Mohon tunggu...
Kartika Maulida Imansari
Kartika Maulida Imansari Mohon Tunggu... -

seorang radiografer muda yang bekerja di salah satu RSUD Kalimantan Selatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengejar Cinta

29 Maret 2013   16:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:02 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebelumnya kenalin nama gue Chandra Aditya Putra, biasa teman-teman gue manggil Chandra, siapa sih yang nggak kenal gue, seantero sekolah, bahkan seantero kota kenal sama gue, bisa dibilang gue beken, sedikit bandel, namun tetap berprestasi di sekolah. Gue sekolah di SMAN 1 Sampit, saat ini gue mengenyam pendidikan di bangku kelas 2, teman-teman gue banyak, udah gitu mereka semua pada baik ama gue, “hmm.. baik? Alaaaahh paling cuman karena takut ma gue, trus pura-pura  baik deh, takut gue musuhin, atau mungkin juga takut gue gebukin kali, hahaha…”

___

“Teng… Teng.. Teng” bunyi lonceng sekolah pertanda masuk.

Jam pertama hari ini adalah matematika, nggak tau kenapa gue demen banget ma ini pelajaran, padahalkan anak-anak lain selalu menghindari mata pelajaran ini.

Nama guru matematika di sekolah ini adalah ibu Bety, dengan perawakan yang sedang dan cukup keibuan,beliau ini baik, namun sangat disegani oleh anak-anak murid. Beliau juga selalu menjelaskan pelajaran dan cara penyelesaian dengan cara yang begitu mudah dipahami.

“Anak-anak, PR kalian minggu kemarin harap dikumpul sekarang, dan hari ini kita belajar mengenai Aljabar, coba buka buku halaman 27, dengan rumus yang tertera dibuku, mari kita lanjutkan kerjakan soal dibawahnya, okay” Kata Ibu Bety.

Lalu aku segera membolak-balik buku dan mencari halaman yang telah disampaikan oleh ibu, tanpa banyak perintah, gue coba menyelesaikan soal-soal latihan yang ada, dan akhirnya selesailah beberapa buah soal. Saat itu Ibu Bety sedang memeriksa buku-buku PR kami.

Keheningan menyelimuti suasana kelas gue, masing-masing anak berkutat dengan soal dan rumus-rumus matematik aljabar tersebut.

“Nah, udah 15 menit berlalu, coba siapa yang bisa dan berani menjawab soal tersebut” Kata Bu Bety.

Semua anak pada diam, akhirnya Vika mengangkat tangannya dan mencoba menjawab soal no 1, dia maju ke depan dan mulai menuliskan rangkaian hitungan ajlabar tersebut, setelah selesai, dia-pun kembali ke kursinya yang berada tepat dipaling depan.

“jawaban yang benar” Kata Bu Bety lagi.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Vika merupakan anak yang cepat tanggap dan tidak pemalu, dia selalu menyabet gelar juara umum berturut-turut dalam 2 tahun ini J .

“Selanjutnya siapa yang bisa menjawab pertanyaaan No 2” bu Bety kembali berkoar-koar.

Dengan pedenya gue menganggkat tangan.

“Iya Chandra, silakan maju ke depan”

“Baik Bu” sahut gue

Gue pun akhirnya maju ke depan dan mulai menjawab, akhirnya selesai.

“Silakan duduk kembali” Bu Bety berucap

“Iya Bu” kata gue.

Sambil meneliti jawaban gue yang terpampang di papan tulis, bu Bety berkata “ Jawaban yang benar”, dan begitulah selanjutnya sampai akhirnya lonceng istirahat pun kembali berdentang…

“Teng.. Teng.. Teng”

Gue langsung cabut dari kelas, dan beranjak pergi ke kantin, disana udah ada kumpulan teman genk gue, seperti Prima, Bagus, Radit, Akbar dan Agengsetyo.

Kami berkumpul sambil makan dan berceloteh, biasalah kalau cowok-cowok ngumpul, tentunya topik pembicaraan nggak jauh dari cewek.

Teman-teman genk gue ini tau kalau gue naksir seorang kakak kelas 3, namanya Alya, orangnya cantik, manis, dan begitu anggun, bawaannya juga begitu kalem.

Gue udah naksir Alya ini sejak gue kelas 1, Alya dulu pernah jadi kakak panitia ospek untuk siswa-siswi baru, dari sanalah gue mulai merasakan rasa ketertarikan terhadap dia.

