Mohon tunggu...
Kartika aditya
Kartika aditya Mohon Tunggu... -

Sebuah kata terhebat yang dapat membangkitkan seseorang dari keterpurukan adalah "semangat!"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sad Ending

12 Oktober 2014   00:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:26 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lampu jalanan mulai menyala segera ketika matahari kembali ke peraduannya. Rintik-rintik air dari langit mulai turun, sementara aku masih berdiri tepat di depan sebuah cafe sejak beberapa jam lalu. Di tanganku, aku memegang sebuah Kamera dan payung berwarna kuning.

Terlihat jelas dari luar, melalu kaca-kaca yang bening, seorang gadis dengan rambut ikal sebahu tengah duduk di sebuah meja yang berada di sudut ruangan dengan wajah yang tertunduk lemas. Tak ada hal yang dapat kulakukan selain hanya menatap gadis itu dengan  sedih dari tempatku berdiri.

Tentu saja aku tahu bahwa saat ini ia tengah berduka karena baru saja kehilangan seseorang yang dicintainya.

Tiba-tiba wajah gadis itu trangkat, matanya sembab karena menagis. Kemudian ia mulai bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju keluar, beberapa orang yang masih berada disana juga menatapnya dengan tatapan mengiba. Ia membuka pintu, meneruskan langkah yang gontai tanpa melirik ke arahku.

Perlahan-lahan pakaian yang ia kenakan mulai basah karna hujan semakin deras. Aku yang tak tahan lagi melihat itu segera berteriak memanggil namanya, “Kiran!” sesaat langkahnya mulai terhenti, ia seperti hendak menoleh, namun mengurungkan niatnya dan kembali mengambil langkah.

Aku bergeas megejar Kiran sembari membuka payung kuningku dan mencondongkan nya diatas kepala gadis itu. Aku terus melindungi Kiran agar ia tidak terlalu basah, sementara tanganku yang lain juga ikut melindungi Kameraku agar tidak terkena air.

“Ken,” Langkahnya terhenti ketika ia mulai berpaling menatapku, aku masih melihat sisa-sisa air mata yang melalui pipinya meski dalam gelap.

“Hmm?” Sahutku dengan lembut seraya menyeka air di wajahnya. Untuk beberapa saat ia hanya menatapku dengan tatapan kosong.

“Jangan perlakuakan aku seperti ini.” Akhirnya Kiran angkat bicara, secepat kilat tatapannya berubah, seperti ada kesedihan lain yang ia sembunyikan. Tetapi aku hanya menatapnya dengan  ekspresi tak mengerti sementara aku melirik kembali ke arah Kameraku. Kiran mengikuti arah pandanganku, kemudian kembali menatapku.

“Jangan lakukan ini padaku. Bukankah kita sebelumnya pernah berteman? Ah... selama ini kamu pasti menertawakan aku, karna pura-pura tak tahu tentang perasaan kamu ke aku, benarkan?” ia tersenyum kecut dengan nada yang tak menyenangkan.

“Maksud kamu apa Ran?” Tanyaku masih tak mengerti.

“Maksudku, jangan perlakukan aku seperti ini.” ia meraih payungku dan membuangnya jauh-jauh, sementara aku kewalahan karna tak ada lagi yang melindingi kameraku. “Berhenti mengikutiku dan pergilah! Pergilah karna aku tak ingin lagi melihatmu!” ia berteriak, suaranya bergetar karna mulai menagis dengan keras sembari mendorongku untuk menjauhinya, saat itu pula tak sengaja genggamanku dari Kamera yang sedari tadi kulindugi terlepas hingga terlempar ke jalanan.

Dan tiba-tiba saja suasana kembali hening, tatkala Aku dan Kiran menatap Kamera yang tergeletak itu di guyur hujan.

Sejak hari itu kami tak pernah bertemu, Kiran tak mau mengangkat telpon dariku dan sengaja tak mau membalas pesan dariku. Tiap kali aku berkunjung ke rumahnya, pembantunya selalu mengatakan bahwa ia sedang tidur.

Sebelumnya, aku tak pernah tahu bahwa ada kesedihan seperti itu. Kesedihan yang dapat merubah hidup seseorang—

***

Dulu Kiran adalah seorang gadis yang penuh dengan keceriaan, supel dan mudah berteman dengan siapa saja. Aku tahu itu karna kami sudah berteman sejak kecil, bahkan kami memiliki cita-cita dan hobi yang sama. Menjadi seorang Fotographer dan berencana keliling dunia bersama-sama adalah impian aku dan Kiran. Ada banyak hal yang kami lakukan bersama-sama sampai ia jatuh cinta dan kehilangan orang yang dicintainya.

***

Suara dering ponsel tiba-tiba membuyarkan lamunanku, “Kiran!” hanya nama itu yang ada dalam pikiranku.

“Kenno? Ini Ibu.” Suara wanita paruh baya itu terdengar serak seperti sedang menangis.

Aku berlari melintasi langit malam, melewati jalan yang biasa kulalui. Kemudian berhenti di sebuah rumah yang didepanya sudah terpampang sebuah bendera kuning. Badanku terasa dingin, hanya di sekitar pelupuk mataku kehangatan itu terus ada karna air mata mulai jatuh melewati pipiku.

“Ken!” Teriak Ibu Kiran yang segera berlari kecil ke arahku. Wajahnya terlihat lelah, ia menangis tersedu-sedu dalam pelukanku.

Aku merasa bahwa duniaku benar-benar runtuh, dan sekarang aku baru mengerti setelah aku merasakannya, bahwa suatu kehilangan menyisakan banyak luka. Seperti ia yang kehilangan kekasih yang dicintainya, aku juga kehilangan sahabat terbaikku. Kiran. Karna depresi yang berkepanjangan ia terus mengkonsumsi anti depresan hingga keracunan obat dan di temukan sudah tak bernyawa setelah beberapa jam.

***

Aku menatap sebuah kamera yang diberikan Ibu Kiran padaku. Lalu mengambil secarik kertas yang telah kubaca puluhan kali, sebuah pesan yang Kiran tuliskan untukku sebelum pergi.

Untuk Ken tersayang

Maaf, ini semua terjadi karna kamu tak mau mendengarkanku. Aku ingin kamu melakukan hal terbaik, agar kamu dapat meraih apa yang kamu impikan. Dan aku sadar, bahwa dengan adanya aku di sisimu malah membuatmu lupa akan hal itu.

Akhirnya aku putuskan untuk membuatmu lepas dariku. Namun seberapa keras aku mendorongmu sejauh mungkin dari dalam kehidupanku aku tak akan pernah bisa.

Karna aku tahu seberapa besar kamu mencintaiku. Lalu aku menemukan sebuah cara.

Tapi, aku justru jatuh cinta padanya, sedangkan pada saat itu masih ada kamu di sisiku. Kemudian aku berfikir, bagaimana mungkin aku mencintai keduanya dalam waktu yang bersamaan?

Oleh karna itu akan lebih baik jika aku lebih memilih melepaskanmu dan membiarkanmu mengejar apa yang menjadi impianmu. Aku selalu berharap bahwa kamu akan bahagia dan kita tetap bisa berteman seperti sebelumnya. Meskipun cerita kita, tetap akan menjadi akhi yang menyedihkan.

Kiran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun