Mohon tunggu...
Kartika Ratna S.
Kartika Ratna S. Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas negeri surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Benarkah Pemimpin Perempuan Tidak Lebih Baik dari Pemimpin Laki-laki

22 Mei 2024   18:22 Diperbarui: 22 Mei 2024   18:37 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perdebatan terkait kepemimpinan perempuan dan laki-laki tentu sudah berlangsung sejak lama, bahkan dari berabad-abad yang lalu. Dalam agama islam menilai bahwa pemimpin lebih identik dengan seorang laki-laki. Namun disisi lain, terdapat kesetaraan gender yang menilai bahwa perempuan juga memiliki hak untuk mendapatkan posisi pemimpin. Akan tetapi yang tidak bisa dihindari adalah adanya kendala dalam sosial budaya khususnya struktur masyarakat patriarki merupakan kendala paling sulit dirubah untuk meningkatkan kesetaraan gender. Sehingga, munculnya prasangka terhadap laki-laki lebih baik dalam memimpin dari pada Perempuan. Seperti yang kita ketauhi bahwa masyarakat Indonesia masih menganut budaya patriarki hingga saat ini. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi peran Perempuan dikehidupan termasuk dalam hal memimpin. Budaya patriarki seperti ini dapat tercermin dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan dapat menjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, pembagian kerja serta kepemimpinan. Sehingga budaya yang demikian akan menimbulkan terjadinya perlakuan diskriminasi bahwa perempuan tidak pantas menjadi seorang pemimpin. Esai ini akan menyimpulkan argumen bahwa pemimpin perempuan sama cakapnya dengan pemimpin laki-laki. Penting untuk diingat bahwa tidak ada jawaban yang tepat untuk pertanyaan tentang lebih baik mana pemimpin laki-laki atau perempuan. Setiap individu memiliki karakteristik masing-masing, dan gaya kepemimpinan yang terbaik akan cenderung bervariasi menyeseuaikan pada situasi dan konteksnya. Tujuan esai ini adalah untuk mendorong berpikir secara terbuka bahwa anggapan tentang perempuan tidak lebih baik dari laki-laki dalam hal kepemimpinan itu tidak selamanya benar. 

Perempuan sering dikaitkan dengan sifat-sifat yang emosional, seperti penurut dan cenderung tidak tegas. Hal tersebut dianggap sangat tidak ideal apabila dijadikan tolak ukur untuk menjadi seorang pemimpin. Stereotip ini yang menghambat perempuan untuk mendapatkan kesempatan memimpin dan memperkuat anggapan bahwa laki-laki lebih cocok untuk posisi kepemimpinan. Padahal apabila diamati lebih detail laki-laki memang cenderung memiliki kemampuan menggunakan logika yang baik. Namun perempuan juga tidak kalah efektif apabila  menjadi seorang pemimpin. Sifatnya yang hati-hati dan lebih perasa mendorong pemimpin perempuan untuk memiliki sifat manajerial yang lebih baik daripada laki-laki. Perlu diingat pemimpin harus mampu mengatur dan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan kedepannya, dan hal tersebut bisa didapatkan oleh seorang pemimpin yang memiliki kemampuan manajerial yang efektif. Selain itu, perempuan cenderung lebih focus dalam membangun hubungan atau dan pemberdayaan dengan orang lain. Dari kemampuannya tersebut dapat menghasilkan sebuah tim yang kuat dan kohesif. Kehebatan yang dimiliki seorang Perempuan juga dapat dilihat bahwa Perempuan dapat menjalankan dua peran sekaligus, di satu sisi menjadi seorang ibu yang mengurus rumah tangga dan di sisi lain menjadi seorang Wanita karir. Dalam sepanjang sejarah juga  sudah banyak perempuan yang telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa dalam hal kepemimpinan di berbagai bidang, seperti politik, bisnis, dan sosial. Contohnya, Ibu Sri Mulyani Indrawati. Beliau adalah seorang perempuan yang menjabat sebagai Menteri Keuangan Reublik Indonesia. sebelum itu, ia pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia  pada 1 Juni 2010. dan Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI).

Gaya kepemimpinan Ibu Sri Mulyani ditandai dengan visi strategis yang kuat dan keterampilan beliau dalam pengambilan keputusan yang efektif bagi tim dalam organisasi yang dipimpinnya. Sebagai seorang pemimpin, beliau menunjukkan kemampuan untuk menetapkan tujuan yang jelas dan mengartikulasikan visi yang menarik untuk masa depan organisasi yang dipimpinnya. Arahan strategis ini memberikan peta jalan bagi timnya, menyelaraskan upaya mereka menuju tujuan bersama dan menumbuhkan tujuan dan arah. Sudut pandang Sri Mulyani tentang kepemimpinan menekankan pentingnya pengambilan keputusan yang sejalan dengan arah strategis secara keseluruhan, memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil berkontribusi pada pencapaian tujuan jangka panjang.