Saat ini gue juga dekat dengan Alya, orangnya-pun cukup ramah, dan nyambung apabila diajak ngobrol. Gue tau kalau dia-pun masih single, namun gue takut aja nembaknya, secara-kan gue adek kelas, mau nggak ya dia ama berondong gini. Eittsss.. bukan berarti gue nggak gentlemant atau takut di tolak, gue cuman ingin tau pasti dulu perasaannya ke gue, memang sih gue ada niat sih buat nembak, tapi ntar dulu deh, gue juga pengen cari momet yang tepat dan spesial, hmm.. nggak hanya itu, sebenarnya sih ada alasan lain yang membuat gue belum nembak dia, gue cuman takut kalau ternyata dia hanya menganggap gue sebagai sahabat, dan apabila ternyata dia tidak memiliki perasaan yang sama, gue nggak pengen aja kalau kedekatan gue selama ini hancur. Gue takut dia menjauh dari gue…

___

“Heiiii Chandra, tunggu bentar” Kata Ryan

Gue membalikkan badan, dan menunggu si pemanggil itu.

Ryan ini adalah kakak kelas 3 yang dulu juga jadi kakak panitia ospek, dia jua berteman dengan Alya, hanya teman, namun tidak begitu dekat.

Orang seantero sekolah juga tau kalau gue dekat dengan Alya, walau sebagian orang nyangkanya gue cuman sahabatan dengan dia, padahal hati gue punya perasaan lebih.

Akhirnya Ryan udah tepat berada di depan gue.

“Ada apa” Kata gue.

“Gini lo ndra, gue perlu bantuan lo” sahut Ryan.

“bantuan apa Yan?”

“Gue nitip ini ya, tolong kasihkan ke Alya” katanya seraya menyerahkan sebuah surat dan setangkai mawar.

“Surat apa sih?” sahut gue.

“Surat cinta” Jawabnya.

degg” jantung gue terhenti sejenak…

“Koq, lo nggak ngasih langsung ke orangnya” Tanya gue lagi.

“Gue ini orangnya rada pemalu ndra, lagian kan kalian dekat kayak sahabatan gitu, nggak ada salahnya kan kalo gue minta bantuan elo” sahutnya.

“Iya, ntar gue kasihkan ke Alya deh” Sahutku sambil mengambil surat dan bunga itu, lalu menaruhnya dalam tas. Gue beranjak dari sana menuju parkiran motor.

Thanks bro” Teriak Ryan dari kejauhan

___

Besok harinya di sekolah… sewaktu jam istirahat, gue nyamperin Alya di kelasnya. Saat menyerahkan surat dan bunga itu, aku nggak sempat ngomong apa-apa, aku terburu-buru lari ke toilet sambil menahan kencing.

Alya menerima surat dan bunga itu, dan entah bagaimana-kah raut mukanya ketika dia membaca surat yang isinya-pun aku nggak tau secara rinci, pokoknya nggak jauh-jauh lah dari kata cinta.

Setelah dari toilet, gue ke kantin, rutinitas biasa…. ngumpul ama genk gue.

___

3 hari berlalu setelah penyampaian surat dan bunga dari Ryan ke Alya  yang di titipkan ke gue itu, hari ini Alya nyamperin gue ke kelas.

“Chandra, kesini bentar” kata Alya

Gue pun keluar kelas, dan menghampiri dia.

“Iya Alya, ada apa?”

“Gue nerima lo ndra“ Sahut alya

Gue jadi bingung dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Alya…

“jangan-jangan yang dimaksud Alya ini surat dan bunga kemaren dari Ryan, tapi koq alya ngomongnya nerima gue ya?” batin gue dalam hati.

“hmm.. oh iya” sahut gue sambil tersenyum, belum sempat meneruskan pembicaraan, tiba-tiba Bu Bety masuk kelas, hari ini jadwal pelajaran matematika lagi di jam pertama, gue pun keburu masuk kelas, padahal tadinya gue pengen jelasin lebih lanjut bahwa itu surat bukan dari gue.

Pelajaran matematika berlalu tanpa terasa lonceng istirahat pun berbunyi…

“Teng… Teng… Teng”

Gue beranjak dari kelas menuju kelas Alya, namun orang yang gue cari, nggak ada ditempat, lalu gue langsung ke lapangan basket, biasanya ada Ryan di sana, dan akhirnya gue bertemu dengan Ryan.

“Ryan, surat lo udah gue kasih ke alya 1 hari setelah lo nitipin surat itu ke gue”

“Iya, trus?” Ryan bersimpati mendengar kata gue, dan berharap kelanjutan info lagi.

“Akhirnya, hari ini, tepat 3 hari setelah surat lo ditangan Alya, eh pagi tadi dia nyamperin gue di kelas, dia  bilang kalau dia nerima gue. Nah, gue jadi bingung aja, koq dia malah nerima gue, bukan elo Yan, emang dalam surat itu lo nggak ada nulis nama pengirimnya ya?” kata gue sambil bertanya ke dia.

“Iya, gue nggak ada nulis nama” Katanya lagi, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang nggak gatel, pertanda bingung.

“Eittss, emang lo nggak bilang ndra, waktu ngasih surat itu ke Alya, bahwa lo cuman dititip surat oleh gue!” Sahut Ryan lagi.

“Duh, maaf bro, nggak sempat bilang, soalnya waktu ngasih kemaren gue kebelet pipis, habis ngasih surat, gue langsung ngacir ke toilet gitu” Jawabku lagi.

Akhirnya Ryan dmengajak aku ngobrol sambil duduk di kursi bawah pohon yang terletak di dekat lapangan basket itu.

“Aduh, gue jadi bingung nih” Gue memulai pembicaraan lagi.

“hmm.. trus… pagi tadi apa elo udah jelasin ama Alya-nya bahwa sesungguhnya surat itu bukan dari elo ndra?” Tanya Ryan

“Uppss itu dia masalahnya, gue nggak sempat bilang juga, tadi pas gue mau jelasin ke dia, eh keburu Bu Bety masuk kelas, trus gue masuk juga deh ke kelas, takut kena omel Bu Bety, tau sendiri kan ibu Bety tu tegas banget orangnya. Lalu, sewaktu lonceng bunyi barusan sebelum gue nyamperin elo disini, gue udah nyari Alya di kelasnya, namun dia nggak ada di tempat. Duh, yang bikin gue nggak enak ma elo Yan, eh dia nya bilang nerima gue itu lho!” Gue ngasih pemaparan ke Ryan.

“kan gampang ntar lo tinggal jelasin lagi aja kalau ketemu Alya mengenai surat itu” sahut Ryan.

“Tapi Yan…?”

“Tapi kenapa ndra?” jawab Ryan lagi

“Tapi sebenarnya gue senang juga sih setelah tau kalau ternyata Alya punya perasaan yang sama ke gue”

“Maksud lo ndra? Apa lo suka dia juga? KOq nggak bilang-bilang, tau gini, gue nggak nitip ke elo deh!” Kata Ryan sambil noyor kepala gue,  nggak kenceng sih, mungkin dia agak sedikit kesal aja.

Gue diam, sebenarnya pengen bales noyor kepalanya, tapi aku juga juga mengerasa salah terhadapnya.

“Hmm… ribet akhirnya, ya sudah, ntar gue langsung ke Alya deh, jelasin kalau surat itu sebenarnya dari gue yang dititipin ke elo” sahut Ryan dengan wajah bersungut-sungut.

“Atau lebih baiknya lagi, kalau ntar kita ngumpul bertiga dan ngasih penjelasan langsung ke Alya, terserah deh dia akan tetap nerima elo, atau bakal milih gue, kita bertanding secara fair aja!” Ryan menambahkan.

Sampai jam sekolah berakhir, Alya tidak terlihat lagi di sekolah, ternyata dia ijin beberapa hari keluar kota untuk melakukan berbagai medical check up di sebuah RS ternama.

___

Beberapa hari kemudian, setelah pulang dari luar kota, Alya hadir kembali ke sekolah.

Sewaktu jam istirahat, sesuai yang telah direncakan oleh gue dan Ryan, akhirnya kami berkumpul bertiga bersama Alya juga.

Kami  ngumpul di kantin dan ngomongin mengenai kesalahpahaman tentang surat cinta itu, bahwa sesungguhnya yang ngirim surat itu adalah Ryan, dan gue sabagai pos nya. (maklum jaman itu masih seru-serunya surat-suratan, belum ngeh dengan yang namanya sms, jiahahaha… ketahuan deh kalau ini jaman behaula) :p

Setelah kurang lebih 5 menit Ryan ngasih penjelasan, Alya-pun terkejut, sambil berkata “Kirain yang ngirim surat itu Chandra, soalnya didalam surat nggak ada nama pengirimnya Ryan”

“Iya, itu salah gue juga sih Al, maklum gue gugup nulis surat, sampai lupa cantumin nama gue” Kata Ryan.

“Maafin gue juga, nggak sempat ngasih tau bahwa itu dari Ryan, soalnya waktu nyerahin surat, gue keburu ke toilet” sahut gue, dengan tampang innocent.

“Gue bingung deh kalu gini” Sahut Alya lagi.

Kami semua akhirnya terdiam…

“sekarang gue deh yang nanya sama lo ndra, elo itu ada rasa nggak sih sebenarnya ama gue?” Tiba-tiba Alya bertanya sambil menatap gue yang duduk berseberangan dengannya.

Bola matanya yang cokelat, bulu matanya yang lentik itu mengarah kepada gue…

“oh Ya Tuhan, gue nggak mungkin bisa mungkir dari pertanyaan itu… sebenarnya gue telah tenggelam dalam rasa yang sama dengannya, gue juga suka dengan dia…” Batinku menjerit kecil

Akhirnya mulut gue terbuka dan mengatakan bahwa sebenarnya gue juga suka dia.

Lagi-lagi… kami bertiga pun diam kembali. Semua membisu… dalam keheningan itu, tiba-tiba Alya kembali berucap… “gini deh, gue akan pertimbangin kalian berdua, nggak menutup kemungkinan gue akan milih lo Ryan, atau gue milih Chandra. Beri gue waktu untuk memilih, kebetulan lusa gue ultah, gue ngundang kalian berdua ke acara, don’t forget it, pukul 8, anak-anak lain juga datang koq” serunya sambil beranjak dari kursi, dan meninggalkan kami.

___

Hari ini, ultah Alya yang ke 18. Pulang sekolah, gue ke toko boneka untuk membelikan Alya kado.

Pukul 8 malam, acara yang ditunggu-tunggu pun dimualai, sewaktu pemotongan kue ultah pertama di serahkan Alya kepada orang tuanya, potongan kedua dia serahkan ke gue, dan ketiga baru diserahkan ke Ryan, yang berarti maksudnya adalah bahwa Alya lebih memilih gue ketimbang Ryan.

Malam ini hati gue sunggu berbunga-bunga sekali, tepat dihari ultahnya, gue resmi jadian sama Alya. Kakak kelas yang cantik, bagi gue umur bukanlah penghalang cinta.

Ryan-pun akhirnya menyerah, dia ikhlas melepas Alya.

___

Hari-hari di sekolah terasa makin menyenangkan apalagi waktu bersama-sama Alya, akhirnya kami sering bolos bareng, (jangan ditiru yaaa adek-adek :D), karena gue dan Alya begitu menikmati kebersamaan kami yang mungkin hanya hitungan bulan saja, tidak akan lama lagi Alya lulus sekolah, katanya dia akan melanjutkan kuliah di pulau seberang, tempat yang jauh… yang mungkin akan menjadikan kami begitu merindukan saat-saat bersama.

Gue sempat kena skors seminggu dari sekolah karena sering membolos, Ibu wali kelas, bahkan Ibu Bety-pun, guru matematika, sempat complain mengenai hal ini terhadap gue.

Sewaktu di skors itu, orang rumah nggak gue kasih tau, gue tiap harinya seperti anak-anak lainnya, tetap seperti berangkat ke sekolah, namun setelahnya ngilang nggak tau kemana rimbanya, hehe :3I (don’t try it, remember!)

___

Ujian Akhir Sekolah berlangsung, Alya pun lulus dengan hasil yang cukup lumayan, walau menjelang ujian itu dia jadi ikut-ikutan bolos bersama gue, namun lain halnya dengan gue, walau gue lumayan sering bolos, pernah kena skors juga, namun nilai-nilai ulangan gue masih di atas rata-rata anak lain, tahun ini gue menyabet juara 3 dikelas J (senyum tanda kemenangan).

Setelah kepergian Alya, awal-awalnya kami masih sempat surat-suratan, namun akhirnya surat terakhir yang gue terima darinya bukan hanya sekedar surat, tapi dilampiri undangan pernikahannya. Sedih memang, namun malang tak dapat di tolak, gue dan Alya sepertinya memang ditakdirkan tidak berjodoh. Namun tak mengapa, hidup gue masih panjang, cukup lah dia sebagai kenangan yang telah mengisi hari-hari gue . Gue move on, beberapa kali telah melabuhkan cinta terhadap beberapa wanita, namun selalu berakhir, sekarang ini-pun gue sedang mengejar cinta. Gue adalah pengejar cinta sejati.

___

N/b : Ini cerita gue jaman sekolah dulu, bisa dibilang ketika jaman ketika cinta monyet bersemi, haha… Sekarang gue udah berumur 26 tahun, dan menjadi seorang anggota di Sampit. Cerita ini gue ungkapin ke temen gue, namanya : Kartika M.I… yang akhirnya gue request ke dia agar curhatan gue ini dibikin dalam bentuk cerpen, walau dengan sedikit perubahan pada ‘plot’ alur dan ending cerita.

Sekian J Selamat menikmati tulisan ini… xie-xie.

Barabai, 28 Maret 2013

The Created by Kartika Maulida Imansari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun