018), menyatakan bahwa luas lahan salin di Indonesia sekitar 440.300 ha dengan kriteria lahan agak salin 304.000 ha dan lahan salin 140.400 ha. Salinitas tanah mempengaruhi seluruh proses pertumbuhan, fisiologis dan produksi pada kedelai. Salinitas tanah yang tinggi dapat menurunkan persentase pembentukan polong dikarenakan bunga yang dihasilkan berubah warna menjadi coklat dan rontok (Nisak dan Supriyadi, 2019). Lahan salin ditandai dengan kandungan garam yang tinggi, terutama garam natrium dan klorida. Keberadaan ion Na+ dan Cl yang tinggi menyebabkan peningkatan tekanan osmotik larutan tanah, sehingga tanaman kesulitan menyerap air, penyerapan ion Na+ dan Cl-lebih banyak dibanding ion lainnya sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit larutan dalam tubuh tanaman dan terjadi keracunan Na+ dan Cl yang berdampak pada penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman (Kristiono dkk., 2018).
   Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan pengaruh cekaman salinitas diantaranya adalah penggunaan pupuk silika. Silika berperan dalam ketahanan tanaman terhadap cekaman salinitas. Penyerapan unsur hara silika dalam bentuk asam silikat atau Si(OH)4 oleh tanaman mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan selama cekaman. Silika pada tanaman dapat menghambat senyawa oksidatif penyebab cekaman dan meningkatkan enzim antioksidan sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman dapat berjalan secara maksimal (Suhada dkk., 2022). Silika dapat meningkatkan status air tanaman, menstimulasi peningkatan aktivitas enzim antioksidan yang dapat menurunkan konsentrasi spesies oksigen reaktif, imobilisasi racun Na+ , mengurangi penyerapan Na+ dan meningkatkan penukaran pengambilan K+ .Â
   Penambahan silika pada tanah salin yang dilakukan oleh Taufiq dkk., (2020) dengan kadar pupuk silika (50% zeolit, 50% silika cair) dan (75% zeolit, 25% silika cair) pada tanah dengan tingkat salinitas sedang (3 dS/m) nyata menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah dan berat polong kedelai, dan jumlah dan berat biji kedelai tertinggi yaitu 104,03 cm dan 92,87 cm dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk silika cair dan zeolit dapat meningkatkan pertumbuhan dan membantu ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan vegetatif tanaman pada tanah salin. Aplikasi zeolit menyebabkan penurunkan penyerapan ion Na+ , meningkatkan KTK tanah dan meningkatkan efisiensi pemupukan yang berguna bagi pertumbuhan tanaman, sehingga dapat meningkatkan tinggi tanaman.Â
   Silika tersedia dalam berbagai bentuk diantaranya silika padat dan cair. Silika padat yang umum digunakan yaitu zeolit, sedangkan silika cair yang umum digunakan yaitu silika koloid. Zeolit merupakan silika padat yang berasal dari aluminosilikat yang terhidrasi dengan kation-kation alkali dan alkali tanah. Penambahan zeolit pada tanah dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatkan KTK tanah, meningkatkan ketersediaan ion Ca, K, dan P, menurunkan kandungan Al serta menambat mineral yang berguna bagi pertumbuhan tanaman (Bako dkk., 2023). Pemberian zeolit pada tanah dapat mempertahankan zat-zat nutrisi pada daerah perakaran yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Aplikasi zeolit meningkatkan ketersediaan dan serapan unsur N, P, K dan Si sehingga mampu meningkatkan hasil tanaman (Telaumbanua dkk., 2023).Â
   Silika cair dapat diperoleh dari proses reduksi menjadi ukuran yang lebih kecil dengan teknologi nano menjadi (10-9m). Pemupukan nano-silika 0,5 sampai 1 mM pada bibit kedelai mengurangi dampak stres garam (salinitas) dengan meningkatkan konsentrasi K+ , aktivitas antioksidan, senyawa non-enzimatik dan penurunan konsentrasi Na+ , peroksidasi lipid, dan produksi spesies oksigen reaktif (Farhangi dan Torabian, 2018). Kombinasi pemberian silika melalui tanah dan daun tanaman dapat meningkatkan hasil tanaman. Aplikasi nanosilika dan zeolit dengan dosis 150 kg SiO2/ha mampu meningkatkan jumlah polong, jumlah bibit, bobot biji kedelai pada kondisi stress air (Astuti dkk., 2018).Â
   Aplikasi silika berupa zeolit dan pupuk silika cair dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil biji kedelai pada tanah dengan tingkat salinitas sedang (3 dS/m). Aplikasi silika berupa zeolit dan pupuk silika cair pada tanah dengan tingkat salinitas tinggi mampu memperkecil penurunan hasil biji kedelai (6 dS/m).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H