Seorang Perempuan biasanya dikenal memiliki sikap yang selalu bimbang dan moody. Sikap yang dimiliki seorang pemimpin dapat berpengaruh dalam bagaimana gaya kepemimpinan yang akan dibawa. Sedangkan, sikap tersebut tidak baik dilakukan saat berperan menjadi pemimpin. Tetapi, Ibu Sri Mulyani berbeda. Beliau memiliki prinsip inti yang mendasari gaya kepemimpinannya yaitu transparansi dan akuntabilitas. Beliau sangat menekankan upaya untuk memastikan bahwa proses-proses tersebut transparan dan keputusan-keputusan diambil tidak bertentangan dengan nilai-nilai integritas dan keadilan. Hal ini dapat dibuktikan ketika Ibu Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan, beliau melakukan reformasi birokrasi. Tindakan beliau membawa kemajuan, dimana birokrasi kini lebih simpel, Indonesia mulai dipercaya banyak investor dan berhasil meningkatkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Dengan mengedepankan budaya keterbukaan dan akuntabilitas dalam organisasi yang dipimpinnya, Sri Mulyani menumbuhkan kepercayaan di antara para pemangku kepentingan dan meningkatkan tata kelola secara keseluruhan. Komitmennya terhadap transparansi pengadaan barang dan jasa tidak hanya meningkatkan efisiensi organisasi tetapi juga memberikan contoh positif untuk diikuti oleh pihak lain.

Dengan kemampuannya Ibu Sri Mulyani, ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang tegas, disiplin, dan berani mengambil risiko, beliau selalu berusaha untuk memberikan contoh dan pengaruh yang baik kepada rekan tim maupun bawahannya. Sehingga, atasan dan bawahannya memiliki solidaritas yang tinggi. Sri Mulyani selalu mengajarkan untuk menjunjung tinggi kejujuran. Dalam memimpin Kementerian Keuangan, Sri Mulyani menerapkan prinsip parenting. Hal ini dilakukan dengan menganggap orang-orang di Kementerian Keuangan seperti keluarga, mempunyai hati, perasaan, dan budi. Sri Mulyani selalu mencoba membuat orang-orang di kementeriannya bersemangat dalam bekerja (Hadi, 2017). Robbins & Coulter (2005) dalam bukunya memaparkan bahwa perempuan mengadalkan karisma, keahlian, relasi, dan kemampuan interpersonalnya untuk mempengaruhi orang lain.

Jadi, saat ini Ibu Sri Mulyani ini menjadi sosok yang mematahkan stereotip yang selama ini berkembang. Karena, dengan kemampuan yang dimiliki menjadi salah satu pembuktian bahwa Perempuan juga dapat menjadi pemimpin. Anggapan bahwa perempuan tidak secakap pemimpin laki-laki adalah statement yang keliru selama ini. Hal tersebut juga pernah disinggung oleh Ibu Sri Mulyani ketika beliau menjadi pembicara webinar Women Leaders Forum (WLF) 2022: “Achieving an Equal Future” pada (8/3/2022). Beliau mengatakan bahwa Perempuan Indonesia harus terus meningkatkan kompetensi dan kualitas diri, terutama mengenai peran kepemimpinan. Hal itu penting guna mengatasi stereotip yang kerap melekat pada perempuan. Jadi, menurut beliau, ketika terpilih menjadi pemimpin, harus dapat membuktikan bahwa wanita juga pantas berada di posisi tersebut. Memiliki kompetensi dan kualitas dalam diri merupakan hal penting untuk berperan sebagai pemimpin. Selain itu, Sri Mulyani menilai pemimpin perempuan memiliki banyak nilai tambah dan keuntungan. Salah satunya adalah perempuan cenderung memiliki sifat multitasking karena banyaknya peran yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Saat menjadi pemimpin, kemampuan multitasking tersebut sangat memberikan manfaat bagi organisasi karena perempuan bisa melihat secara lebih detail dan melihat dari sisi-sisi yang tadinya tidak terlihat. Efektivitas kepemimpinan yang unggul bukan ditentukan oleh jenis kelamin melainkan diukur dari kemampuan dari individu dan kesesuaian gaya kepemimpinan dengan situasi dan konteks. Kesimpulannya pemimpin yang efektif tidak mengenal gender. Mendorong kesetaraan gender dalam kepemimpinan adalah hal yang penting. Hal ini berarti memastikan bahwa perempuan memiliki peluang yang sama untuk menjadi pemimpin dan kemampuan mereka pantas untuk diakui dan dihargai. Dengan demikian, kita dapat menciptakan dunia di mana semua orang memiliki kesempatan untuk mencapai potensi penuh mereka, tanpa terikat gender.

oleh : 

  • Yogi Hario Wibowo (23040674116)
  • Kartika Ratna Suminar (23040674124)
  • Siti Rochmah Salsabila S (23040674128)
  • Alya Syifa Maharani (23040674148)

Dosen Pembimbing : 

  • Galih Wahyu Pradana, S.A.P., M.Si.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun